Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Cerita Cinta Antar Suporter dari Arrigo Brovedani

27 September 2018   11:54 Diperbarui: 29 September 2018   22:11 1909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arrigo Brovedini, sendirian mendukung Udinese I Gambar : Gettyimages

 Rival Udinese adalah Sampdoria, klub yang bermarkas  di Genoa, empat jam  perjalanan dari Udine.  Di minggu kedua, tepatnya tanggal 11 Desember  2012, Udinese  akan bertandang ke  Stadion Luigi Ferraris menghadapi  tuan rumah Sampdoria dalam lanjutan laga Seri A.  

Arrigo Brovedani sangat mencintai Udinese, klub dari kota tempat tinggalnya. Tetapi pada Desember 2012, semua orang di Udine tahu bahwa hanya di Friulilah para pendukung akan datang untuk mendukung Udinese. Bukan soal biaya, tetapi soal suhu yang amat dingin menjelang dan sesudah natal di seluruh Italia.

Oleh karena itulah, Seperti orang Udine dan Italia umumnya, Brovedani tidak berencana mendukung timnya saat laga away, tetapi situasi tidak disengaja membuat Brovedani sudah berada di Genoa, untuk sebuah urusan bisnis. Pria yang bekerja sebagai penjual anggur itu mulai berpikir, mumpung berada di Genoa, dia bisa ke stadion untuk mendukung Udinese.

Seperti kebanyakan pendukung fanatik, Brovedani dengan berani pergi ke Luigi Feraris untuk membeli tiket dan mulai memasuki stadion. Mengambil bendera dan syal kecil yang selalu ada di mobilnya,  Brovedani lalu mengarahkan langkah kakinya ke bagian stadion yang diperuntukan untuk penonton tamu-- ada sekitar empat ribu kursi tersedia untuk Visitors.

Tim Udinese sedang melakukan pemanasan.  Brovedani berharap dia bisa berjumpa setidaknya lima sampai enam orang fans Udinese, sayang Brovedani harus mendapati bahwa dia benar-benar sendirian saat itu.

Tetapi Brovedini tak gentar, Brovedani mulai menyapa para pemain Udinese yang sedang bermain dan meneriakan dukungan, "Ayo Udinese".

Situasi yang tak biasa itu sempat membuat kapten Udinese, Antonio Di Natale berkelakar dan berteriak untuk meminta Brovedani bergabung dengan para pemain  di lapangan. Brovedani hanya bisa membalas dengan senyuman sembari menunggu pertandingan berlangsung.

Fans Sampdoria yang menyadari kehadiran fans Udinese berjumlah satu orang itu, awalnya masih berusaha memprovokasi Brovedani dengan meneriakan teriakan cemoohan. Tetapi entah bagaimana, mereka seperti menyadari bahwa ini adalah sepak bola. Sepak bola adalah kegembiraan dan persahabatan, bukanlah kebencian.

Kisah inspirasi mulai terjadi. Pendukung Sampdoria berubah dari cemooh menjadi tepuk tangan bagi keberanian dan kesetiaan Brovedani yang rela mendukung timnya mesti sendirian selama dan seusai pertandingan. Bahkan, petugas stadion yang notabene adalah pendukung Sampdoria mulai mengajak Brovedani berbincang dan membelikannya secangkir kopi.   

Brovedini dan fans Sampdoria memang masih saling memberi dukungan selama pertandingan yang akhirnya dimenangkan oleh tim tamu, Udinese dengan skor 2-0 melalui gol Danilo dan Di Natale.

Tetapi sepak bola bukan sekedar soal menang dan kalah. Sepak bola menumbuhkan cinta antar antar suporter yang juga kerap berseteru itu. Sebuah gestur inspiratif yang bahkan melampaui sepak bola itu sendiri. Esensi yang menemukan dan menempatkan rasa kemanusiaan di posisi semestinya melalui sepak bola.

Seusai pertandingan, meski kalah, beberapa fans Sampdoria mengajak Brovedini makan malam di rumah mereka, bercerita tentang sepak bola dan merayakan kegembiraan bersama. Bahkan direktur Sampdoria memberikan Brovedini sebuah jersey. Sambil makan bersama, mereka mengucapkan  "Selamat Natal" untuk Brovedini.

Seusai pertandingan, Udinese mendedikasikan kemenangan mereka atas Sampdoria untuk Brovedani dan mengundangnya secara istimewa untuk hadir ke pertandingan berikut.

Udinese merasa Brovedini adalah teladan yang baik dari seorang suporter. Bukan saja teladan soal memberi dukungan di lapangan, tetapi mampu membangun relasi yang baik dengan suporter lawan.

***

Kisah Brovedini adalah salah satu kisah cinta persahabatan antar suporter yang akan selalu diingat. Tak banyak kisah di antara rivalitas para suporter yang mnejadi inspirasi seperti ini. Sebenarnya ada salah satu kisah inspiratif lain yang saya ingat terjadi pada tahun lalu di tengah sengitnya kompetisi Liga Champions Eropa.  Kisah ini saya tuliskan dalam tulisan berjudul "Pesan Kemanusiaan dari Signal Iduha Park". 

Sebelum pertandingan antara tuan rumah Dortmund melawan AS Monaco terjadi ledakan bom di dekat bus yang ditumpangi oleh pemain Dortmund.

Di tengah rasa kemanusiaan, kebencian antar suporter menjadi luluh. Para pendukung AS Monaco yang sudah hadir di stadion spontan meneriakan "Dortmund, Dortmund" memberikan semangat. Jarang sekali ada tim lawan meneriakan dan memberikan dukungan kepada tim lainnya. Tetapi hal itu terjadi.

Pertandingan akhirnya ditunda. Membalas kebaikan pendukung AS Monaco, pendukung Dortmund diminta untuk menerima pendukung AS Monaco selama pertandingan tertunda beberapa jam. Pendukung Dortmund dengan gembira menyambut himbauan tersebut, menjamu pendukung AS Monaco dan kembali bertemu di stadion beberapa jam kemudian.

Sebuah pesan kemanusiaan yang jelas dari sepak bola yang seharusnya mengalahkan segala kebencian rivalitas dan memberikan inspirasi bagi kehidupan.

Kita berharap rivalitas untuk memberi inpsirasilah yang mestinya ada di tengah sepak bola. Bukan rivalitas bodoh dan goblok yang sering menciderai persaudaraan dan menghilangkan nyawa.  

Meski harus menunggu untuk hal itu dapat terjadi di sepak bola kita, tetapi cerita Brovedani ingin mengajarkan bahwa hal itu adalah sesuatu yang mungkin untuk dilakukan. Marilah bergandengan tangan, belumlah terlambat untuk melakukannya.

Di tengah dihentikan Liga 1 karena peristiwa tewasnya Haringga, kita masih bisa berharap   cerita semacam ini dapat lahir dari pendukung Persija dan Persib, Jakmania dan bobotoh. 

Bukan untuk menghormati Haringga, tetapi untuk sepak bola itu sendiri. Bukankah kita percaya untuk itulah sepak bola ada untuk kita?

Sumber : 1

Simak juga tulisan menarik lainnya; "Ketika Jubah Kegembiraan Sepak Bola itu Lenyap"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun