Saat darah terlihat mengalir dari pelipisnya, Javier Mascherano berlari terus kesana-kemari, tidak berhenti. Skor masih imbang 1-1, Argentina berada di ujung tanduk. Mascherano terus berjibaku, tak kenal lelah, melupakan darah mengalir bahkan tak terlihat berusaha menyeka darah itu dari wajahnya.Â
Di benak Mascherano, hanya ada dua pilihan mengakhiri pertandingan, melihat darah itu akan bercampur dengan air mata kesedihan, atau tangis kebahagiaan.
Akhirnya, pilihan kedua yang menjadi takdir bahagia bagi Mascherano dan Argentina, Tim Tango berhasil unggul secara dramatis melalui gol Rojo di menit ke-86. Unggul 2-1, Argentina menemani Kroasia ke babak 16 besar.
Sekitar 65 ribu penonton yang hadir di Stadion Saint Petersburg, Rusia menjadi saksi dari pertandingan yang dramatis sekaligus simbol lahirnya spirit Argentina yang telah lama hilang melalui penampilan heroik Javier Mascherano.
***
Siapapun yang mencintai timnas Argentina, sesudah dua pertandingan fase grup mungkin telah membenci Javier Alejandro Mascherano, selain Willy Caballero, kiper yang dianggap pembawa sial itu.
Kebencian pada pemain yang akrab dipanggil Masche itu, diungkapkan dengan beberapa kalimat seperti ini.
"Bola selalu mati di kakinya, dia sudah habis, maka dia dibuang dari Barcelona"
"Untuk apa menggunakan pemain tua yang sekarang mencari uang di Liga China?"
"Argentina tak akan berhasil dengan dirinya"
Menyakitkan.