Turnamen bulutangkis level 750 Prancis Terbuka hari ini menjejak babak final yang akan dipertandingkan malam ini. Dari dua wakil yang tersisa di babak semifinal, Indonesia hanya berhasil meloloskan putra ganda, Kevin / Marcus ke partai puncak sedangkan ganda putri Greysia Polli / Apriyani harus terhenti.
Greysia / Apriyani tak banyak berkomentar selain mengatakan bahwa lawan memang lebih kuat, kedua pemain juga akan mengevaluasi kekalahan dua set langsung, 10-21, 8-21 dari wakil Jepang, Mayu Matsumoto / Wakana Nagahara.
"Power mereka kencang, pola utama mereka juga beda dengan yang lainnya. Tapi menurut saya mereka sama-sama sulit dengan yang lain, yang paling menonjol dari mereka adalah kuat," ujar Apriyani.
Kekalahan Greysia / Apriyani yang merupakan juara bertahan berhasil diobati oleh Kevin / Marcus. Pasangan nomor satu dunia ini berhasil mendatangkan apik mereka dengan menaklukan wakil India, Satwiksairaj Rankireddy / Chirag Shetty (India), dengan dua game langsung, 21-12, 26-24.
"Kami senang bisa ke final, di game kedua lawan mainnya beda dulu dari game pertama, banyak peningkatan. Di game pertama mereka mungkin tegang, jadi tidak nyaman mainnya," kata Marcus seusai pertandingan seperti dikutip dari badmintonindonesia.org.
Di final nanti Kevin / Marcus akan menghadapi Han Chengkai / Zhou Haodong asal Tiongkok. Akan menarik karena pada Cina Terbuka 2018, Kevin / Marcus dikalahkan Han / Zhou dengan skor 19-21, 21-11, 17-21.
"Kami sudah saling mencari kami di pertemuan sebelumnya. Kami harus lebih siap dengan kondisi seperti ini, lebih mau maksa karena lawan tidak mudah dimatikan. Mereka juga pernah mengalahkan kami, jadi kami harus lebih siap," ucap Kevin, optimis.
***
Ada hal menarik yang dipermasalahkan pemain kita, yaitu shuttlecock . Beberapa pemain kami mengeluhkan persoalan ini setelah kekalahan mereka. Anthony Ginting menjadi salah satunya setelah harus tersingkir di babak pertama.
"Ini bukan alasan, tapi saya tidak bisa mengendalikan shuttlecock di sini yang berat. Saya sudah inisiatif menyerang dari depan, tapi datangnya kembali cukup dan saya tidak bisa melakukan ini di sini," kata Ginting setelah kalah dari pemain muda Thailand, Kantaphon Wangcharoen,, dengan skor 20-22, 12-21
"Saya sudah coba tapi merasakannya tidak pas di permukaan. Permainan tidak berjalan seperti rencana saya. Kondisi lapangan dan shuttlecock juga beda dengan pertemuan kami di Indonesia Masters 2018," tambah Anthony.
Anthony tidak sendirian, ganda campuran senior, Lilyana Natsir / Tantowi Ahmad juga mengeluhkan hal yang sama.
"Kalau dilihat dari penampilan, bisa menang. Shuttlecock berat, jadi harus ekstra tenaga, harus lebih sabar dan menerapkan pola yang benar. Kalau mau adu kuat pasti ketinggalan, tadi sudah benar polanya, tapi kami cepat sekali buang poin," Kata Liliyana setelah dikalahkan Yuta Watanabe / Arisa Higashino (Jepang), dengan skor 16-21, 21-16, 21-18 di perempat final.
Ada Apa dengan Shuttlecock?
Ada apa dengan shuttlecock yang seperti menjadi "kambing hitam" kekalahan dari pebulutangkis kita.?
Setelah membaca beberapa referensi saya menemukan kesimpulan, bahwa itu bukan alasan yang dibuat-buat. Faktor shuttlecock, sangatlah penting apalagi berkaitan dengan kecepatan dan berat shuttlecock itu sendiri.
Pertama soal kecepatan. "Kecepatan" merujuk pada seberapa jauh  shuttlecock bisa meluncur bila dipukul dengan daya tertentu, semakin jauh maka dapat dikatakan lebih cepat.
Persoalannya, shuttlecock yang sama memiliki kecepatan yang berbeda di tempat yang berbeda tergantung perbedaan dari tahanan udara pada ketinggian. Artinya, Â beda tempat, bisa berbeda. Shuttlecock yang bagus digunakan di Jakarta , dapat saja tidak bagus jika digunakan di Paris (kasus Anthony) Â atau sebaliknya.
Kedua, soal berat shuttlecock. Paling tidak ada beberapa sistim yang biasa digunakan untuk menghubungkan berat dan kecepatan shuttlecock, seperti yang dirilis oleh badmintonbay.com.
![Diagram kecepatan dan berat Shuttlecok I Gambar: badmintonbay.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/10/28/feather-shuttlecock-speed-chart-5bd57ce912ae9412e771c6d3.png?t=o&v=770)
Perbedaan-perbedaan inilah yang jika lambat diantisipasi dengan adaptasi yang cukup maka akan mempengaruhi para pemain.Â
Jika France Open 2018 yang notabene adalah daerah dingin tentu akan menggunakan shuttlecock yang lebih berat, makanya diperlukan tenaga ekstra, inilah yang dikatakan oleh Owi / Butet setelah kalah.
Kita tentu berharap agar para pemain kita  dapat menemukan solusi . Jika hingga sekarang, masalah yang sama tidak dipermasalahkan oleh Kevin / Marcus, hingga dapat melaju ke final. Artinya, bisa saja pemain lain dapat belajar dari mereka tentang adaptasi terhadap shuttlecock ini.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI