Prancis akan juara dunia karena N'golo Kante! Spontan kalimat ini muncul di benak saya sesudah Prancis mengalahkan Uruguay dengan skor 2-0 melalui gol Raphael Varane  dan Griezmann.
Mungkin banyak yang tak setuju dengan pendapat saya, lagian sejak pertandingan fase grup, publik sepak bola memang hanya menyebut para pemain yang kebintangannya telah disorot sebelum Piala Dunia dimulai. Sebut saja Paul Pogba, Antoine Griezmann dan tentu saja Kylian Mbappe, Â pemain yang tampil hebat dengan mencetak dua gol saat kemenangan Prancis atas Argentina.
Terlalu dangkal jika melihat sepak bola hanya dari siapa pencetak gol dalam sebuah pertandingan. Meski tetap menarik untuk disaksikan, hal itu ibarat melihat mobil dari warna catnya tanpa memedulikan kekuatan mesin. Padahal bodi mobil menjadi percuma tanpa spesifikasi mesin yang mumpuni. Tetapi harus maklum, mesin itu jarang terlihat.
Pemain Prancis bernomor punggung 13, N'golo Kante ibarat  mesin Prancis yang  tak terlihat. Namun Kante memberikan kontribusi yang sangat besar di setiap kemenangan Prancis. Ada beberapa hal yang perlu kita amati dari penampilan pemain berusia 27 tahun ini dalam laga melawan Uruguay.
Pertama, Kante menjadi pemutus bola sebelum sampai ke lini depan Uruguay.
Timnas Uruguay sebenarnya percaya diri dengan mengandalkan kekuatan lini tengah mereka yang diperkuat Torreira, Vecino dan Bentacur. Ketiga pemain ini dalam pertandingan melawan Portugal mampu tampil apik dengan mengalirkan bola ke duet penyerang Uruguay, Suarez dan Cavani.
Namun kali ini, aliran bola La Celeste seperti macet ketika bola-bola pendek mereka sering terhenti di kaki Kante. Hal ini terjadi bukan karena kebetulan, namun Kante terlihat memang mampu untuk membaca arah permainan lawan. Kante tepat ketika memilih untuk mengawal pemain lawan untuk melakukan ini. Terkadang Kante ada di dekat Luis Suarez, dan terkadang Kante berada di dekat Rodrigo Bentacur. Dua pemain, dimana bola lebih sering diarahkan oleh para pemain Uruguay.
Ketepatan membaca permainan dan posisi, membuat Kante sering dapat menguasai bola kembali. Pujian untuk pemain Chelsea memang sering diucapkan rekan setimnya, seperti Eden Hazard. "Dia memberi kami kepercayaan diri. Ketika kami tak mampu melewati lawan atau kehilangan bola, kami tahu Kante ada di belakang kami dan dia bisa mengambil bola itu," ujar Hazard.
Oleh karena kemampuan itu, Hazard yang bisa menjadi lawan Prancis jika Belgia menang melawan Brasil bahkan menjuluki Kante sebagai The Rat, atau 'Si Tikus' . Alasan Hazard karena Kante terus bergerak, kuat dan dapat berada dimana-mana di lapangan. Kante tidak memberikan waktu bagi lawan untuk berkembang.
 Kedua, Kante juga mempunyai kemampuan menyerang yang baik.
Hal menarik dari pertandingan melawan Uruguay adalah Kante membuat peran Tolisso dan Pogba tidak terlalu terlihat dalam pertandingan. Kante kadang-kadang menjadi playmaker ketika Pogba terisolasi oleh penjagaan lawan atau menjadi gelandang serang ketika Stefen N'zonzi masuk menggantikan Tolisso. Untuk kedua peran ini, Kante juga piawai memainkannya.
Kemampuan Kante ini sempat dipuji oleh legenda Timnas Inggris, Gary Neville. Â "Kante bisa memutus permainan lawan dan kadang mampu memulai serangan tim. Dia adalah gelandang paling efektif di Eropa. Kante merupakan sosok nomor 6, 8, dan 10," ucap Neville. Artinya Neville mengakui bahwa Kante mampu bermain sebagai gelandang bertahan, gelandang tengah, Playmaker maupun gelandang serang.
Kemampuan yang komplit ini membuat Kante dapat menjadi pemain yang dapat menjadi solusi ketika situasi di lapangan menjadi stuck dan pelatih Didier Deschamps ingin mengganti formasi menjadi lebih menyerang. Gaya main Prancis menjadi sulit diprediksi karena seorang Kante. Formasi 4-2-3-1 atau 4-3-3 milik Deschamps berjalan baik dengan Kante sebagai jantung permainan.
Saat belum lama bergabung dengan Timnas Prancis, Deschamps sudah ikut meramal tentang peran Kante ini. Â "Dia orang Perancis dan pastinya akan jadi pemain penting. Kante sangat efisien menjalankan perannya. Di atas itu semua, ia juga mulai mencetak gol, jadi hal itu makin membuatnya sempurna," tutur Deschamps.
 Ketiga, Kante sosok "dewasa" di lapangan.
Meski sering berduel keras dengan pemain lawan, Kante jarang terprovokasi dengan tindakan lawan. Jikalau banyak pemain muda Prancis yang gampang tersulut emosinya, maka Kante lebih memilih untuk tidak terlibat. Kante lebih memilih untuk fokus pada tugasnya di lapangan, daripada sok-sok menjadi jago ketika beradu fisik tanpa bola. Kante dewasa di lapangan.
Saat terpilih sebagai pemain terbaik Leicester di tahun 2016 pilihan rekan-rekannya, latar belakang kepribadian Kante ini sedikit tersibak. Menurut rekan-rekannya, Kante adalah sosok yang sangat profesional untuk apa yang dia lakukan. Kante hanya bekerja, bekerja dan kerja. Kante tidak pernah ingin mendapatkan perhatian lebih layaknya seorang bintang.
Bahkan ketika memulai karir profesional dengan bermain di klub kecil Prancis Boulogne, mantan rekannya di klub tersebut bernama  Eric Vandenbeele  dengan terus terang menjelaskan siapa Kante. "N'Golo tidak pernah ingin menjadi seorang bintang besar dan bahkan sekarang saya tahu ia sama sekali tidak peduli dengan menjadi terkenal," ujar Vandenabeele.Â
Kante tidak peduli dengan ketenaran, kekayaan apalagi kontroversi. Kante hanya bermain untuk kebahagiaan di sebuah pertandingan. Jika melihat penampilannya di Piala Dunia kali ini, saya sangat setuju dengan pendapat Vandenbeele.
Suatu hari mantan pemain Timnas Prancis yang kebetulan berposisi sama dengan Kante, Claude Makalele,  ikut berkomentar mengenai masa depan karir Kante. "Ia  memiliki aura di dalam tim dimana rekan-rekannya saat melihat dirinya, mereka akan berpikir, "Kita akan menang,"" ujar Makalele. Luar biasa.
Kita tunggu kiprah Kante selanjutnya, dan jangan nonton bola tanpa Kacang Garuda
Salam
Referensi : 1
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H