"GoJek akan jadi titel kompetisi yang akan berjalan pada 15 April ini. Kalau sponsor lain ada beberapa lagi, Tapi, GoJek akan jadi titelnya” kata Berlinton Silalahi, Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru(LIB) selaku operator resmi Liga 1 dalam pertemuan dengan 18 klub di Makostrad pada Kamis,16 Maret 2017.
Pernyataan Berlinton ini menurut saya cukup mengejutkan dikarenakan Go-jek bukanlah “pemain” berpengalaman dalam kompetisi kasta tertinggi di Indonesia ini.
Sejak bergulir dari tahun 1994, sponsor utama Liga Indonesia selalu dari perusahaan rokok, kecuali periode tahun 1997-2005, dan periode 2011-2014. Tentu pecinta bola masih ingat dengan liga yang bernama Liga Dunhill (1994-1996),Liga Kansas ( 1996-1997) dan Liga Djarum (2005-2007, 2008-2011).
Walaupun sempat diselingi Bank Mandiri sebagai sponsor utama pada periode 1999-2004, namun ini menunjukkan bahwa untuk menjadi sponsor utama sebuah kompetisi sepak bola bukanlah hal yang mudah jika tidak didukung oleh kekuatan finansial yang kuat.
Nilai komersial yang besar membuat banyak partner yang berpikir dua kali untuk menjadi sponsor, apalagi setelah terbitnya peraturan yang melarang perusahaan rokok untuk menjadi sponsor dari acara yang disiarkan melalui media massa. Imbasnya, pada tahun 2011- 2014, dukungan terhadap liga tidak maksimal, meskipun liga tetap berjalan, tetapi berjalan tanpa nama atau tanpa sponsor utama.
Setelah kompetisi kita merana karena dibekukan oleh FIFA, geliat sepak bola kembali terasa. Beberapa turnamen yang dihelat sebelum liga berlangsung menjadi madu bagi datangnya sponsor seiring dengan gairah yang besar dari pecinta sepak bola kita untuk menyaksikan sajian permainan sepak bola yang berkualitas.
Sebagai contoh dalam turnamen Torabika Soccer Championship (TSC) yang disponsori secara bersama Torabika, Indosat IM3, BTPN Wow, dan Kuku Bima. Meskipun hanya bertaraf turnamen tetapi uang yang digelontorkan jauh lebih banyak dari nilai yang dikelurkan ketika saat ISL 2014 berjalan.
Torabika dan partner lain sanggup menggelontorkan hingga 450 milliar rupiah, hampir 3 kali lipat dari nilai yang diperlukan untuk menjalankan kompetisi ISL 2014.
Namun pertanyaanya apakah sponsor yang sama mau untuk turut serta sebagai sponsor dalam Liga 1 Indonesia, yang Kick Offnya akan dimulai 15 April 2017?. Awal Januari lalu, sponsor-sponsor ini sudah mengambil ancang-ancang untuk posisi mereka nanti.
"Soal sponsorship ke liga bisa ya bisa tidak. Kami pun sudah coba bentuk sponsorship dalam bentuk yang lain, yaitu langsung ke klub," ujar Adrian Wiryawan, Product ManagerTorabika Duo.
Memang dukungan yang bisa diberikan itu bisa dalam berbagai cara. Bisa dukungan ke komunitas dalam bentuk yang paling kecil, lalu ke Klub dan juga ke kompetisi. Untuk Liga 1, sepertinya Torabika akan mengambil posisi untuk mendukung ke klub. "Sejak Desember, sudah ada logo Torabika di kostum Arema. Kami memang mulai fokus ke klub, selain kompetisi," tambah Adrian.
Malahan, BTPN yang juga adalah “pemain” baru, rendah hati untuk tidak berkoar-koar akan langsung menjadi sponsor utama kompetisi. "Untuk kompetisi ke depan, kami masih pasif. Tetapi, untuk komunitas dan klub, akan kami kejar," ucap Luhur Budijarso, Chief Marketing BTPN Wow.
Respon dari berbagai sponsor yang terlihat ragu-ragu ini sebenarnya cukup wajar. Nilai komersial yang harus disediakan untuk menggerakan kompetisi ini mencakup wilayah besar yang bisa menjadi masalah nantinya jika tidak memadai. Semakin besar nilai yang ada, maka kesejahteraan pemain akan terjaga dan dana yang akan didapatkan oleh klub akan semakin besar juga untuk menunjang operasional mereka.
Untuk Liga 1 Indonesia, PT LIB sebagai operator merencanakan akan memberikan subsidi kepada masing-masing klub sebesar 7.5 Miliar. "Nominalnya segitu (Rp 7,5 miliar). Tapi diharapkan nanti bisa dinaikkan," ujar Ketua Umum PSSI Edy Rahmyadi dalam pertemuan yang sama. Nilai ini juga akan bertambah jikalau ada nilai lebih besar yang disepakati nanti selain bonus prestasi di akhir kompetisi nanti.
Jikalau diakumulasikan maka jumlah yang besar harus disediakan oleh siapapun yang mau menjadi sponsor utama Liga 1 nanti. Bagaimana dengan Go-jek?.
Meskipun “pemain” baru dalam partisipasi sebuah kompetisi sepak bola, tetapi dari sisi kekuatan finansial, Go-Jek tidak bisa dipandang sebelah mata. Pada Agustus 2016, perusahaan peranti lunak transportasi online Go-Jek mendapat suntikan pendanaan baru yang nilainya fantastis. Investor dari Amerika Serikat, KKR & Co. dan Warbug Pincus berinvestasi sebesar US$550 juta atau Rp7,2 triliun.
Sebagai informasi, Go-jek yang didirikan oleh Nadiem Makarim, sebelumnya telah meraih pendanaan dari sejumlah investor termasuk Sequoia India, Northstar Group, DST Global, NSI Ventures, Rakuten Ventures dan Formation Group.
Investasi besar ini membuat valuasi Go-jek meningkat tajam. Bahkan, masuknya modal besar ini membuat Go-jek lebih bernilai dari perusahaan tranpsortasi besar yang sudah ada di Indonesia, termasuk Garuda Indonesia sekalipun. Garuda Indonesia yang dihargai di bursa saham 12,3 Triliun rupiah masih di bawah Go-jek yang mencapai $1,3 miliar, atau setara Rp17 triliun setelah investasi beberapa perusahan tersebut.
Artinya, Go-jek secara finansial sudah mempunyai kekuatan besar untuk mendanai kompetisi Liga 1. Namun pertanyaan berikutnya, apa nilai strategis yang dikejar oleh Go-jek sebagai sponsr utama kompetisi ini. Ada beberapa hal yang dapat dikedepankan untuk menjadi alasan.
Pertama, penguatan merek atau branding Go-jek di seluruh Indonesia. Go-jek memahami bahwa walaupun investasi mereka besar namun Go-jek belum ada di seluruh Indonesia. Daya jangkau sepak bola sebagai olahraga setiap segmen masyarakat dan merata di seluruh Indonesia akan membuat Go-jek ikut berdampak positif dalam hal promosi merek sebelum Go-jek beroperasi di daerah-daerah lain yang belum dijangkau.
Kedua, Go-jek ingin membuat namanya bersanding dengan nama-nama perusahaan besar yang dapat menjadi sponsor sepakbola. Dengan menjadi sponsor klub sepak bola, Go-jek dapat menunjukkan mempunyai daya saing yang kuat. Sebuah image yang baik, ketika masyarakat bertanya-tanya sekuat apa kekuatan ekonomi Go-jek.
Namun dari itu semua ada hal yang harus jeli diperhatikan oleh pihak PSSI dan operator jika hendak menunjuk Go-jek sebagai sponsor utama. Persoalan-persoalan yang timbul dikarenakan regulasi terkait moda transportasi online dan transportasi konservatif harus juga menjadi bahan pertimbangan.
Tentu akan berpengaruh negatif jika di tengah kompetisi akibat belum ada kejelasan dan konflik-konflik yang kerap terjad, Go-jek dapat menarik diri dari kompetisi. Sesuatu yang tidak mustahil dapat terjadi.
Pada akhirnya, kita perlu memberikan apresiasi untuk “keberanian” Go-jek menawarkan diri sebagai sponsor utama dan berharap kompetisi yang berganti nama menjadi Liga 1 ini menjadi kompetisi yang lebih berkualitas dari liga-liga sebelumnya.
Jaya terus sepak bola Indonesia !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H