Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Menata Emosi Garuda Muda Jelang Laga 16 Besar

23 Agustus 2018   21:29 Diperbarui: 24 Agustus 2018   08:56 1062
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Garuda Muda, harus mampu mengontrol emosi. Sumber Gambar : Beritasatu.com

Hansamu jelas memukul Nunez saat Indonesia sudah ketinggalan 0-1. Wasit terlebih dahulu berdiskusi dengan asisten sebelum mengambil keputusan. Beruntung bukan kartu merah yang diterima Hansamu, tetapi hanya kartu kuning. 

Indonesia akhirnya unggul 3-1 atas Hongkong dan menjadi juara grup. Menjelang lawan Uni Emirate Arab (UEA), pelatih Luis Milla mengingatkan dengan keras agar kejadian itu tidak terulang lagi.

"Milla bilang supaya tetap fokus dan jangan terpancing. Kontrol emosi, jaga semangat, dan harus lebih berhati-hati," kata Bima Sakti, Asisten Luis Milla.

Jika Hansamu terkena kartu merah, bayangan tentang headline yang akan memenuhi media sempat terbersit. "Garuda Muda mencakar diri sendiri", "Garuda Muda menyakiti diri sendiri" dan lain sebagainya. Jikalau kalah karena hal teknis mungkin masih bisa diterima, tetapi jika kalah karena ada persoalan mental yang perlu dibenahi, rasanya akan lebih menyakitkan.

Luis Milla dan ofisial harus jeli memperhatikan hal ini dan memikirkan cara agar dapat menata emosi Garuda Muda karena potensi untuk hal ini terjadi lagi di laga melawan UEA cukup besar. Paling tidak ada 3 (tiga) alasan yang bisa diketengahkan untuk menjelaskan hal ini.

Pertama, tekanan untuk Garuda Muda agar dapat berprestasi amat besar.

Sejak lama hal ini sudah dapat diprediksi. Mengapa? Karena target menjadi semifinalis Asian Games 2018 saja dapat dikatakan terlalu muluk melihat bagaimana performa tim yang amburadul dalam masa pemanasan.

Prestasi Timnas U-16 yang menjadi juara AFF yang seharusnya menjadi pelecut semangat bisa jadi juga akan menambah beban bagi para seniornya.

Meskipun para pendukung Garuda Muda terus setia untuk melakukan Garuda Clap seusai pertandingan meski mengalami kekalahan atas Palestina namun kegagalan tetap adalah sesuatu yang menyakitkan.

Kedua, Garuda Muda memang diisi anak-anak muda yang mudah "dibakar".

Kekuatan emosi yang meledak-ledak dalam membangkitkan permainan ketika tim sedang lesu memang sangat diperlukan, tetapi di sisi lain hal itu membuat para pemain mudah terbakar ketika disulut permainan keras pemain lawan atau situasi tertekan.

Selain Hansamu Yama, sepertinya Stefano Lilipaly juga termasuk yang mudah dipancing. Hal itu dibuktikan dengan Lilipaly yang ikut mendapat kartu kuning ketika ricuh dengan Hongkong. Selain kedua pemain ini, di bench pemain ada pula Hargianto yang termasuk yang juga gampang emosi.

Artinya memiliki para pemain seperti ini bukanlah sebuah kelemahan, apalagi seorang Zinedine Zidane yang kalem saja saja bisa tersulut emosi di ajang sebesar Piala Dunia. Kita hanya perlu berharap, emosi yang keluar adalah emosi yang membangkitkan bukan melemahkan. Kita yakin, Hansamu cs bisa! 

Ketiga, para pemain UEA diprediksi akan memanfaatkan emosi para pemain Indonesia ini.

Sebelum Asian Games berlangsung, para pemain UEA sudah terlibat ricuh dengan para pemain Malaysia. Bisa jadi ini berarti para pemain UEA sudah siap untuk diprovokasi atau memprovokasi, apalagi jika hal itu dianggap sebagai salah satu cara ampuh menyingkirkan Indonesia.

Lalu apa solusinya? Paling tidak ada 2 (dua) solusi yang dapat diketengahkan.

Pertama, maksimalkan peran Anditany sebagai penenang para pemain yang lebih muda.

Luis Milla sepertinya sudah jauh-jauh hari membaca kelemahan ini. Mengapa demikian? Milla mencoba memilih salah satu dari tiga kuota pemain senior dengan pemain yang memiliki jiwa kepemimpinan yang cukup mumpuni, yaitu Kiper, Andritany Ardiansyah.

Jika kita jeli melihat ketika ricuh terjadi saat melawan Hongkong, Andritany yang juga terlibat di kerumunan pemain menepuk bahu Hansamu agar lebih tenang dan menjaga emosi marahnya tidak semakin membesar. Hasilnya, Hansamu memang menjadi lebih tenang.

Di dalam emosi yang melibatkan massa, kecenderungan untuk tidak berpikir rasional kerap terjadi. Para pemain (muda) bisa terjebak disituasi emosi yang membuat mereka lupa bahwa resikonya adalah kekalahan dan kegagalan bangsa. 

Disitulah peran senioritas dibutuhkan dan peran Andritany untuk menjadi tulang punggung menciptakan ketenangan emosi bagi para pemain yang lebih muda dirasa sangat penting.

Kedua,  membuat Garuda Muda agar tampil lebih lepas dan tenang.

Jika tampil penuh tekanan dampak selain gampang terprovokasi adalah para pemain tampil di bawah performa terbaik mereka. Sebut saja Febry Haryadi yang belum tampil maksimal dalam laga grup. Hal ini kemungkinan terjadi karena Febry tidak dapat bermain lepas.

Jika dapat bermain lepas dan tenang, maka selain dapat tampil lebih baik, para punggawa Garuda Muda juga diharapkan mampu melewati momen-momen sulit seperti ketinggalan gol lebih dahulu atau terlibat dalam drama adu penalti.

Akhirnya, menata emosi para pemain kita adalah kunci untuk meraih kemenangan. Secara teknis UEA seharusnya bukan lawan yang sulit ditaklukan, apalagi Luis Milla pernah melatih klub di Liga UEA. Namun jika terjebak persoalan mental seperti emosi, maka keunggulan teknis akan menjadi sia-sia di lapangan nanti.

Kita perlu berharap agar kali ini, Hansamu cs dapat lebih baik lagi.

Garuda Muda Bisa!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun