Belum selesai dengan Drum Band, cabang-cabang seperti Dansa dan Kriket semakin menambah keheranan saya. Cabang-cabang olahraga ini jelas belum banyak dikenal di Indonesia, namun terkesan dipaksakan tampil di PON 2016 ini. Padahal biasanya ada tingkat yang harus dilalui sebuah cabang untuk tampil, yaitu mempunyai Kejuaraan Nasional sebagai bagian dari seleksi atlit di cabang tersebut untuk layak tampil di PON. Jangan harap Kejuaraan Nasional, Kriket sebagai agenda Kejuaraan Internasional saja, jarang kita dengar. Entah apa yang diharapkan jika kita bertanya tentang strategi jangka panjang pembinaan olahraga dengan ditampilkan jenis olahraga ini di PON 2016.
Mengenai beberapa cabang non-Olympic ini beberapa KONI daerah memberikan kritik pedas. Diloloskannya cabang-cabang non prestasi ini, membuktikan bahwa penyelenggaraan PON 2016 tidak lagi memiliki orientasi yang jelas dalam pembinaan olahraga di tanah air. Padahal, banyak pihak yang mengharapkan agar PON 2016 berlangsung bukan saja fair play, jujur namun bertanggung jawab. Bertanggung Jawab dalam arti, setiap cabang Olahraga mempunyai tujuan yang jelas untuk memajukan prestasi olahraga Indonesia di kancah Internasional.
Perlunya Pola yang Jelas dalam Pemilihan Cabang Olahraga yang dipertandingkan di PON
Persoalan ini sudah mengundang kajian dari Kemenpora. Pemerintah mendorong KONI untuk mengkaji ulang pemilihan cabang yang dipertandingkan. "Ke depan kami harus melakukan perbaikan event, termasuk PON. Paling gampang mengacu terhadap jumlah cabang olahraga yang dipertandingkan di Asian Games maupun Olimpiade," kata Djoko Pekik Irianto, Deputi Peningkatan Prestasi Kemenpora. (TopSkor.co.id)
Sayangnya, hal ini hanya bisa dimungkinkan dilaksanakan di PON XX di Papua nanti karena waktu yang terkesan pendek untuk mencari pola yang tepat demi mewujudkan PON sebagai ajang yang menjunjung prestasi dan berorientasi jelas dalam pembinaan atlit olahraga.
Cabang olahraga Non-olimpiade juga membela diri bahwa walaupun tidak dipertandingkan di Olimpiade namun keanggotaan mereka secara Internasional sudah diakui. Bahkan, mereka difasilitasi untuk ikut pertandingan bertaraf internasional seperti Asian Beach Games maupun Kejuaraan Bela Diri Internasional. ”Oleh karena itu kita membutuhkan pola yang tepat untuk memfasilitasi ini” jelas Djoko merespon pembelaan itu.
Selain itu menurut pengamat olahraga Fritz Simanjuntak, KONI harus membenahi keanggotaannya terlebih dahulu.”KONI kesulitan karena anggotanya terlalu banyak. Sehingga bingung mau memfasilitasi yang mana” jelas Fritz.
Persoalan-persoalan ini seharusnya dievaluasi segera sesudah PON XIX berlangsung. Kemenpora dan KONI harus bekerja cepat untuk mewujudkan Pola yang tepat karena sehabis PON Jabar, PON Papua sudah menanti.
Kita berharap agar solusi untuk persoalan ini dapat dicapai sehingga tidak menjadi salah satu sumber masalah di dalam pelaksanaan PON nantinya. Sayang sekali jika PON yang sudah menghabiskan dana yang besar ini dinilai sebagai ajang yang tidak berorientasi jelas untuk menghasilkan atlit yang dapat berprestasi di ajang besar seperti Sea Games, Asian Games maupun Olimpiade.
Maju Terus Olahraga Indonesia !