Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menyapa Picasso di Galeri Seni Queensland

30 November 2017   18:25 Diperbarui: 30 November 2017   22:05 2070
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Words and Pictures (Sbr Gbr : Arnold)

Seperti biasa sungai Brisbane terlihat tenang di akhir November. Meski sesekali hujan datang mengguyur, namun air sungai Brisbane tetap tersupremsi di bawah kaki Story Bridge. Memang jembatan besar  sepanjang kurang lebih 1000 meter itu terlihat anggun dan gagah di atas lebarnya sungai Brisbane.  Tenang dan mempesona.

Bergandingan dengan itu, kehidupan manusia di Brisbane bergerak  cepat. Terlihat melalui langkah kaki mereka. Ini bukan sekedar  pengaruh tungkai mereka yang panjang, namun simbol yang  sahih dari betapa kompetitifnya kehidupan di sini. Cepat. Sesekali saya tersenyum karena selalu kalah cepat melangkahkan kaki dari orang-orang disini, meski usianya jauh lebih tua.

Siang ini, saya memilih menepi dari kehidupan semacam ini. Meski hanya memiliki waktu kurang lebih sejam, berkunjung ke Galeri Seni Queensland (GSQ) menurut saya adalah salah satu pilihan yang tepat. Terletak di Stanley Place, Cultural Precinct, South Bank, galeri ini gampang ditemukan di tengah kota Brisbane. Seperti galeri umumnya, tak banyak pengunjug, dan syukurnya tidak akan menemukan langkah kaki cepat di sini.

"Hello" sapa petugas pengamanan di galeri ini dengan senyum ramah ketika saya memasuki pintu masuk mereka. Petugas pria itu lantas mempersilahkan saya untuk menaruh tas punggung saya di locker. Tas selempang hitam saya diijinkan untuk dibawa. Prosedur ini, mungkin bukan hanya sekedar bertujuan mencegah pencurian, tetapi juga memberikan kenyamanan bergerak di tengah banyaknya karya seni yang bernilai di galeri yang dapat terbilang tua karena didirikan sejak 1895.

Pada pandangan pertama, sekilas, galeri menawarkan ruang yang banyak untuk komposisi dari indigenous, disebut sebagai Indigenous art. Lukisan-lukisan pria Aborigin, bumerang dan kehidupan sosial budaya cukup mendominasi beberapa bidang dinding galeri yang berwarna putih itu.

La Belle Hollandaise , Picasso, 1905 ( Sbr Gbr : Arnold)
La Belle Hollandaise , Picasso, 1905 ( Sbr Gbr : Arnold)
Menurut saya, proporsi ini bukan saja representasi dari sebuah cerita berkandung nilai seni mengenai bagaimana kerasnya penduduk asli berjuang di tengah modernisme, namun ini sebuah atribut pengingat bahwa pemilik tanah asli di tanah Australia adalah indiginous, penduduk asli, orang aborigin, Aboriginese. Apalagi saya mendapatkan informasi bahwa ini dilakukan atas inisiatif bersama antara pihak galeri dan komunitas indigenous.

"Karya-karya ini sebagai simbol agar harus selalu ada hormat bagi mereka?" tanya saya "usil" pada Dianne, guide cantik berkacamata mengenai indigenous art. "Mereka katamu?. Mereka adalah kami" jawab Dianne sambil tersenyum. Aha, bagi saya jawaban yang menarik ini membuat Dianne semakin bertambah cantik.

Menemukan  Dianne, yang berseragam hitam di galeri seni bukanlah hal yang sulit. Mendekatkan tubuh lebih dekat saja ke lukisan sambil berlenggok ingin meraba bagian lukisan, maka Dianne akan dengan cepat melangkah ke arah saya, tentu tanpa teriak khas timur membentak. Dengan halus dan pelan, dia akan mengingatkan bahwa itu tindakan ilegal. Jika kita pernah ditegur, maka jangan harap dia akan jauh dari kita. Positifnya, kita bisa lebih banyak bertanya padanya.

"Apa lukisan yang paling menyedot perhatian orang ketika berkunjung kesini Dianne?" tanya saya padanya setelah selesai menikmati karya tentang penduduk asli. " Aha...Picasso" jawab Dianne. "Hmm...Picasso" gumam saya dalam hati. Kata "Kubisme" langsung terngiang-ngiang dalam pikiran saya.

Gaya kubisme jelas sulit dikenali, dengan penikmat seni kelas amatiran seperti saya ini, maka saya tentu akan sulit "mencerna"  karya kubisme pelukis asal Spanyol, yang sudah melahirkan kurang lebih 20.000 lukisan sepanjang hayatnya itu. Jika harus memilih, saya lebih memilih untuk tetap menikmati karya penduduk asli. Tetapi sudahlah, kata banyak orang, karya seni bukanlah untuk dicerna tetapi untuk dinikmati. Jangan percaya, keduanya sama-sama sulit. Namun untuk "menghormati" Dianne dan tentunya Picasso, kali ini saya akan mencoba menyapanya- Picasso.

Dianne berhenti di sebuah sudut dinding yang memang strategis untuk dapat dilihat banyak orang.  "Ini karya Picasso" ujar Dianne tersenyum ketika saya sudah berdiri sejajar dengan  dirinya. Tangan kanan saya langsung mengelus janggut pendek saya yang jarangketika berada di depan lukisan itu. "Hmm..." kali ini tidak di dalam hati, malahan suara saya terdengar oleh Dianne.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun