Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Viktor Frankl, Keindahan Puru Kambera, dan Kehangatan Keluarga Sesungguhnya

15 Maret 2018   22:52 Diperbarui: 15 Maret 2018   23:14 881
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berfoto di Puru Kambera I Dokpri

"Jika sudah dewasa, berkeluarga, jangan lupa pulang ke rumah" ujar ayah yang sering kami panggil dengan sebutan Papa, sambil tersenyum. Sebuah pesan yang disampaikan Papa, puluhan tahun yang lalu, ketika kami sekeluarga sedang berpiknik bersama, di salah satu pantai indah di barat pulau Timor, bernama Pantai Tablolong.

Itu adalah salah satu pesan paling mencuri perhatian saya dari begitu banyak pesan dan nasihat yang saya dengar darinya selama hidup. Pesan lain yang saya paling ingat lagi adalah, carilah istri yang berambut panjang dan berwajah seperti ibumu. Kedengaran aneh dan menggelitik, tapi sebetulnya sarat makna.

Papa memang senang menginisiasi kegiatan seperti piknik ke pantai ini dilakukan, apalagi ketika beberapa orang kakak pulang liburan dari studi mereka di luar NTT, provinsi dimana kami berasal. Keluarga kami, keluarga besar, saya adalah anak ke-7 dari tujuh bersaudara.

Papa memang sepertinya mengatur agar piknik bersama itu bukan sekedar hanya makan bersama, bermain dan bercengkrama tetapi mendisain agar dalam sukacita jalan-jalan itu,  kehangatan keluarga dapat menggambarkan makna yang lebih dalam.

Misalnya ketika ada perahu nelayan yang semakin menjauh dari pantai, Papa mulai mengatakan maknanya meski terdengar sederhana. Seperti jika menuntut ilmu jauh dari kampung, dan juga ekerja dan ingatlah  kembali untuk membahagiakan keluarga. Ketika matahari terlihat akan tenggelam atau Sunset, Papa akan bicara untuk selalu mengucap syukur dalam segala hal.

Sekarang hampir dari kami semua sudah sibuk bekerja dan mengurus urusan keluarga masing-masing. Seiring waktu, pesan Papa untuk rindu pulang ke rumah itu semakin saya pahami.  Papa sebenarnya tidak bermaksud mengatakan rumah dalam konteks  ini  sebagai rumah fisik dalam arti gedung, tetapi sebenarnya rumah dalam arti hubungan, hubungan antar sesama anggota keluarga. Rumah fisik boleh saja terpisah karena beda ruang dan waktu tetapi dalam hubungan antar anggota keluarga harus tetap terjaga dan terpelihara.

Filosofi Papa ini mengingatkan saya akan apa yang ditulis oleh Viktor Frankl, seorang filsuf  asal Jerman. Frankl dalam ironi penderitaannya menceritakan bahwa ketika ia terpisah dengan sang istri ketika sedang menjalani hidup di kamp konsentrasi Hitler di masa perang dunia kedua, mengusahakan untuk selalu berbincang-bincang dengan istrinya di dalam kepalanya.

Istri tercinta Frankl sedang berada di kamp yang lain, kamp konsentrasi perempuan. Mereka sebenarnya terpisah dalam ruang dan waktu, namun dari segi "hubungan" mereka tetap mesra. Meski kemesraan itu dilakukan dengan cara yang tak biasa.

Banyak orang yang mengalami keadaan seperti Frankl, akan merasa frustasi akan masa depannya. Mereka melihat kehidupan di titik ini sebagai sesuatu yang ambigu dan dipenuhi dengan absurditas. Tetapi dalam kondisi yang seperti itu Frankl tidak ingin terjebak dalam absurditas dunia, Frankl ingin menjadikannya menjadi lebih sederhana tetapi sarat makna. Frankl, tahu bahwa dalam kesederhanaan itu kebahagian itu akan terpancar dengan sendirinya.

Memaknai arti pulang ke rumah ini, bulan Februari lalu, saya bersama beberapa anggota keluarga memilih untuk berlibur sejenak dari kepenatan bekerja. Kami memilih ke Waingapu, Sumba Timur, di tanah humba yang tak pernah habis menawarkan pesona keindahannya.

Sebenarnya kami ingin mengulang nostalgia masa kecil kami ketika diajak berpiknik ke pantai oleh orang tua karena itu kami meminta untuk dicarikan tempat wisata yang indah tetapi dengan suasana pantai. "Puru Kambera...." ujar kak Rambu Eti, seorang rekan sekaligus guide kami di sana merespon keinginan kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun