Tidak ada yang menyangka bahwa Juan Antonio Pizzi berhasil membawa Chile ke final Copa America 2016. Walaupun memiliki status sebagai juara bertahan, keberhasilan Chile tahun lalu jelas melekat erat dengan status mereka sebagai tuan rumah dan kemampuan pelatih sebelumnya, Jorge Sampaoli.
Hal itulah yang membuat publik Chile seakan paham malahan pasrah ketika Pizzi bersama timnas Chile seperti terjun bebas setelah pergantian di awal tahun 2016 tersebut. Dalam 5 pertandingan sebelum Copa America berlangsung, Chile mengalami 4 kali kekalahan.
Pesimisme semakin memuncak ketika dalam pertandingan perdana mereka di Copa America 2016, mereka kembali mengalami kekalahan. Argentina yang tanpa Messi berhasil mengalahkan Chile 2 -1.
Sejak itu, entah apa yang dilakukan oleh Pizzi di ruang ganti, Chile berkembang dan seperti susah dihentikan. Chile berturut-turut mengalahkan Bolivia 2-1 dan Panama 4-2. Di perempat final, Chile semakin mengamuk dengan mengalahkan Meksiko 7-0 dan menghabisi Kolombia di semifinal 2-0.
Dari kemenangan-kemenangan tersebut , dalam sebuah wawancara, Pizzi mengatakan “ Untuk juara kita tidak perlu selalu menang” (Espnsport). Sebenarnya ini adalah ungkapan yang memang mewakili siapa Pizzi sebenarnya.
Pengalaman bermain di Barcelona
Pria bernama lengkap Juan Antonio Pizzi Torroja ini jelas bukanlah pelatih yang “terbaik” yang bisa dipilih petinggi sepakbola Chile. Prestasi terbaiknya sebagai pelatih hanyalah sebuah trofi gelar Liga Chile bagi Universedad de Chile di tahun 2010.
Walaupun pernah melatih Valencia di La Liga tahun 2013-2014, Pizzi “ditendang” dan terakhir melatih di Liga Meksiko bersama klub Leon sebelum akhirnya dipanggil melatih timnas Chile. Ungkapan yang tepat menilik pengalaman Pizzi ini kira-kira sebagai berikut “Kita tidak perlu menjadi pelatih hebat untuk menjadi pelatih Chile” .
Sehingga pertanyaannya menjadi "Hal apa yang membuat Pizzi bisa terus tegak berdiri dan tetap optimis ketika timnya melawan Messi dkk bersama seniornya Tata Martino di pihak Argentina di final nanti? . Jika menillik dari sejarah, tentu saja pengalaman karir professional Pizzi sebagai pemain.
Argentina besok boleh “sombong” dengan Messi dan Mascherano sebagai wakil dari tim terbaik di satu dasawarsa ini, Barcelona. Tetapi jangan pandang remeh Pizzi, pelatih berusia 48 tahun ini pernah dua musim bermain di Barcelona.
Pizzi berkesempatan unjuk gigi di Barcelona di musim 1996-1998. Pizzi bukan dibeli dengan “free transfer” atau dengan alasan dibeli karena kemurahan semata. Tetapi alasan Barcelona mau membeli Pizzi karena di musim sebelumnya, Pizzi berhasil menjadi El Pichici di La Liga dengan mencetak 31 gol. Gelar yang bukan main-main bagi seorang pemain yang hanya bermain di klub kecil, Tenerife.
Tetapi memang benar ungkapan yang mengatakan, “Di balik hujan yang deras akan ada pelangi yang indah”. Pengalaman dua tahun itu mungkin berisikan pengalaman minim bermain bagi Pizzi, namun pengalaman dia pernah bermain bersama pemain-pemain hebat yang sekarang menjadi pelatih hebat tentu menjadi pengalaman berharga.
Pizzi di kala itu pernah bermain bersama Laurent Blanc , Luis Enrique dan tentu saja Pep Guardiola. Bukan itu saja, pengalaman dilatih pelatih hebat sekelas Bobby Robson dan Louis Van Gaal juga pernah dirasakannya. Asal tahu saja, waktu itu Jose Mourinho menjadi asisten pelatih kedua pelatih tersebut di Barcelona. Tentu saja, pengalaman tersebut akan menjadi pengalaman berharga ketika Pizzi menjalani karir kepelatihannya.
Pernah membobol Gawang Argentina
Lebih lanjut, ketika Chile mengalahkan Kolombia 2-0 di semifinal, Pizzi mengatakan bahwa pemainnya memiliki mental juara. Apakah mental itu sudah cukup untuk mengalahkan Argentina yang sudah mengalahkan mereka dua kali berturut-turut sebelum final kali ini ?
Jika melihat sejarah ini, maka Pizzi bisa disebut beruntung. Pengalaman bermain di klub sebesar Barcelona bersama pemain-pemain hebat dan juga pernah membobol gawang Argentina tidak dimiliki oleh setiap pemain. Mental dan keberuntungan inilah yang diharapkan ditularkan oleh Pizzi ke seantero pemain esok hari ketika Chile berhadapan dengan Argentina yang tentu saja lebih diunggulkan.
Semoga saja beruntung Pizzi…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H