20 hari ini Juventus akan memasuki tahap terpenting dari segala usaha mereka di musim ini. Besok, mereka akan berhadapan dengan Lazio di laga final Coppa Italia.
Selang beberapa hari kemudian Crotone akan menjadi lawan Bianconeri dalam usaha membuat sejarah dengan meraih scudetto keenam secara berurutan. Pada akhirnya, di 3 Juni, Real Madrid akan menguji kepantasan Juventus untuk menguasai kompetisi di kasta tertinggi Eropa, Liga Champions.
Massimiliano “Max” Allegri sumringah mendapati bahwa timnya telah mencapai titik ini. Hal itu dia sampaikan dalam konferensi pers menjelang laga melawan Lazio. "Inilah saatnya memulai memanen apa yang telah kami tanam selama ini” ujar Allegri dengan optimisme tinggi.
Mungkin ada yang ingin mengatakan bahwa Allegri sudah mulai sombong, tetapi tentu banyak juga yang menyetujui bahwa Allegri pantas mengekspresikan kebahagiaan untuk apa yang telah dicapai hingga saat ini di Juventus.
Apalagi merujuk untuk apa yang dialaminya pada hari-hari awal masa tanam di Juventus. Pelatih asal Livorno ini langsung mendapat sorotan negatif tifosi saat diperkenalkan pada 16 Juli 2014. Ratusan fans fanatik Juventus ini hadir di pusat pelatihan Vinovo untuk memprotes kehadiran Allegri, yang dianggap masih seteru karena pernah melatih AC Milan.
"Hari pertama dengan Allegri dan presiden di dalam mobil, kami disambut di tempat latihan dengan diludahi, dilempari telur dan ditendang” cerita General Director Juve, Beppe Marrota soal gelombang keras penolakan saat itu.
Lemparan telur adalah tanda ketidakpuasan, ketidaksukaan, kebencian dan pengusiran yang “sarkastis”. Cemoohan itu juga bernada mempertanyakan kepantasan Allegri untuk menggantikan Antonio Conte yang sebelumnya telah memberikan 3 gelar scudetto bagi Juventus. Sebelah mata bagi Allegri.
Allegri tidak patah semangat apalagi harus takut menghadapi itu semua, Allegri tetap tenang. Lemparan Telur mungkin dapat membuat dia “sakit”, tetapi kesakitan itu tidak bisa menghentikan dirinya untuk tetap bertindak professional di Juventus. AKhirnya, meski sempat tertatih-tatih di awal musim, Allegri berhasil membuat para fans yang telah melemparinya dengan telur seperti menelan ludahnya sendiri.
Di musim pertamanya, trofi Scudetto, Coppa Italia dan menjadi penantang Barcelona di final Liga Champions adalah bukti bahwa Allegri terlihat tenang saat ditolak namun sebenarnya dia memberontak dengan memberikan bukti bahwa dia pantas berada di JStadium, kebanggaan Juventus.
Lemparan telur tanda cemoohan, namun mungkin bagi Allegri, Telur adalah sebuah simbolisasi kehidupan. Simbolisasi positif yang dibentuk dalam masa sulit inilah yang membuat Allegri bertumbuh dengan karakter yang spesial. Karakter yang membuatnya tetap tenang dalam menghadapi setiap konflik inilah yang membuat Allegri berbeda dengan Antonio Conte, seperti penilaian dari pelatih asal Italia, Giovanni Galeone.
“Allegri tak pernah berbicara tentang semangat, tetapi berbicara soal pilihan operan atau taktik bertahan. Pendek kata, jika Conte berbicara tentang daya juang, Allegri berbicara tentang sepak bola,” katanya lagi” ujar Galeone.
"Max menerapkan disiplin dan filosofi taktik, membawa tim menuju Scudetto, final Liga Champions dan juara Coppa Italia. Saya tidak berpikir kami mungkin berharap yang lebih lagi," ujar Beppe Marrota mengomentari musim perdana Allegri yang luar biasa.
Allegri tahu benar memanfaatkan Juventus yang sudah kenyang materi daya juang dan semangat dari Conte namun masih kurang soal filosofi taktik. Juve era Conte yang terlalu terpaku dengan 3 bek sejajar dalam skema 3-5-2 dibuat Allegri lebih variatif, 4-4-2, 4-3-2-1 hinnga akhirnya menjadi “super” dengan 4-2-3-1 di musim ini.
Cara respon Allegri dalam setiap kemenangan dan kekalahan Juventus juga menunjukkan bahwa Allegri mengerti benar bahwa Juve dan dirinya tetap bisa saja gagal sekali waktu.
Pria berusia 49 tahun ini tetap menjaga agar tetap meletakkan kaki di bumi. Saat musim lalu, 15 kemenangan beruntun Juventus terhenti saat berhadapan dengan klub “gurem” Bologna, Allegri kembali ke bumi. “Anda tak bisa selalu menang dalam sepak bola," kata pria berusia 48 tahun itu tetap tenang.
Setelah menghancurkan Barcelona di perempat final musim ini, Allegri juga berespon senada. “Kami patut merasa senang dengan hasil yang kami raih, namun saya ingin kami tetap rendah hati karena Juventus belum meraih hasil apapun." ujar Allegri seusai pertandingan di Nou Camp yang berakhir imbang. Sebelumnya Juve mengalahkan Barca 3 gol tanpa balas di JStadium.
Kejeniusan Allegri menjadi faktor utama dalam keberhasilannya membesut La Vechia Signora, tetapi tak dapat dipungkiri bahwa kerendahan hati dan respon tepat ketika menghadapi kesulitan itulah yang menuntun Allegri sampai ke titik ini.
Apapun hasilnya nanti, tetapi cerita kesuksesan Allegri bersama Juventus akan terukir tinta emas dalam sejarah klub.
Hebatnya, Semuanya dimulai dari lemparan telur !
Referensi : 1
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H