Kisah Cópa America Centenario 2016 rasanya belum akan usai sesudah pertarungan final antara Chile dan Argentina kemarin. Cerita itu lebih banyak berkisar tentang kebahagiaan, kesedihan, kenikmatan ataupun kepedihan. Jika bicara tentang pribadi maka itu erat dengan antagonis dan protagonis.
Tidak banyak yang menjadi protagonis sekarang kecuali anggota tim Chile yang berbahagia, selebih itu menyisakan kepedihan bagi Argentina yang gagal di final ketiganya di turnamen berkelas bintang lima.
Tetapi ada satu sosok yang sampai detik saya menulis ini, ramai dibicarakan di sosial media sebagai sosok yang mengambil peran dari kegagalan tim Argentina dan ratapan seorang Messi. Sosok tersebut adalah sang wasit, Héber Lopes.
Héber Lopes boleh “selamat” memimpin pertandingan hingga 120 menit plus babak adu penalti selesai, tetapi dia tidak akan “selamat” dari cercaan penggemar bola dan terutama penggemar Argentina sesudah pertandingan ini.
Pelatih berusia 43 tahun itu berperan sangat aktif dalam pertarungan tersebut. Saking sangat aktifnya, karena Lopeslah terukir beberapa rekor di pertandingan ini.
Untuk pertama kalinya sejak Copa America 1987 Kartu merah diberikan dalam babak pertama. Pada duel antara Uruguay melawan Chile waktu itu, Francescoli (Uruguay) dan Eduardo Gomez (CHI) mendapat espulso dalam satu babak.
Sebagai catatan, di babak pertama, Lopes memberikan 17 kali pelanggaran, 6 kali kartu kuning dan 2 kartu merah (sbr : opta). Jumlah kartu ini malahan lebih banyak dibandingkan jumlah peluang kedua tim di babak yang sama.
Hal yang seharusnya sudah bisa diprediksikan karena dalam karir pelatihannya Lopes memang terkenal keras. Dari 27 pertandingan yang dia pimpin, Lopes sudah memberikan 14 kali kartu merah.Seramm kan ?
Ketegasan Lopes yang kata bang Rhoma, “terlaluuu” inilah yang membuat permainan terasa membosankan, kedua tim terlihat sangat berhati-hati daripada ada lagi anggota tim yang harus ditendang keluar lapangan oleh Lopes. Seorang Messi saja kemudian harus menjadi sasaran penyaluran hasrat dari Lopes. Kartu Kuning karena diving menjadi penghargaan langsung dari Lopes untuk Messi.
Ah, Messi lagi. Bicara tentang Messi rasanya menjadi serba salah sekarang. Keputusan untuk pensiun dari pertandingan internasional menuai banyak komentar. Positif maupun negatif. Tetapi jika dihubungkan dengan si “plontos” Lopes, maka yang tersisa adalah kepedihan.
Bukan saja karena Lopes akan tercatat menjadi wasit terakhir yang memimpin pertandingan Internasional Messi, tetapi darah Brazil yang mengalir deras di tubuh Lopes lah yang membuat kepedihan bagi Messi dan pendukung Argentina semakin menjadi-jadi.
Leo Messi dan Argentina mungkin rela jika Chile menjadi juara tetapi jika itu terjadi karena campur tangan orang Brasil tulen , maka menyedihkan sekali. Hal ini akan membuat Messi dan Argentina akan semakin sulit untuk "move on".
Tetapi disinilah tercipta sebuah filosofi hidup. Ketika kita gagal dan kecewa yang tersisa adalah "kambing hitam" di luar sana yang lebih gampang kita lihat daripada refleksi dalam diri kita. Padahal, ketika gagal, seharusnya kita mengambil waktu sebentar untuk mengevaluasi diri, berdiam diri sebelum mengambil langkah baru ke depan.
Ah, sudahlah. Saya jadinya berfilosofi. Tetapi memang itulah menariknya olahraga bola sepak ini. Olahraga inilah yang menguras emosi kita, ada sedih, senang hingga kepedihan mendalam. Emosi-emosi itulah yang jika kita pilah dengan benar akan membuat kita semakin bijak dan menikmati olahraga ini.
Akhirnya, catatan tentang Héber Lopes dan Lionel Messi malahan menambah catatan yang membuat Copa America Centenario 2016 ini memang benar-benar spesial. Copa America yang tak pernah ada habisnya inilah yang membuat saya semakin sayang sama olahraga ini. Lebay.hehehe.
Akhirnya Selamat pagi dan Salam Sepakbola….
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H