Menghadapi kemacetan pada jalan raya, upaya yang dilakukan adalah membangun jalan bebas hambatan berbayar atau jalan tol. Beberapa jalan tol yang telah ada antara lain Jalan Tol Dalam Kota, Jakarta Outer Ring Road I, Jakarta Tangerang (Janger), Jakarta Cikampek (Japek) yang telah ditambahkan dengan jalur MBZ Layang (Elevated), Bandara Soekarno Hatta, Kelapa Gading Pulo Gebang serta yang baru diresmikian JORR-II (Jakarta Outer Ring Road II) yang terbentang dari Cengkareng - Batu Ceper menyeberangi jalan tol bandara, jalan tol Janger, Jalan tol Desari (Depok - Antasari), Jalan Tol Jagorawi, Jalan Tol Japek melewati Cimanggis - Cibitung - hingga ke Cilincing dan berlanjut ke pelabuhan Tanjung Priok.Â
Semetara JORR-III beberapa bagian sudah dalam tahap pembangunan juga pengembangan jalan tol Pondok Aren - Balaraja. Dengan berkembangnya jalan tol yang semula dikenal dengan sistem terbuka (bayar saat masuk) dan sistem tertutup (bayar saat keluar) selanjutnya akan digunakan teknologi Multi Line Free Flow (pembayaran tanpa berhenti untuk pembayaran).Â
Lantas muncul pertanyaan apakah dengan pertumbuhan Transportasi Publik (MRT, LRT) dan pertambahan jalan tol dapat memenuhi kebutuhan mobilitas pada kawasan Greater Jakarta yang polanya akan semakin tinggi tingkat kompleksitasnya akan meredakan kemacetan atau kongesti ? Praduganya : Tidak dengan memperhatikan fenomena di Tokyo, New York, London seperti yang diberikan pada Peraga-5. Juga penambahan jalan baru tidak akan mampu mengejar pertumbuhan kendaraan bermotor.
Hal lain adalah pertambahan populasi akibat urbanisasi datang ke kota besar demi kehidupan yang lebih baik (better future) justru menemukan kongesti dan hal ini penjelasan pertama terhadap judul artikel ini : Kutukan Urban Kemacetan / Kongesti.Â
Kesenjangan Kota Besar
Dalam membahas ihwal ini perlu memahami Urbanomika yang dapat dipahami sebagai faktor ekonomi, sosial, dan lingkungan pada urban / kawasan seperti diberikan pada Peraga-8.
Dengan gambaran populasi 42 juta, tantangan pada Greater Jakarta adalah pada ruang atau spasial yang terbatas dengan memperhatikan ketersediaan lahan untuk berbagai kebutuhan.Â
Sementara kebutuhan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan populasi agar tidak muncul kerapatan atau densitas yang tinggi yang mengancam kesehatan dan kenyamanan bermukim.
Daya dukung merupakan faktor penyediaan layanan yang mencakup PSU (Prasarana Sarana Utilitas Umum) seperti yang dicantumkan dalam Permendagri 9 tahun 2009 tentang PSU dengan daftar seperti pada Peraga-9.
Â