10 September 2006, Stadio Romeo Neri. Juventus untuk pertama kalinya bermain di Seri B melawan Rimini. Tak ada lagi Zlatan Ibrahimovic, Patrick Vieira, Fabio Cannavaro, Lilian Thuram, Emerson, dan juga Gianluca Zambrotta di lapangan bersama Si Nyonya Tua.
Skandal Calciopoli sudah terlampau membuat mereka malu untuk harus turun kasta ke Seri B. Didier Deschamps yang melatih Juventus kala itu harus rela bahwa nama-nama bintang besar di atas terpaksa digantikan oleh pemain-pemain muda seperti Giorgio Chiellini, Matteo Paro, dan Raffaele Palladino.
Di antara semua kisah sedih ditinggalkan pemain bintang dan turun kasta tersebut, masih ada kisah kesetiaan di dalamnya. Sepanjang 90 menit pertandingan yang berakhir 1-1 itu, di bawah mistar gawang Juventus berdiri seorang pria yang terus memberikan 100 persen bagi Bianconeri, yaitu Gianluigi Buffon.
Berusia 28 tahun kala itu, Buffon sebenarnya terus dirayu untuk segera pindah di klub besar setelah Juventus terdegradasi. Buffon tak goyah dan memilih terus bertahan. Ia tetap loyal dan memilih berjuang dan bangkit bersama dengan Juventus di saat yang lain pergi.
"Juve membantu saya menjadi juara dunia dan oleh karena itu saya berutang banyak pada mereka," ujar Buffon beralasan untuk tetap tinggal..
Buffon memang berutang banyak pada Juventus. Buffon yang pada 2001 berpindah dari Parma ke Juventus ini memang menemui karir terbaiknya bersama Juventus. Ditransfer dengan 51 Juta Euro, Juventus memilih mempersilahkan kiper sekelas Edwin Van De Sar pergi untuk memberi tempat kepada Buffon muda.
Kepercayaan Juventus membuat Buffon tampil ciamik, hingga tim nasional memanggilnya. Akhirnya bersama timnas Italia, Buffon berhasil menggondol gelar juara dunia tahun 2006. Sayang, hanya kurang dari satu bulan sejak gelar itu, Juventus harus dipaksa turun ke Serie B karena terbukti bersalah dalam kasus calciopoli.
Sesudah pertandingan perdana melawan Rimini itu, Juventus terus berjuang dengan pasukan “seadanya” itu. Syukur, Juventus akhirnya menjadi kampiun Serie B setelah mengoleksi 28 kemenangan, 10 hasil imbang, dan hanya 4 kali kalah.
Tetapi badai tak berhenti datang, walaupun sudah kembali ke Serie A, permainan Juventus masih pasang surut dan belum menentu. Hal tersebut membuat Juve tetap terpuruk dan terus berganti pelatih pada periode 2007-2010. Nama-nama seperti Ranieri, Zacheroni hingga Luigi del Neri bergantian menjadi pelatih.
Dalam keadaan "tidur" tersebut, Buffon mengambil sikap untuk membangunkan para pemain dan juga manajemen pada tanggal 1 November 2009, saat Juventus merayakan ulang tahun. “Seragam ini amat berat. Kalau kalian tidak sanggup menanggungnya, tidak usah masuk ke lapangan” ujar Buffon keras saat Juventus baru ditekuk Napoli 2-3 di kandang sendiri setelah sebelumnya unggul 2-0.
Ucapan itu membangunkan Juventus baik di ruang ganti pemain ataupun di kantor ekslusif milik manajemen. Andrea Agnelli yang mengambil kursi Presiden pada tahun 2010 akhirnya berjuang membangun Juve kembali, setelah terlecut dengan ucapan Buffon..
Buffon memang menegaskan bahwa setiap orang di Juventus harus mempunyai semangat khas Juve agar dapat menanggung beban sebagai bagian dari mewujudkan mimpi Juventus. Lo Spirito Juve. Agnelli akhirnya merekrut Conte, dan bersama Buffon Cs mereka kembali berhasil merajai Seri A hingga 3 periode berturut-turut 2012-2014.
Perlahan-lahan, Juve bersama Buffon kembali memanen hasil kerja keras mereka. Saat berhasil meraih Scudetto pada tahun 2012, Buffon kembali mengenang saat-saat mereka dalam perjuangan di Serie B. "Tahun-tahun di Serie B adalah sesuatu yang saya ingat dengan kesenangan karena saya bertahan dan berutang pada fans untuk melakukannya. Akan menjadi terlalu mudah jika pindah pada saat itu," ujar Buffon yang bahagia karena dengan memilih untuk bertahan, dia bisa kembali sukses bersama Juve.
Tahun 2017 ini Buffon sudah genap berusia 39 tahun. Buffon yang tak lagi muda itu tetap memelihara semangat untuk meraih yang terbaik bagi Juventus. Dalam karirnya, Scudetto, Coppa Italia dan Gelar Piala Dunia sudah direngkuhnya, hanya gelar Liga Champions yang masih dalam mimpinya..
Memang trofi Liga Champions adalah sebuah lubang kecil dalam karir Buffon. Buffon pernah begitu dekat dengan gelar juara Liga Champions. Namun, dua kali menembus final, kiper Juventus itu harus puas menjadi runner-up, pada tahun 2002/2003 dan 2014/2015.
“Gelar juara Liga Champions akan sangat berarti bagi saya. Itu akan jadi kebahagiaan terbesar dalam karier saya, bersama-sama dengan Piala Dunia (2006), karena itu hampir merupakan sebuah penghargaan untuk akhir dari jalan yang sangat sulit dengan keberanian, keras kepala, dan kerja keras," ucap Buffon akan mimpinya tersebut.
Keberanian, keras kepala dan kerja keras memang diperlihatkan oleh Buffon selama 16 tahun berseragam Juventus, dan banyak pihak yang merasa inilah saat yang tepat bagi Buffon untuk meraih trofi Liga Champions untuk segala pengabdiannya tersebut. Sekarang atau tidak sama sekali, begitu kira-kira.
"Buffon pantas mendapatkan gelar ini (Liga Champions). Saya juga ingin melihat dia memenangi Ballon d'Or berikutnya," ucap mantan pemain Barcelona Xavi.
Buffon bersama Juve sudah di final Liga Champions musim ini. Pertaruhan Buffon untuk meraih “Si Kuping Besar” akan dibuktikan pada 4 Juni nanti kala Juve melawan Real Madrid.
Apakah Buffon akan meraihnya nanti? Belum ada yang dapat memastikan. Namun meskipun begitu, tidak dapat dipungkir bahwa banyak hal baik yang telah diwariskan oleh Buffon bukan saja bagi Juventus tetapi bagi dunia sepak bola itu sendiri.
Tanpa disadari, Buffon meninggalkan banyak warisan penting. Buffon telah membuat nilai kesetiaan, kerja keras itu menular kepada para pemain yang lebih muda pada saat bersama-sama. Salah satunya Giorgio Chiellini yang sekarang berubah menjadi tembok tebal di lini pertahanan Juventus. Chiellini menganggap Buffon adalah inspirasi baginya dan kunci sukses Juve hingga saat ini.
Soal kepemimpinan, rival Buffon di AS Roma, Daniel De Rossi mempunyai pendapat sendiri. "Buffon punya mental juara dan mentalitas yang luar biasa. Dia adalah pemain yang selalu ingin menang, bahkan di setiap latihan," ujar De Rossi. "Dia adalah nilai yang hebat di dalam lapangan maupun dalam ruang ganti," tambah gelandang senior timnas Italia ini.
Bintang Juve era sekarang, Dybala juga ikut berkomentar. "Buffon adalah pemimpin. Pertama kali bertemu dia, saya sangat kagum. Dia memperlihatkan hasrat besar untuk berkembang dan ingin menang," ungkapnya pemain yang dijuluki La Joya ini.
Senior yunior merasakan apa yang telah dilakukan Buffon di dalam dan di luar lapangan. Buffon tak tinggi hati dengan segudang pujian ini, semakin di atas Buffon semakin merendah. “Jika Anda tetap rendah hati, tidak ada mimpi yang tak terjangkau”ujar Buffon.
"Pada setiap laga, saya ingin menunjukkan bahwa saya pantas bermain di level ini meskipun usia saya sudah tua. Saya ingin bekerja keras setiap hari untuk mencapai tujuan ini. Saat saya pensiun nanti, saya ingin orang sedih dengan keputusan itu," tambah Buffon.
Artinya apa? Jikalau akhirnya Buffon mengakhiri karirnya tanpa trofi Liga Champions pun, Buffon tetaplah seorang pewaris sejati. Warisannya untuk sepak bola tidak akan sebanding dengan trofi apapun. Warisan memang tak harus sebuah trofi. Terimakasih Buffon!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H