Hidup normal seorang Leonardo Boncci sebenarnya sudah didapatkan di AC Milan. Dihormati sebagai pemain paling berpengalaman dengan ban kapten melingkar di lengannya serta gaji tertinggi di klub sebenarnya sudah lebih dari cukup bagi pesepakbola yang telah berusia 31 tahun tersebut.
Apa lagi yang harus dicari nya sehingga memilih  untuk kembali ke Juventus?
Tentu alasannya bukan uang, karena kembali membela Juventus, Bonucci harus rela dipotong gajinya secara signifikan. Jika di AC Milan Bonucci mendapat 7,5 juta euro, maka di Juventus dia hanya mendapatkan sekitar 5,5 juta euro saja.
Rekan Bonucci di AC Milan, Suso, sesaat setelah Bonucci resmi pindah mengatakan bahwa Bonucci merasa kepindahannya di AC Milan adalah sebuah kemunduran. Meski Suso tidak secara rinci menjelaskan arti dari kata "kemunduran" namun dapat dipahami bahwa Bonucci menginginkan gelar juara ketika memutuskan berpindah dari Juve ke AC Milan, jika akhirnya memang gagal, Bonucci akan memilih jalan lain.
Namun keinginan Bonucci ini harus berhadapan dengan tantangan besar dari fans kedua klub, Juventus dan AC Milan. Milanisti dan Juventini. Juventini tahu persis bagaimana sakitnya ketika Bonucci memilih untuk pindah ke sang rival karena hubungannya dengan klub dan pelatih Massimiliano Allegri memburuk, usai kekalahan dari Real Madrid di final Liga Champions 2017.
Bonucci menunjukkan gesture perayaan gol yang tidak sedikitpun menunjukan rasa hormat terhadap La Vechia Signora. Sesudah resmi berseragam Juventus, Juventini ramai-ramai meminta Bonucci agar meminta maaf.
Situasi tak mudah bagi Bonucci ketika membuat sebuah pilihan.
***
Menarik untuk membahas pilihan Bonucci ini dan ketika menghubungkannya dengan filosofi sederhana tentang sebuah pilihan maka akan terpapar 2 (dua) hal sebagai berikut.
Pertama, sebelum menentukan pilihan maka terlebih dahulu harus memahami apa yang paling penting dan yang diutamakan. Kedua hal ini (penting dan utama) didasarkan tujuan keberadaan diri.