Aku punya jiwa, tapi mereka tak tahu. Ya, tak kupungkiri aku memang tidak punya hati. Tapi buat apa itu, toh mereka juga sama denganku, bahkan yang kutahu lebih parah. Kudengar itu dari percakapan Bang Toji yang sedang asyik menghisapku.
“Rohib sudahkah kau dengar? Johan tetangga kita yang baru pindah ke Ambon mati hanya karena dia mencoba mendamaikan perselisihan antaragama dengan cara membakar Alkitab dan Al-Quran.”
“Apalah arti Salib, Bulan Bintang, Rosario, Tasbih, dan simbol-simbol lainnya itu Toji? Sebenarnya kita tak butuh semua itu, hanya bikin permusuhan saja. Kata orang-orang agama menjadi pedoman berbuat baik, ah bullshit semua itu. Siapa sih orang yang tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang buruk? Semua juga bisa, hanya saja mereka lebih bahagia melakukan yang buruk. Puas batinnya Ji!”
Kejam sekali pikirku. Agama itu bukan dari Tuhan, mereka sendirilah yang menciptakannya. Tuhan memberi Ilham, manusia menangkapnya, lalu menginterpretasikannya dalam sebuah agama yang berbeda-beda. Tapi buat apa jika perbedaan selalu jadi permasalahan buat mereka? Hahahaha.
Aku pun berbeda-beda namun berjiwa satu. Mau kretek, filter, linting, cerutu, shisha, ganja, marijuana, atau menthol itu tetaplah aku. Djarum Super, Dunhill, Marlboro, Dji Sam Soe, Panther, atau L.A itu juga tetaplah aku. Biar berbeda aku tetap satu jiwa. Ah andai mereka dapat sepertiku.
Eh tapi jangan, kan sudah kubilang jiwaku ini jahat, picik, licik, dan tentu saja cerdas. Hehe. Mereka sudah tahu hal itu, tapi tetap saja bodoh. Bahkan sudah jelas-jelas tertulis aku dapat merusak janin, menyebabkan kanker, penyakit jantung, dan penyakit mematikan lainnya, tetap saja mereka menyukaiku, bahkan mencintaiku. Apa karena aku ini romantis meski tanpa kata-kata? Aku sih lebih menyebut diriku gombal, dan karena kegombalanku ini mereka dapat tergila-gila padaku. Hehehe. Aku kan hanya menunjukkan rasaku yang nikmat dan bikin candu dengan nikotin dan tarku. Apa salahku kawan menunjukkan daya tarikku? Hehe.
Apalagi di Indonesia ini, mereka yang dari tukang cireng bala-bala hingga pejabat pun mendewakan aku. Bagaimana sih tukang gorengan itu? Untuk makan saja susah, masih tetap mau mencintaiku. Aku ini kan matre juga loh. Yah aku tahu kawan, cinta itu memang buta. Terlalu buta buat mereka para manusia. Dan aku suka kebutaan itu. Hehe.
Ah bangganya aku hidup di Indonesia. Jiwa-jiwaku lain yang di luar negeri mengeluhkan dirinya yang kurang begitu dicintai. Katanya sih peraturan begitu mengekang. Jiwa-jiwaku itu tidak bisa sembarang dikonsumsi, ada area bebas rokoklah, batasan umurlah, dan gambar-gambar bungkusku itu loh begitu mengerikan di sana. Aku saja sampai takut sendiri.
Tapi enak sekali di Indonesia, di bungkusku tak ada foto janin keguguran, paru-paru kotor, bibir seperti melepuh, dan berbagai penyakit yang kusebabkan. Hahahahaha. Aku pun bebas diperdagangkan dan dikonsumsi di mana saja. Dulu sih katanya ada peraturan dilarang merokok sembarangan, bahkan ada yang pernah diadili karena itu. Aku begitu takut kawan saat itu, takut tak lagi dicintai. Eh ternyata itu hanya sementara. Hehe. Mereka memang bodoh.
Aku bahkan pernah dikonsumsi oleh balita loh, bahkan batita. Beritanya pun mencuat begitu heboh di televisi. Senangnya aku bisa jadi artis. Hehe. Terima kasih ya adik kecil, kakak tau kok cinta memang butuh pengorbanan, bahkan kamu yang semuda itu pun sudah mau berkorban raga buat kakak. Haha.
Kawan, kau tahu musuh beratku? Ya, jiwa manusia jawabannya. Wajar dong aku kalah, kan jiwa manusia itu ciptaan Tuhan, sedangkan aku diciptakan manusia sendiri. Manusia yang benar-benar menggunakan akal budinya yang katanya menunjukkan kesempurnaan dari semua ciptaan Tuhan tega menolakku mentah-mentah. Bahkan melakukan kampanye anti aku. Huhuhuhu sedihnya aku. Cintaku bertepuk sebelah tangan.