Mind Wandering adalah pikiran yang mengembara kemana-mana ketika kita akan menuliskan sesuatu. Akibatnya kita lama sekali menyelesaikan sebuah tulisan dan bahkan tidak mampu menyelesaikannya sama sekali.
Apakah anda pernah mengalami hal seperti itu? Jika ya, maka anda dan saya ada bersama dengan banyak penulis yang pernah mengalami Mind Wandering.
Saya akan memberikan sedikit contoh tentang Mind Wandering. Ketika saya akan menuliskan tentang Anthony Ginting, tiba-tiba pikiran saya entah mengapa mengarah ke Kevin Sanjaya dan Gideon Marcus. Sebenarnya tidak menjadi masalah karena  masih ada penalinya, yaitu olahraga bulutangkis.
Tetapi tidak berhenti di situ, pikiran saya lalu mengingat bagaimana dukungan Jokowi di Istora. Sebenarnya, masih belum menjadi masalah juga, namun tiba-tiba kata politik nyangkut, lalu muncul wajah Prabowo di situ, pilpres dan sebagainya. Entah kenapa, tiba-tiba saya teringat Stefano Lilipaly dan waktu besok dimana Timnas U-23 bertanding.Â
Hasilnya, tulisan tentang Ginting tak pernah selesai hingga sekarang karena pikiran saya yang mengembara tak terkendali.
Ada apa sebenarnya soal Mind Wandering ini? Ternyata, apa yang saya alami ternyata dapat dijelaskan secara ilmiah. Dalam sebuah studi oleh Terhune dan rekan (2017, Jurnal Psikologi Eksperimental: Persepsi dan Kinerja Manusia) dijelaskan rata-rata orang menghabiskan hingga sepertiga dari hidup mereka untuk terlibat dalam pikiran yang tidak terkait dengan tugas yang mereka sedang jalani.
Studi yang dilakukan oleh Terhune menilai bagaimana seseorang terjebak dalam kondisi they were on-task atau off-task (Mind Wandering). Menjadi tidak terlalu bermasalah apabila tugas yang sedang dijalankan itu tidak memegang peran vital atau tidak berhubungan langsung dengan keselamatan kerja, namun akan beresiko jika sebaliknya terjadi.
Contohnya jika sedang mengemudi, akan sangat berbahaya jika pikiran mengembara kemana-mana. Tetapi tidak terlalu bermasalah apabila pikiran mengembara saat kita mencoba untuk melewatkan waktu untuk aktivitas yang membosankan dan berulang seperti melipat pakaian setelah mencuci.
Di dunia kerja atau industri, hal ini menjadi perhatian atau isu utama karena pikiran yang off-tasking berakibat kinerja yang lebih rendah dari karyawan, atau mempengaruhi produktivtas.
Di dunia pendidikan, mind wandering diyakini mayoritas terjadi ketika materi yang disajikan oleh guru atau dosen adalah materi satu arah yang berbentuk ceramah dsb. Â Langkah paling mudah mencegah hal ini terjadi di dunia pendidikan dengan mendorong peserta didik untuk lebih banyak mencatat.
Meski idealnya adalah para guru dan dosen diharapkan bukan saja memiliki kompetensi bidang keilmuan yang cukup, tetapi juga terus didorong agar mampu menyajikan materi agar lebih interaktif dan menarik.
Bagaimana jika para guru dan dosen yang pikirannya mengembara? Ah, renungkan saja sendiri.
Terhune dan beberapa peneliti tentang Mind Wandering mengatakan bahwa kunci agar lepas dari pikiran mengembara adalah presence atau menjalani momen demi momen secara sadar ketika beraktivitas.
Hal ini harus diperhatikan karena dikatakan bahwa seseorang cenderung menjadi kurang bahagia saat pikiran mengembara. Saat pikiran kita memikirkan hal lain di luar hal yang sedang kita lakukan saat ini. Tidak peduli apa yang kita pikirkan adalah hal yang menyenangkan atau tidak menyenangkan.
Saat ini apakah anda menjadi tidak bahagia karena pikiran mengembara? Ayo, be presence, fokus pada apa yang dijalani sekarang.
****
Mari kita kembali ke aktivitas menulis. Bagi para penulis pengembaraan pikiran ini dapat mengganggu atau menarik perhatian  dari persepsi yang sudah sebelumnya disiapkan, khususnya jika menyiapkan artikel atau tulisan non fiksi.
Mengapa? Karena akan muncul persepsi-persepsi baru yang akan mengganggu kerangka berpikir yang sudah diatur sebelumnya. Opini-opini menjadi "lari" kemana-mana dengan awal tapi tanpa ujung.
Sebenarnya ada langkah mudah yang dapat dilakukan untuk mencegah agar pikiran kita mengembara saat menulis  yaitu membuat outline atau kerangka tulisan kita.  Sebagai penulis, seharusnya dituliskan dalam sebuah garis besar apa yang mau dituliskan di bagian pengantar, di bagian isu, mengenai kajian dan juga di bagian penutup.Â
Hal-hal ini harus sejelas mungkin sebelum menulis sesuatu  dan juga disertai dengan komitmen untuk mengikuti outline yang telah dibuat. Jika kita sudah terbiasa untuk membuat tulisan dengan kerangka pikir seperti itu maka niscaya kita tidak akan sering terjebak dengan pikiran yang mengembara.
Pertanyaan terakhir adalah apakah mind wandering itu seutuhnya adalah hal yang harus dihindari saat menulis? Ternyata tidak. Kebanyakan pengarang lagu dan seniman bahkan mengkhususkan waktu untuk membiarkan pikirannya mengembara untuk mendapatkan sebuah ide.
Hal yang sama juga berlaku dalam dunia kepenulisan. Bahkan menurut pengakuan beberapa penulis fiksi maupun non fiksi, kedalaman dan kejutan kisah fiksi itu lahir dari pikiran yang sebelumnya dibiarkan mengembara kemana-mana.Â
Semua  ini dapat berarti bahwa memfokuskan seluruh pikiran kita pada apa yang sedang kita lakukan saat ini mungkin cara terbaik untuk tidak terjebak dalam mind wandering tetapi tantangan yang lebih besar adalah mampu menggunakan mind wandering sebagai sarana untuk melahirkan tulisan yang berkualitas dan menarik.
Mari kita coba.
Referensi :
1. Effect of Mind Wandering, American Psycholagical Association
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H