"Saya titip kebanggaan negeri ini ada di saudara, seluruh atlet yang berlaga. Yakinlah 263 juta penduduk Indonesia berada di belakang saudara semua untuk berkumandangnya Indonesia Raya dan Merah Putih setelah nanti ada kemenangan setelah bertanding. Jagalah nama baik negara, bertanding secara sehat dan fair. Selamat berjuang," -- Â Jokowi.
Kutipan di atas adalah bagian dari pesan yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo pada saat acara pelepasan kontingen Indonesia yang akan berlaga di  Asian Games 2018 di Istana Negara.Â
Sebanyak 1.383 orang Indonesia dengan perincian 938 atlet, 365 ofisial dan 80 heaquarter akan bersaing dan bertanding di antara 16 ribu orang dari 45 negara dalam pesta olah raga terbesar se-Asia tersebut.
Jika mau diurai, pesan semangat Jokowi itu menyiratkan paling tidak tiga makna yang begitu dalam. Pertama, para atlet adalah duta dari kebanggaan bangsa yang dipercaya akan terpancar nyata kala pertandingan berlangsung. Kedua, para Atlet tak perlu gentar karena 263 juta penduduk Indonesia akan mendukung, dan terakhir, nama baik negara dalam sebuah pertandingan yang sehat dan fair adalah landasan etik utama yang harus dipegang teguh.
Gelora semangat dalam rasa bangga sebagai wakil Indonesia untuk menjaga nama baik negara sebenarnya bukan milik para atlet semata, tetapi diharapkan milik segenap rakyat Indonesia pada Asian Games ini.
Bangga seperti apa yang dimaksud? Bangga akan prestasi, bangga akan megahnya venue-venue yang telah disiapkan dan bangga karena kehangatan dan keramahan budaya Indonesia sebagai tuan rumah terhadap tamu-tamu yang datang dari berbagai negara.
Artinya, Asian Games bukan sekedar games semata. Ajang olah raga yang pada awalnya dicetuskan oleh Guru Gutt Sondhi (India) saat Olimpiade London 1948 itu adalah sebuah kesempatan bagi bangsa kita semakin dapat membangun Indonesia tercinta, membangun bangsa dan memperkenalkan siapa Indonesia di mata internasional.
Sejarah sudah menyatakan hal itu begitu tegas dan jelas. Menjelang Asian Games 1962 di Jakarta, di depan para atlet yang akan bertanding, Presiden saat itu, Soekarno atau Bung Karno memecut semangat bangsa dengan begitu hebatnya.
"Kita ingin membangun manusia Indonesia baru, menciptakan manusia Indonesia baru, bukan manusia yang kecil, kecil badannya seperti zaman kolonial, tetapi manusia-manusia tegak mental. Bangsa Indonesia baru balik maupun antropologis sama sekali" kata Bung Karno berapi-api.
Bung Karno ingin agar Asian Games menjadi alat perjuangan bangsa Indonesia guna mencapai tujuan revolusinya untuk mewujudkan cita-cita bangsa secara nasional maupun internasional.Â
Baik secara politik, sosial, ekonomi, cultural yang meletakan kepada semua alat perjuangan untuk penyempurnaan negara kesatuan dan pembentukan masyarakat adil dan makmur.
Bung Karno ingin agar melalui Asian Games dapat memperkokoh rasa persatuan dan kesatuan bangsa, memupuk jiwa gotong royong, serta menguatkan kepribadian Indonesia.
Bung Karno ingin agar melalui Asian Games, bangsa Indonesia dapat memperbesar rasa kemampuan dan kepercayaan  pada kekuatan sendiri. Kekuatan yang kuat secara mental dan spiritual dalam menghadapi kesulitan dan selalu ulet dalam berjuang.
Semuanya untuk membangun bangsa dan membangun manusia Indonesia baru.
Bung Karno tak tinggal diam dengan idenya. Semangat membara Bung Karno dituangkan dalam berbagai karya Infrastruktur yang luar biasa. Kala itu Soekarno yang memilih Kampung Senayan sebagai lokasi pembangunan megaproyek Asian Games 1962 membangun sebuah stadion megah, yang kini bernama Stadion Utama Gelora Bung Karno, wisma atlet, dan sejumlah gelanggang olahraga lain di sekitarnya.
Stadion Renang dibangun dengan kapasitas 8.000 penonton, Stadion Tenis dengan kapasitas 5.200 penonton, Stadion Madya (sebelumnya disebut Small Training Football Field stau STTF) mampu memuat hingga 20.000 penonton yang berdiri di tengah area seluas 1.75 hektar.
Bung Karno secara tidak langsung menyatakan hasratnya agar Asian Games bukan sekedar games yaitu dapat menghidupkan gairah olahraga Indonesia dan membuat perubahan bagi wajah kota dan kebudayaan yang ada di dalamnya.
Impian dan semangat Bung Karno tak sia-sia. Pada Asian Games 1962 para atlet merasakan dan menggelorakan hal itu juga saat bertanding. Di cabang bulu tangkis, Tan Joe Hock memimpin rekan-rekannya tampil kesetanan dan menjadi kampiun sektor beregu putra. Tan Joe Hock melengkapinya dengan medali emas di sektor tunggal putra.
Para srikandi Indonesia juga tak mau kalah. Dimotori Minarni, emas tunggal putri dan beregu putri berhasil diraih disusul emas dari Minarni dan Retno Kustijah di sektor ganda putri. Indonesia mendominasi dengan raihan lima medali emas.
Penampilan-penampilan luar biasa itu membuat prestasi Indonesia terlihat mengejutkan bagi negara Asia lainnya. Hingga akhir Asian Games, Indonesia mampu menjadi runner-up di bawah Jepang. Prestasi terbaik yang pernah diraih oleh Indonesia dalam sejarah penyelenggaraan Asian Games.
Prestasi yang sekaligus menimbulkan simpati dunia terhadap Indonesia dengan prestasi olahraga. Selain itu membangkitkan rasa persahabatan dengan negara lainnya dengan sikap dan budi yang mencerminkan kepribadian Indonesia yang penuh jiwa gotong royong dan semangat perdamaian.
******
Membaca sejarah pada Asian Games 1962 itu adalah cara kita menemukan dan membubungkan harapan pada Asian Games 2018 ini. Denyut nadi semangat sejarah membesar menjelang Asian Games 2018 ketika bangsa kita kembali menjadi tuan rumah.Â
Kita perlu menumbuhkan optimisme bahwa ada sesuatu yang perlu kita buktikan di mata dunia, karena Asian Games 2018 bukanlah sekadar games, ada kebanggan besar dan karakter sejati  di sana.
Kebanggaan besar karena venue-venue olahraga yang sudah ada bersolek dengan begitu cantiknya. Bahkan venue yang dibangun khusus untuk Asian Games kali ini sudah mendapatkan pujian karena menjadi salah satu arena olahraga terbaik di dunia.
Kehadiran venue Asian Games 2018 berkelas dunia seperti APP Sinar Mas Bowling Center dapat dianggap berhasil mengelorakan semangat Untukmu Indonesiaku yang dikumandangkan Bung Karno pada Asian Games 1962 dan juga oleh Presiden Jokowi pada Asian Games 2018.
Gelora semangat melalui kesiapan infrastruktur diharapkan merebak kepada perjuangan para atlet di lapangan. Semangat yang diharapkan memuncak dalam dada setiap atlet yang akan bertanding.
Di cabang yang menjadi harapan utama Indonesia ini juga--sudah 26 emas diraih dari cabang ini sepanjang sejarah Asian Games, diharapkan tercipta sejarah lain yaitu emas dari sektor ganda campuran yang dalam tempo 36 tahun belum pernah diraih. Terakhir Christian Hadinata dan Ivana Lie meraih emas di Asian Games 1982.Â
Semoga andalan utama kita di sektor tersebut sekaligus peraih emas Olimpiade, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir, dapat menebus penantian lama tersebut.
Bukan di cabang bulu tangkis saja kita berharap, dari cabang atletik kita berharap sinar dari pelari muda fenomenal kita semakin terang benderang, Muhammad Zohri. Pelari berusia 18 tahun yang berhasil menorehkan prestasi mengejutkan dan membanggakan dengan meraih juara di Kejuaraan Dunia Atletik Junior 2018 diharapkan  mampu meraih emas di cabang lari 100 meter.Â
Selamat bertanding para duta bangsa, dan yakinlah ada doa dan dukungan penuh dari seluruh rakyat Indonesia bagi perjuangan kalian demi Indonesia. Bersama Satukan Energi Untukmu, Indonesiaku di Asian Games 2018. Â Untukmu Indonesiaku!
Referensi :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H