Namun entah bagaimana menjelaskannya, tetapi cerita saya malam ini dengan Dino tidak sedikitpun mengundang rasa iba saya, tetapi malahan rasa bangga dan hormat. Bangga karena masih ada anak-anak seperti Dino yang masih mau memperlihatkan bahwa mereka dapat berjuang di tengah kesulitan ekonomi keluarga. Hormat bagi Dino yang masih bersukacita untuk melakukan ini daripada memilih menjadi peminta-minta.
Saya tahu, Dino seharusnya tidak ada di jalanan di malam hari seperti ini. Tetapi realitas kondisi keluarganya ternyata berkata lain. Dino memilih untuk tidak menjadi peminta-minta, tetapi memilih tetap untuk menjadi pejuang. Sebenarnya saya mau berlantang keras agar anak-anak seperti Dino jangan ada di jalanan lagi di malam hari, tetapi apa daya yang dapat saya lakukan kali ini hanyalah berbagi cerita dengan Dino.
“Apa cita-citamu Dino?” tanya saya sekali lagi tetap penasaran, sambil siap menghidupkan sepeda motor saya untuk pulang, apalagi sudah hampir pukul 10.30, saatnya Dino juga untuk pulang.
Dino masih saja tidak menjawab tetapi tetap tersenyum sambil memegang erat lembaran uang untuk nantinya dimasukkan di dalam celengannya dan terus menggaruk-garuk kepalanya. Ah..Dino….
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H