Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Kapitän Philipp Lahm, Ambisi dan Keputusan Pensiun

21 Mei 2017   08:08 Diperbarui: 21 Mei 2017   10:53 754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ancelloti sangat yakin bahwa sang kapten itu masih bisa melakukan hal luar biasa di umur 30-an, seperti anak asuhnya yang lain yang belum berniat pensiun. Contohnya, Arjen Robben (33 Tahun) dan Ribery (34 tahun. Di luar Bundesliga lebih banyak lagi, ada Gianlugi Buffon (39 tahun), Daniel Alves (34 tahun) atau seperti Totti (40 tahun) yang masih ingin menunjukkan performa terbaik mereka.

Namun banyak juga yang mengatakan bahwa persoalan terbesar di balik keputusan pensiun Lahm adalah masalah ambisi. Lahm tidak mempunyai ambisi lagi sebagai pesepakbola untuk menjadi pemenang setelah mendapat sederetan gelar dari berbagai kompetisi.

Jika tidak mempunyai ambisi lagi maka kehidupan seperti sudah berhenti, seperti yang dikatakan oleh penulis buku berjudul Success dan Excellence , J Pincott. Pincott mengatakan bahwa ambisi itu adalah sebuah keinginan teguh untuk melakukan yang terbaik. Ambisi memotivasi untuk terus menerus memberikan tantangan bagi diri sendiri.

Ambisi pula yang mendorong untuk mewujudkan mimpi-mimpi, harapan besar yang seharusnya tetap setinggi langit dan yakin semua itu dapat diraih. Ambisi  yang mengalahkan hambatan bisa mewujudkan hal-hal luar biasa dalam hidup kita.

Jika berkaca dari maksud ambisi ini, maka kita tidak heran jikalau pesepakbola Gianluigi Buffon di usia 39 tahun terus menjaga stamina dan konsentrasinya dengan baik hanya untuk gelar Liga Champions yang belum dapat diraihnya. Ada pula Daniel Alves yang lebih memilih meninggalkan Barcelona untuk menyebrang ke Juventus demi menjaga ambisinya.

Namun banyak contoh lain pesepakbola yang juga kehilangan ambisi di lapangan hijau seperti Lahm. Pesepakbola yang didaulat sebagai pesepakbola Asia terbesar asal Jepang, Hidetoshi Nakata memilih pensiun dari sepak bola di usia 29 tahun dan lebih aktif dunia fashion dan model. Mantan gelandang AS Roma ini telah kehilangan ambisi di sepak bola.

Hidetoshi tidak sendirian. Pada Maret 2017, King Eric Cantona juga buka-bukaan mengenai alasan pensiun dari sepak bola ketika masih berusia 30 tahun. Memberikan 9 gelar dalam 5 tahun merumput bersama Manchester United, Cantona jujur mengatakan bahwa kehilangan ambisi adalah alasan utamanya untuk pensiun.

 "Saya kehilangan gairah dalam pertandingan," kata Cantona yang kini berusia 50 tahun.

Apakah keputusan Lahm, Nakata dan Cantona adalah sebuah kesalahan? Tentu tidak. Keputusan pensiun adalah keputusan pribadi.  Platini (32 tahun), Zinedine Zidane (34 tahun) hingga Marco Van Basten (31 tahun) juga memilih untuk angkat kaki dari lapangan hijau karena alasan masing-masing.

Para insan ini seperti memberi pesan bahwa mereka tidak mau mengotori indahnya lapangan hijau dengan permainan yang tanpa gairah lagi. Mereka tahu persis bahwa jikalau sudah di lapangan mereka harus memberikan 100 persen kemampuan secara raga sekaligus bermain dengan jiwa mereka.

Di sepak bola modern, hal ini sudah jarang terlihat. Demi uang para pemain rela memainkan setengah jiwa raga mereka di lapangan dan akhirnya harus dipaksa untuk keluar dari klub. Terkecuali bagi mereka yang berjiwa besar dengan talenta besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun