Ada sedikit penyesalan kala mengingat pertandingan final Liga Champions kemarin. Jujur, saya bukan pendukung fanatik kedua klub, namun saya berada di posisi ingin melihat dua pertarungan pemain terbaik dari dua generasi atau dua benua. Christino Ronaldo melawan Mohamed Salah. Pertarungan yang mengisi headline berita olahraga di berbagai media.
Namun apa yang saya dapatkan? Hanya sekitar 30 menit itu terjadi dari seharusnya 90 menit. Akibatnya, Saya termasuk yang menyalahkan Sergio Ramos karena membuat pengorbanan jam tidur menjadi sia-sia karena membuat Salah cedera bahu dan tidak dapat melanjutkan pertandingan. Â Tak ada lagi pertarungan yang digembar-gemborkan itu, mata menjadi hampir tertutup karena bosan dan sedikit terbuka akibat aksi dua orang bernama Loris Karius dan Gareth Bale. Real Madrid menang 3-1 atas Liverpool.
Dari kekesalan yang teramat besar atas tindakan Ramos itu (hingga hari ini), siang tadi seorang teman mengajukan pertanyaan menarik. Bagaimana jika Mohamed Salah masih terus ada di lapangan, apakah saya yakin Liverpool akan menang? Ah, jawaban saya sepertinya sama dengan apa yang dikatakan oleh Juergen Klopp bahwa saya tidak tahu pasti apa yang akan terjadi. Ingat, bahwa saya juga bukan penggemar kedua klub yang bertanding.
Namun saya akan berusaha mengurai kejadian di lapangan dan berusaha menyimpulkan sesuatu untuk menjawab pertanyaan tersebut. Pertandingan di lapangan rasanya berimbang ketika ukurannya adalah jumlah tangisan dari pemain yang tidak dapat melanjutkan pertandingan. Mohamed Salah di kubu Liverpool dan Dani Carvajal  dari Real Madrid. Sampai di detik itu, saya masih merasa semesta belum memihak salah satu kubu.
Namun ketika mengamati strategi pergantian pemain, maka saya semakin sadar bahwa ada yang lebih unggul disini. Ketika Salah terpaksa meninggalkan lapangan hijau, Klopp menggantinya dengan Adam Llana. Apa yang diinginkan oleh Klopp, terus bermain menyerang dengan strategi 4-3-3 dengan menginstruksikan Mane berpindah ke kanan (posisi Salah) dan membuat Llana serta Milner bergantian mengisi sisi kiri.
Klopp tentu berpikir jikalau mendorong Mane ke kanan akan menahan Marcelo agar tidak terlalu overlap ke depan. Â Setiap lawan tahu bahwa amunisi Madrid asal Brasil ini akan sangat membahayakan jika ke depan. Selanjutnya Klopp pasti berharap jika Marcelo ke depan, maka akan meninggalkan lubang yang diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Mane.
Perhatikan ketika Carvajal cedera, siapa pemain penggantinya? Nacho. Apakah Zidane punya pilihan lain? Ada, pria itu bernama Lucas Vasquez yang cukup berhasil memainkan peran itu sekaligus membuat serangan dari sayap kanan juga bisa sedahsyat Marcelo di kiri.
Apa yang diinginkan Zidane dengan memainkan Nacho yang aslinya adalah seorang bek tengah? Zidane ingin membuat Madrid aman di belakang serta mampu menahan pergerakan sayap dari Liverpool yang memang berbahaya. Berhasil. Apalagi ketika Mane didorong ke kanan, tak ada serangan berarti dari Liverpool dari sisi kiri bahkan Nacho beberapa kali yang mampu membahayakan gawang Karius ketika ikut naik membantu serangan. Babak pertama berakhir 0-0.
Di babak kedua, Zidane dengan cerdas membaca bahwa lini depan Liverpool dipastikan sudah ompong, kecuali Mane yang kadang-kadang terlihat liar. Di luar kesalahan Karius yang membuat Benzema mencetak gol gratisan, Zidane jelas unggul disini. Zidane memasukan Bale untuk menggantikan Isco, Zidane berani mengurangi kepadatan lini tengah Madrid dan berubah dari 4-4-2 menjadi 4-3-3. Saat masih ada Isco, Zidane berusaha mencuri peluang dari tusukan dari tengah, namun ketika Bale dimasukan, Madrid mulai memanfaatkan sisi sayap mereka. Sukses besar.
Apa yang dilakukan Klopp sebagai kontra strategi? Tidak ada! Setelah tahu bahwa Adam Llana hampir tidak berkontribusi dan seperti tak berada di lapangan, seharusnya Klopp lebih cepat memasukan Emre Can untuk menggantikan Llana, jangan Milner yang diganti. Milner itu berjiwa pemimpin dan dapat menaikan semangat ketika timnya ketinggalan. Â Â
Harapannya dengan 4-4-2, Klopp dapat membuat Mane dan Firmino dapat lebih leluasa bergerak di depan dengan lini tengah yang mampu mematikan pasokan bola dari lini tengah Madrid ataupun memback-up bek sayap ketika ditekan lawan. Klopp terlalu terlambat memasukan Emre Can. Namun saya maklum karena kedalaman skuad Liverpool juga bermasalah. Emre Can baru sembuh dari cedera, sedangkan di lini tengah The Reds tidak memiliki pemain dengan kualitas setara.
Menyedihkan. Karena sebaliknya di bench Madrid setelah Bale dimasukan masih ada Assensio ( yang dimasukan di akhir pertandingan) dan Vasquez yang memang tak diberikan kesempatan bermain. Kedalaman skuad Madrid lebih siap dari Liverpool untuk menghadapi pertandingan final.
Mengapa Klopp terkesan lebih kaku dan tidak merubah strategi. Inilah perbedaannya, Zidane itu memiliki pengalaman bermain yang juga belajar dari pelatih yang beragam, khususnya Italia. Sebagai mantan pemain Juventus, Zidane tahu bahwa Italia itu sangat taktikal. Dalam satu pertandingan, pelatih Italia dapat memainkan 3 formasi secara bergantian sesuai kebutuhan.
Berbeda dengan Klopp. Klopp tidak terbiasa mengganti formasi apalagi dalam situasi tertekan. Dalam kalimat lain, Klopp lebih kaku dan Zidane lebih fleksibel. Ini menjadi keunggulan dari Zidane dan itu terlihat dari pertandingan yang dilaluinya. Contohnya, Isco yang jarang dimainkan di reguler  tetapi ketika dibutuhkan dalam pertandingan final untuk menyukseskan 4-4-2 atau kreasi dari lini tengah, Isco dimainkan Zidane.
Kembali ke pertanyaan, bagaimana jika Salah tetap berada di lapangan? Jika skor 0-0 hingga akhir babak pertama dan Madrid terus ditekan, Zidane dipercaya akan merubah formasi. Zidane mungkin akan memasukan Nacho menggantikan Benzema dan membuat Marcelo menjadi gelandang sayap. Ini pernah dilakukan oleh Zidane dan ini mirip dengan yang dilakukan Di Fransesco ketika berhasil mematikan Salah di Olimpico.
Artinya, kepintaran untuk memainkan strategi yang fleksibel didukung kedalaman skuad yang mumpuni menjadi faktor yang sangat vital. Itu semua terlihat jelas dengan Mohamed Salah masih di lapangan atau tidak. Sehingga bagi saya, Zidane dengan Madrid masih pantas untuk juara dan Liverpool harus memperbaiki hal ini, jika ingin lebih baik lagi musim depan. Â
Terakhir, doa saya, masih dapat menyaksikan Salah di Piala Dunia 2018 di Rusia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI