Setelah dewasa, Chiellini malah bersyukur didikan dari ibunya tersebut. Bagi Chiellini, pendidikan sebenarnya bukan sebuah beban tetapi cara yang tepat untuk dirinya agar berpikir lebih tajam dalam membuat keputusan, di dalam dan diluar lapangan hijau.
"Jika kamu tidak dapat berpikir tepat di dalam lapangan kamu tidak akan mencapai level tertinggi di sepak bola. Pendidikan menolong saya di kehidupan dan di sepak bola" kata Chiellini.
Belajar sambil melakukan aktivitas pesepakbola bukanlah hal yang mudah tetapi Chielliini mengatakan bahwa jika bisa mengatur waktu dengan mudah maka hal itu bukanlah hal yang tidak mungkin dilakukan.
Chiellini juga menambahkan bahwa jaman sekarang tidaklah sulit untuk seorang pesepakbola meraih gelar sarjana atau master karena ada berbagai universitas yang menawarkan program studi online atau program khusus untuk atlet, asal ada kemauan dari sang atlet sendiri.
"Sebagai pemain sepak bola, di usia 20 tahun Anda merasa tidak bisa dihancurkan dan bisa melakukan apa pun dalam sepakbola. Tapi pada 35 karir Anda lebih atau kurang selesai. Anda kemudian memiliki sisa hidup Anda di depan Anda, dan hanya bisa bermain sepakbola saja tidak cukup" - ujar Chiellini.
Pada kenyataannya apa yang dikatakan oleh Chiellini melalui program "Mind The Gap" ada benarnya. Bayak pesepakbola yang setelah pensiun bingung mengatur kehidupannya karena tidak memiliki dukungan pendidikan yang cukup.
Meski banyak yang bisa menjadi pelatih tetapi kesempatan untuk hal tersebut tidaklah banyak tersedia, tetapi posisi-posisi lain seperti posisi manajemen mengharuskan pemain sepak bola harus memiliki kompetensi lain agar dapat melaksanakan tugas dengan baik. Perlu ada kesiapan yang sungguh agar pesepakbola dapat menjalani karir keduanya yaitu setelah pensiun sebagai pesepakbola.
Selain itu ada pelopor gerakan Common Goal dan gelandang Manchester United, Juan Mata yang merupakan seorang sarjana jurusan jurnalisme Universitas Madrid dan Marketing and Sports Science di Universitas Manchester. Tulisan tentang program Common Goal yang menarik dapat dibaca di sini.
Lalu kiper Liverppol, Simon Mignolet yang meraih gelar ilmu politik di Catholic University of Lueven serta menguasai 4 bahasa yaitu Inggris, Prancis, Belanda dan Jerman.
Alasan Keseriusan FIFPro untuk Program ini
Berbagai data statistik memang mengharuskan FIFPro agar semakin serius menggarap kampanye ini. Kenyataan bahwa hanya 13 persen pemain sepakbola aktif di Eropa yang memiliki kualifikasi pendidikan tinggi. Menjadi salah satu alasan.