Perasaan Antonio Conte sepertinya sedang tak menentu. Seharusnya pelatih asal Italia, ini lebih berfokus pada strategi timnya untuk meraih hasil maksimal di akhir musim, apalagi sudah menjejak Maret.
Musim lalu, di bulan ini, Conte larut dalam optimisme menyongsong gelar juara, tetapi kali ini, berbeda 180 derajat, Conte hanyut mencari kambing hitam saat jebloknya performa Chelsea. Sifat dasar manusia yang akan mencari kambing hitam lain yang lebih hitam dari dirinya untuk dipersalahkan kembali muncul.
Apa alasannya?. Conte terpojok. Seiring terpuruknya prestasi sang juara bertahan, yang berada di posisi ke-5 klasemen sementara, isu tentang penggantian Conte terus menguat.  Nama-nama seperti Luis Enrique, Max Allegri (Juventus) dan Sarri (Napoli) digaungkan oleh manajemen klub untuk menggantikannya  di akhir musim. Padahal Conte belum paripurna menunaikan tugasnya.
Conte meradang dan membalas, kalimat satire mulai keluar dari mulutnya.
"Manchester City memiliki kemungkinan untuk menghabiskan banyak uang dan ketika Anda menghubungkan dua situasi ini - seorang manajer yang bagus dan banyak uang untuk dibelanjakan di bursa transfer - inilah hasil keseluruhannya," ucap Conte, seusai pekan ke-28 selesai. The bluestertinggal 22 angka dari City.
Conte hendak menyatakan bahwa hasil luar biasa yang dicapai Manchester City karena mereka mau menghabiskan banyak uang sedangkan  Chelsea yang terkesan pelit, menginginkan hasil yang sama. Omong kosong.
Fakanya, memang untuk urusan transfer pemain ini, Chelsea memang kalah jauh dari City. Di musim panas City  menghabiskan dana lebih dari 200 juta Pounds untuk membeli sejumlah pemain baru dan berkelas seperti Bernardo Silva, Benjamin Mendy, Kyle Walker, Ederson, dan Danilo. Sedang Chelsea sibuk membajak pemain kelas dua dengan harga rata-rata.
Conte terus berusaha memainkan gaya bahasa satire disini. Gaya bahasa untuk menyatakan sindirian kepada keadaan yang dialaminya, yang diyakininya adalah karena sikap manajemen Chelsea. Dalam Satirenya, Conte berusaha menyadarkan manajemen bahwa inilah sebenarnya keadaannya.
Conte ingin menstimulasi pola berpikir manajemen Chelsea, bahwa substansi kegagalan Chelsea kali ini adalah bukan hanya pada kualitas pelatih tetapi juga  pada keroyalan klub untuk mengeluarkan duit membeli pemain bintang.
Seperti Gaius Lucilius (180 SM)Â yang sebagai tokoh satire yang dikenal pedas dan langsung (satirical hexameter) dalam menyampaikan maksudnya. Jika Lucilius memainkan satire dalam dunia politik dengan sasarannya pada skandal-skandal yang terjadi, Conte juga pedas dan langsung dalam menyampaikan keluh kesahnya sebagai seorang manajer sepak bola.
Kadar kepedasan dalam Satire Conte sepertinya masih dalam tahap wajar, karena banyak ahli yang mencoba membedakan antara satire dan sarkasme di dalam kasus yang sama. Jika satire itu suatu sindiran halus, maka sarkasme itu kasar.