Siapa suporter Tim U-16 itu? Pasti saya dan anda, alias Kita. Penikmat setiap laga AFF U-16 lewat layar kaca maupun secara langsung di Stadion Gelora Delta, Sidoarjo. Kita yang merayakan dengan berbagai cara semua kemenangan yang diraih Bagus Kahfi dan punggawa Garuda Muda lainnya.
Kita yang berteriak histeris setiap kali peluang tercipta dan melompat hampir tak terkontrol ketika peluang itu berhasil  terkonversi menjadi gol. Kita juga yang tak langsung tidur seusai pertandingan  meski hanya menonton dari layar kaca karena ingin menjadi saksi dari gesture dari Stadion yang membuat bulu roma kita bergidik yaitu Garuda Clap. Gerakan menepuk tangan sebagai simbol kemenangan perang. Kita Garuda, Kita Indonesia!
Euforia itu semakin memuncak seusai Tim Garuda U-16 berhasil menyapu bersih kemenangan di grup A AFF 2018 dengan menumbangkan Kamboja dengan skor telak, 4-0. Kita terbuai lagi dengan seremoni teriakan, tarian, lompatan dan Garuda Clap diakhir pertandingan yang kembali disajikan dari dalam Stadion sekaligus mengantarkan Garuda Asia melaju ke semifinal sebagai juara grup.
Sampai di titik ini, kita mungkin perlu merenung sembari mengajukan pertanyaan kepada diri kita sendiri, sebagai suporter. Apakah kita akan tetap mendukung Bagus Kahfi cs dengan mau melakukan Garuda Clap dan tindakan dukungan lainnya meskipun Garuda Asia harus kalah melawan Malaysia di semi final?
Mungkin ada yang langsung mengatakan akan tetap mendukung, tetapi mungkin juga ada yang masih perlu berdiam sejenak karena menerima kekalahan bukanlah hal yang mudah bagi sebagian suporter kita. Hal yang lumrah kita saksikan bagaimana pendukung terkadang bisa kejam terhadap klubnya sendiri atau stadion miliknya sendiri karena sebuah kekalahan.
Ah, jika kita masih sulit menjawab, saya akan memberikan pertanyaan pada diri saya sendiri, mengapa saya bertanya demikian?
Sebuah bentangan bertuliskan "Kami rindu gelar juara" di stadion saat Garuda Asia bertanding menjadi salah satu penyebabnya. Perasaan saya seperti diaduk-aduk membaca tulisan itu. Saya berpendapat tulisan itu tidak tepat di sana, tulisan itu lebih tepat berada di Stadion dimana timnas senior bertanding bukan di saat AFF U-16.
Mengapa? Beban gelar juara terlalu berlebihan diharapkan dari adik-adik yang baru berusia U-16 ini. Sepak bola bagi mereka masih murni sebuah kegembiraan, cara mengekspresikan kesenangan mereka akan sesuatu. Mereka akan bahagia ketika mereka berhasil menang, merasa menjadi super hero ketika tak terkalahkan namun belum tentu telah siap untuk sebuah kekalahan.
Ciri lain dari usia mereka adalah kebebasan.  Ibarat anak-anak yang bermain di sepetak lapangan di pinggiran kota yang  tetap bermain dengan sungguh-sungguh meski tanpa lapangan yang memadai, tanpa kostum dan bahkan tak ada yang menonton. Selain itu anak-anak itu sangat mencintai untuk memainkan si kulit bundar tanpa adanya tekanan.  Â
Jika demikian adanya maka  tolonglah untuk jangan bebani mereka terlalu berat. Jika ingin membebani karena alasan dahaga gelar, bebankan saja pada timnas senior yang pengurusnya lebih suka berpolitik daripada mengurus sepak bola, jangan adik-adik yang masih muda ini, terlalu amat berat.
Lalu bagaimana caranya? Tetap berikan dukungan pada mereka tetapi tetap mengontrol luapan emosi kita. Cintailah sepak bola tanpa mengagungkan adik-adik yang masih sangat muda ini. Sepak bola tetap sepak bola namun  Bagus Kahfi dan  Andre Oktaviansyah cs tetaplah pesepakbola yang dapat tampil buruk dan dapat menelan kekalahan. Jika Lionel Messi bersama Argentina saja bisa demikian, apalagi mereka.