Lain lagi cerita Birabongse Bhanudej Bhanubandh, atau akrab dipanggil Pangeran Bira karena darah bangsawan Thailand yang mengalir deras dalam tubuhnya. Latar belakangnya yang bangsawan sudah cukup membuatnya “Menor”, beruntungnya Bira mengimbanginya dengan menduduki peringkat 8 di ajang F1 tahun 1950 dengan balutan tim Maserati. Prestasi yang baru bisa disamai Takuma sato, pembalap asal Jepang, berpuluh tahun kemudian.
Prestasi Pangeran Bira jauh berbeda dengan Yoong yang bukan saja tanpa poin tetapi juga harus diganti pembalap lain. Sisi minor kegagalan pembalap Asia di F1 ini yang akan menghantui dan harus diantisipasi dari awal.
Menurut saya, sedikit berlebihan dengan berharap Rio menuai prestasi dibanding cukup promosi dimusim perdananya. Alih-alih berharap Rio mendapat poin, berharap Rio jangan diganti saja di tengah musim sudah lebih dari cukup atau syukurlah.
Ini yang harus kita jaga, karena jaminan jangan diganti, jika kita perhatikan ada dua, prestasi dan sokongan sponsor. Jika prestasi masih harus dibuktikan waktu maka sokongan sponsor dibuktikan kesungguhan dan konsistensi dukungan dana terhadap Rio.
Dari sisi kualitas, tidak bisa dipungkiri Rio adalah salah satu talenta hebat pembalap muda Indonesia dan didatangi kesempatan yang tepat. Periode ini bisa saja akan datang dalam jangka waktu yang lama jika tidak bisa dijaga. Gelontoran dana di awal ini akan sia-sia, jika kita tidak bisa konsisten mendukung Rio dan bermimpi untuk memunculkan Rio-Rio yang lain kan?.
Mimpi anak muda ini mungkin sudah tercapai, tetapi mimpi bangsa ini belum selesai dengan Rio…
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H