Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Cerita Mantra dan Keindahan Danau Ranamese di Manggarai

22 September 2017   23:53 Diperbarui: 23 September 2017   09:19 5047
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Air Terjun Ranamese (Dok. Pribadi)

Sepeda motor kami melaju ke arah Borong, Manggarai Timur ketika hari minggu masih pagi. Kami dari kota Ruteng,  terbersit sedikit cahaya mentari saat kami mulai meninggalkan kota dingin itu. "Kita akan pergi ke kota hangat pak (Borong)" kata Kaka Frids tersenyum. Kaka Frids,  begitu saya memanggil pria  yang mau berbaik hati mengantarkan saya ke Borong.

Sepanjang perjalanan, Kaka Frids tak henti bercerita. Mulai dari cerita tentang Gunung Pocoranaka, gunung tertinggi di Manggarai dan juga tentang beberapa budaya di Manggarai. Saya antusias seraya kagum meski tak heran, karena lelaki berusia medio 30-an ini adalah seorang guru sosial budaya di salah satu sekolah di Ruteng.

"Sudah di Ranamese pak, ayo berhenti, sedikit beristirahat" kata Kaka Frids sesudah 30 menit kami meninggalkan Ruteng. Kami pun berhenti di sebuah titik yang disarankan oleh Kaka Frids. Sebuah kawasan yang dingin dan terlindungi  dengan deretan pohon pinus besar yang seperti bergandengan erat.  "Bisa lihat danau Ranamese dari sini Pak" kata Kaka Frids.

Danau Ranamese dari Ketinggian (Dok. Pribadi)
Danau Ranamese dari Ketinggian (Dok. Pribadi)
Benar, di sela-sela pepohonan tinggi, di bawah sana terlihat  telaga besar yang kala itu tak sedikitpun beriak pecah, terlihat sangat tenang. Hanya siluet bayangan hitam  karena memantulkan mendung di permukaan dengan sedikit cahaya. Danau Ranamese!.

"Bisa ke sana kaka Frids?" tanya saya, tak sabar untuk lebih mendekat ke lokasi. "Bisa pak, tapi harus masuk ke kawasan Kehutanan" jawab kaka Frids. Tak perlu waktu lama, kami akhirnya sudah berada dalam kawasan yang dimaksudkan oleh kaka Frids.  Secara teritori, Danau Ranamese ini masuk dalam wilayah  Taman Wisata Alam (TWA) Ruteng  yang dikelola langsung oleh Kementerian Kehutanan.

Masih sepi meski ada penjaga sekaligus pemungut karcis masuk di pintu gerbang. Setelah itu, kami dibiarkan sang penjaga untuk menjelajahi tempat itu. "Ke kanan kalau mau lewat dan lihat air terjun, dan ke kiri kalau mau langsung ke danau" kata sang penjaga, yang cepat berlalu sesudah kaka Frids memberi isyarat bahwa dia mengerti jalur yang dimaksudkan.

"Kaka Frids pernah ke sini?" tanya saya beberapa saat setelah kami mulai menapak  jalan kecil diantara pepohonan besar. "Belum pernah Pak Arnold" jawab kaka Frids sambil tersenyum.  Saya pun langsung membalas senyumannya dengan senyuman kecil meski  sedikit menggelengkan kepala tanda tak percaya.

Air Terjun Ranamese (Dok. Pribadi)
Air Terjun Ranamese (Dok. Pribadi)
Kaka Frids lanjut menjelaskan bahwa dia jarang sekali memiliki waktu untuk sekedar berekreasi, termasuk ke danau Ranamese ini. Selain sibuk, Kaka Frids juga beralasan tempat ini terlihat "angker". Setelah sekitar sepuluh menit berjalan kaki, kami akhirnya sampai ke area air terjun. Terlihat air dengan debit besar mengalir dari ketinggian 3-5 meter.

"Pak Arnold, mohon ijin, kita membaca mantra dulu" kata kaka Frids tiba-tiba. Kaka Frids sontak mengeluarkan handphonenya dari saku celananya. "Pak Arnold diam saja, saya akan baca mantra untuk wilayah pepohonan, meski tadi sempat terlupakan, namun tidaklah terlambat" lanjut kaka Frids.

Suara kaka Frids terdengar sayup-sayup membaca mantra dengan bahasa Manggarai. "Sudah Pak Arnold" kata kaka Frids sembari mengajak saya melanjutkan perjalanan. Kaka Frids lalu bercerita bahwa hal ini disarankan oleh ayahnya ketika hendak memasuki wilayah yang dipenuhi dengan cerita budaya mistis seperti Ranamese.

Danau Ranamese, Indah (Dok. Pribadi)
Danau Ranamese, Indah (Dok. Pribadi)
Kaka Frids lanjut bercerita tentang asal mula adanya danau Ranamese ini. "Ramamese terjadi sesudah pertarungan antara Rana Nekes dan Rana Hembok" ujar Kaka Frids.  Manusia bernama Kae Unu membantu makhluk halus dari pihak Rana Nekes melawan makhluk halus lainnya dari wilayah tetangga bernama Rana Hembok. Rana Nekes akhirnya dapat menang atas bantuan Kae Unu dan sebagai hadiah air dari Rana Hembok berpindah ke Raja Nekes dan akhirnya menjadi telaga besar dan luas bernama Ranamese ini.  

Tak sekali kaka Frids membaca mantra tersebut. Ketika memasuki kawasan danau Ranamese, kaka Frids melakukan hal yang sama. Ketika memasuki wilayah danau,  kaka Frids mengatakan sesuatu kepada saya. "Pak Arnold, kita lupa bawa rokok, sudah mulai gerimis" katanya. Memang gerimis waktu itu, namun apa hubungannya dengan rokok?" tanya saya dalam hati.  Meski masih terus bertanya-tanya, kuanggap ini sebagai gambaran penghormatan dari Kaka Frids terhadap  alam.

Danau Ranamese, sangat tenang (Dok. Pribadi)
Danau Ranamese, sangat tenang (Dok. Pribadi)
Bagi saya, alam Ranamese memang harus dihormati. Hutan yang lebat, udara yang bersih dengan air yang melimpah membuat telaga ini harus terus tetap dijaga. Terlalu sayang apabila pohon pinus dan beraneka ragam tanaman didalamnya harus rusak apabila dikunjungi oleh pengunjung yang tak bertanggung jawab.

Buktinya, beberapa meter dari danau Ranamese , lopo-lopo (tempat berteduh)  telah tersedia untuk para pengunjung, namun tak sedikit sampah plastik juga terlihat di sekitar lopo tersebut. Paradoks terlihat berjalan ketika alam yang begitu tentram di "sana" perlahan-lahan terancam terkontaminasi oleh perilaku tanpa rasa hormat.

Selain itu, bagi saya ancaman illegal logging tetap harus diwaspadai. Apakah mungkin hal itu dapat terjadi di kawasan yang terlindungi seperti ini?  Menurut saya, di negeri ini tak ada yang tak mungkin, apalagi jika sudah bicara tentang uang. Kedangkalan pikiran seringkali mengorbankan keindahan alam seperti ini. Tanpa rasa hormat.

Pohon Pinus, Anggrek dan beraneka tumbuhan (Dok. Pribadi)
Pohon Pinus, Anggrek dan beraneka tumbuhan (Dok. Pribadi)
"Ayo lekas Pak, kita masih harus ke Borong" teriak Kaka Frids memecah kekaguman saya dan risau saya akan indahnya Ranamese.  Kami pun lekas beranjak pergi, tak ada lagi mantra yang dilantunkan Kaka Frids, tetapi dia terlihat "hormat" ketika  kami menyusuri alam Ranamese menuju gerbang keluar.

Saya tak perlu banyak lagi bertanya kepadanya, saya hanya perlu menyimak. Keindahan alam ini memang akan selalu terjaga dengan rasa hormat seperti yang dimiliki kaka Frids, meski bentuknya dapat saja berbeda. Pelajaran hari ini, keindahan alam bisa saja hanyalah sebuah kesementaraan, tetapi rasa hormat untuk sebuah keindahan akan terpapar setiap detik dalam detak semesta ini. Sesuatu yang tentu akan sangat berharga. Sampai jumpa Ranamese...

Bersama kaka Frids (Dok. Pribadi)
Bersama kaka Frids (Dok. Pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun