Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Persebaya Tersisih, Dewi Fortuna, dan Sepak Bola yang Menghibur

3 Februari 2018   19:31 Diperbarui: 3 Februari 2018   22:53 1779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Persebaya, tampil menghibur tapi harus pulang I Gambar : Merdeka

Puncak dari adu penalti antara Persebaya melawan PSMS di laga 8 besar Piala Presiden 2018 menurut saya adalah ketika tendangan Otavio Dutra bisa diblok Abdul Rohim. Setelah itu, semesta seperti sudah mengatur berjalannya waktu hanya untuk melihat Persebaya gagal menang.

Kaki Dutra melangkah yakin ke kotak penalti. Dadanya sedikit membusung, sedikit senyum tersungging dari bibirnya. Disisi lan, sebelum Dutra menendang, kamera Televisi menyorot pelatih Persebaya, Alfredo Viera  yang terlihat tersenyum. Viera terlihat yakin bahwa Dutra akan berhasil dan Persebaya akan lolos.

Pecinta sepak bola Indonesia tahu siapa Dutra. Bek tengah yang pernah bermain di Persipura Jayapura dan membawa Bhayangkara juara Liga 1 ini sudah dikenal sebagai eksekutor penalti terbaik yang pernah dilihat di kancah persepakbolaan Indonesia. Ketika Dutra memperkuat Persebaya pada tahun 2011, Dutralah sang algojo utama.

Di tengah menterengnya curriculum  vitae Dutra, di bawah gawang berdiri seorang Abdul Rohim, pemuda yang baru merintis karir di kancah elit sepak bola Indonesia sebagai seorang kiper. Berdiri bergeser sedikit ke kiri, Dutra mempressing  datar bola,  Rohim melompat ke arah yang benar, tapi bola sepertinya akan meluncur lebih lambat melalui bawah tubuhnya. Ah, bola tak mau masuk gawang. Bola memilih untuk berbentur dengan kaki Rohim.  

Dutra tak percaya. Rohim lebih tak percaya. Pandangannya kosong, ternyata pertandingan belum selesai. Rohim seperti bermimpi, bisa menghentikan tendangan Dutra, dan membuat dunia seakan berhenti bagi para bonek di Stadion Manahan Solo. Tak ada ciuman di logo klub di kaos, tak ada selebrasi kemenangan. Hening.

Dutra melangkah pelan kembali ke tengah lapangan. Kepalanya hanya bisa tertunduk dan sesekali menggeleng-gelengkan kepala.  Sang algojo seperti tak percaya, bahwa kali ini eksekusinya tak memakan korban. Di kubu PSMS, mereka tersenyum. Buah dari kepasrahan. Setelah kegagalan Dutra, saya tinggal menunggu siapa lagi yang akan gagal, dan orang itu adalah Osvaldo Haay. PSMS menang dan menjadi tim pertama yang lolos ke semifinal.

Sebelumnya, Angin memang lebih mengarah ke Persebaya hingga saat itu (adu penalti). Apalagi sehari sebelum bertanding, Viera sudah yakin akan menang, bahkan lewat penalti sekalipun. "Kami sudah biasa latihan penalti. Bukan hanya karena esok ada kemungkinan bisa penalti. Jadi memang sudah ada eksekutor untuk itu" ucap Viera, selepas jajal lapangan kemarin.

Viera mungkin lupa, bahwa kemenangan penalti tak cukup hanya latihan dengan algojo-algojo pria hebat seperti Ferry Pahabol ataupun Otavio Dutra. Babak penalti itu juga membutuhkan seorang wanita bernama Dewi Fortuna.

Dewi  mitologi Romawi yang juga dikenal dengan nama Tykhe di Yunani  ini digambarkan dalam posisi berdiri di atas sebuah bola. Rambutnya terurai panjang, dengan tangan terangkat. Mungkin lagi memilih untuk memihak pada siapa. Wujud Fortuna seperti ini hendak menginterpretasikan bahwa kesempatan, keberuntungan, atau takdir itu tidak selalu stabil, Dewi Fortuna sulit diduga, ibarat wanita pada umumnya. Sulit diduga, dan itu yang terjadi di Manahan sore tadi. Fortuna bisa mencintai Persebaya selama 90 menit, tetapi Fortuna lebih memilih mencumbu PSMS di babak adu penalti.

Ah..lupakan sejenak dewi keberuntungan itu. Karena ada hal lain yang penting dan harus dirayakan. Pertandingan pertama babak 8 besar ini sangatlah menarik dan menghibur. Persebaya tampil agresif, PSMS tampil taktis. Jajang Nurdjaman (PSMS) dan Viera (Persebaya) mampu menunjukkan bahwa mereka dua dari sedikit pelatih berkualitas di kompetisi Indonesia. 

Taktisnya PSMS mampu membawa mereka bisa unggul 3-1 lebih dahulu. Namun keagresifan Persebaya dengan semangat pantang menyerah membawa mereka bisa menyamakan kedudukan 3-3. Hingga 90 menit berakhir.

Kedua kesebelasan patut mendapatkan apresiasi untuk penampilan yang menghibur itu. Pemain-pemain muda seperti Irfan Jaya (Persebaya) dan Frids Batuan (PSMS) memperlihatkan bahwa mereka calon pemain masa depan Indonesia. 

Kecepatan, keberanian dan skill yang mumpuni membuat mereka mampu menghibur penonton di Manahan atau yang menyaksikan lewat layar kaca. Luis Milla yang ada di Stadion juga mungkin akan bingung memilih skuad di Asian Games nanti.

Kualitas pemain asing di kedua tim juga memperlihatkan bahwa kedua klub "cerdas" memilih pemain asing, dan bukan sekedar asal pilih berdasarkan keterkenalan dan lain-lain. 

Kualitas Lobo (Brasil) di lini belakang, Sadney (Namibia) dan Yesooh (Pantai Gading) mampu membuat PSMS juga dapat tampil atraktif dengan serangan baliknya. Di sisi lain, Dutra dan Pugliara memberikan keseimbangan di Persebaya.

Kedewasaan pemain di lapangan juga patut diberikan acungan jempol. Hadiah penalti dan kartu kuning tidak direspon secara berlebihan oleh para pemain. Benturan antara Ruben Sanadi dan Sadney, malah bisa diakhiri dengan jabat tangan di depan wasit Thoriq Alkatiri. 

Penonton sudah jenuh juga jika harus melihat kegarangan memprotes dan berkonflik di lapangan melebihi pertarungan menghibur dan atraktif di lapangan.

Dan akhirnya Suporter. Kain Ulos dibentangkan oleh sekelompok kecil suporter PSMS berhadapan dengan puluhan bendera hijau besar yang dikibarkan oleh ribuan suporter Persebaya. Pemandangan yang menarik bahwa unsur budaya dapat disandingkan dengan sepak bola, dan perbedaan itu terlihat sahih dalam damai. Selain itu, bonek sangat aktraktif, seperti biasa. Lompatan, goyangan dan teriakan membahana hampir sepanjang pertandingan mendukung bajul ijo. Meski di waktu water break, pengarah pertandingan mengingatkan bahwa jika makan di warung kaki lima sekitaran stadion harus tetap bayar. Jangan pergi begitu saja. Ah..oknum...

Akhirnya, pertandingan ini harus dirayakan. Lupakan sudah PSMS menang dan Persebaya kalah. Mari merayakan bahwa sepak bola Indonesia sudah semakin menghibur dan semoga bisa diikuti dengan pertandingan lain di 8 besar.

Tabik!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun