Namun ketika kita bangun, jejaknya itu berlalu bahkan hanya meninggalkan sejumput ingatan. Meneriakkan mimpi itu bukan tanpa dampak. Ketika kita berpikir, konsep diurai, seringkali proses ini tidak kita sadari. Dalam ketidaksadaran kita, kita berharap bahwa konsep itu menjadi kenyataan. Namun ketika itu tidak terjadi maka pintu penderitaan pun terbuka bagi kita.
Penderitaan itu datang ketika, ketika keterkungkungan konsep tergerus perlahan-lahan seiiringnya tercabutnya kenyataan.
Sanchez yang bermimpi akan mendapat gelar liga premier dengan Arsenal yang diasuh Wenger tidak mendapatinya. Mkhitaryan yang meraung-raung agar Dortmund melepasnya ke Manchester United masih sempat membangun konsep dalam mimpi itu bernada indah, ketika menjadi tokoh sentral trofi Europe League bersama MU, namun kali iniMourinho sendiri yang mencabut mimpi itu.
Sekarang mereka berdua mencoba lagi merenda mimpi di tempat yang baru. Sanchez di MU dan Mkhitaryan di Arsenal. Mengira mimpi adalah  realita adalah kesalahan terbesar. Apalagi membiarkan mimpi terlalu diumbar kepada khalayak.
Jika ada yang yakin bahwa kedua pemain itu akan membawa kepada kejayaan seperti yang dijanjikan, bisa jadi kita sudah melakukan kesalahan. Bolehlah mengagungkan skill dari seorang Alexis Sanchez, namun lelaki ini masih harus beradaptasi, dan ini di MU yang selalu diberikan target tinggi, dan klub yang dikenal tak sungkan menendang pemain yang tak disukainya, segampang Mourinho mencaci maki wasit dan pelatih lain.
Seharusnya yang sedikit bisa menyentuh realita adalah kehadiran Mkhitaryan. Pria berusia 29 tahun ini datang di klub yang hopeless. Mereka sebenarnya sudah kenyang dengan ujaran mimpi dari pemain baru mereka.Â
Mereka hanya berharap "sedikit" saja kontribusi, dan itu sudah lebih dari cukup. Pantas saja, Wenger hanya berkata bahwa Mkhitaryan  adalah seorang pemain "World Class", tetapi bukan bintang.
Gaji selangit Sanchez menekannya, jika tidak bisa tampil baik, vonis tentara bayaran pantas untuknya. Jika Mkhitaryan tidak tampil baik, tak usah memakinya, tambah saja level kesabaran dan belas kasih kepada Opa Wenger. Tahun ini, bisa jadi tahun terakhirnya.
Sekarang, nikmati saja mimpi-mimpi selayaknya pecinta klub mendaptkan pemain baru. Tak ada salahnya menitip harap, tetapi sadar bahwa realita itu juga akan menyakitkan. Jika tak mampu mengendalikannya, kita bisa gila. Anda mau gila?. Saya tidak.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H