Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Greater Jakarta dengan Transportasi Publik Massal dan Permukiman Berwawasan Transit

10 Desember 2023   01:01 Diperbarui: 10 Desember 2023   03:14 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan Jakarta menuju Greater Jakarta bersama wilayah Sekitarnya

Sebutan Jakarta Kota Metropolitan erat dengan mantan Gubernur Ali Sadikin yang layak disebut sebagai Game Changer Jakarta yang pada era penjajahan disebut sebagai Batavia. 

Pada Metropolitan Jakarta, area yang sering disebut sebagai Segitiga Emas yaitu hamparan sekitar Jalan Sudirman, Jalan Gatot Subroto diposisikan sebagai Central Business District (CBD). Sementara sentra permukimannya dengan populasi yang besar adalah hamparan yang merupakan terusan atau perluasan dari area Kebayoran Baru yang mencakup area Cipete, Cilandak, Kebayoran Lama, Ciputat, Cirendeu, Cinere. Berkembangnya Jakarta sebagai dampak urbanisasi dengan area yang berdekatan lantas melahirkan pengembangan area yang dikenal sebagai Jabotabek (Jakarta Bogor Tangerang Bekasi) yang berlanjut menjadi Jabodetabek dengan menambahkan Depok. Berjalannya waktu area tersebut kemudian diperluas mencakup Jabodetabek Punjur sesuai Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur. 

Area Jabodetabek Pinjur untuk selanjutnya disebut sebagai Greater Jakarta dengan populasi (2023) diprakirakan 40 Juta menjadi lebih besar daripada Greater Tokyo sehingga merupakan area urban terbesar di dunia seperti diberikan pada Peraga-1.

db-worldua.pdf (demographia.com) - Largest Built Up Urban Area 
db-worldua.pdf (demographia.com) - Largest Built Up Urban Area 

Kota inti Jakarta meliputi Pusat Selatan Barat Utara Timur dan Kepulauan Seribu populasinya (2022) sekitar 10,7 juta; sejalan dengan rencana pindahnya Ibu Kota Negara, Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebutannya akan berubah menjadi Daerah Khusus Jakarta. Ditinjau dari ukuran PDB, maka ceruk Greater Jakarta hampir 1/3 PDB Indonesia sehingga sangat berperan sebagai pembangkit perekonomian nasional.

Tantangan Mobilitas Metropolitan Jakarta

Sejalan dengan berkembangnya metropolitan Jakarta dan meluasnya permukiman masyarakat yang menyebar ke pinggiran bahkan ke perkotaan yang berbatasan dengan Jakarta seperti Bogor, Tangerang, Bekasi maka diperlukan transportasi yang mendukung mobilitas masyarakat baik pada kota inti maupun pergerakan dari luar menuju Jakarta terutama menuju CBD. 

Jalan tol (berbayar dan menjanjikan bebas hambatan) hadir sejak akhir dekade 1970an dengan Jalan Tol Jagorawi yang hubungkan Jakarta dengan Bogor dan Ciawi; berlanjut Jalan Tol Jakarta Cikampek yang melewati Bekasi dan Karawang, serta Jalan Tol Jakarta Tangerang yang berlanjut hingga Merak. Pada bagian dalam metropolitan hadir Jalan Tol Dalam Kota (DalKot) dilengkapi Jalan Tol menuju Bandara yang kemudian berlanjut dengan Jalan Tol yang bak cincin melingkari Jakarta (JORR : Jakarta Outer Ring Road). 

Kebutuhan layanan transportasi darat yang terus berkembang tersebut sejak medio dekade 1980an telah menjadi perhatian dan nama Menteri Riset dan Teknologi saat itu alm B.J. Habibie dipandang sebagai pencetus Mass Rapit Transit (MRT) sebagai sarana transportasi masal. Menurut catatan ada 4 (empat) study yang menjadi landasan bagi pengembangan MRT yaitu :

1. Jakarta Urban Transport Program (1986-1987), 

2. Integrated Transport System Improvement by Railway and Feeder Service (1988-1989), 

3. Transport Network Planning and Regulation (1989-1992), dan 

4. Jakarta Mass Transit System Study (1989-1992).

Implementasi MRT tersebut tidak terwujud pada masa Gubernur Sutiyoso, yang kemudian dicatat sebagai penggagas dan pendorong kehadiran BRT atau Bus Rapit Transport pada 2001 sebagai cikal bakal Trans Jakarta yang beroperasi saat ini, atau juga pada masa Gubernur Fauzi Wibowo yang hanya menghadirkan badan usaha PT. MRT. 

Eksekusi MRT terwujud pada era pasangan Gubernur Joko Widodo dan wakil gubernur Basuki Tjahja Purnama yang pada 10 Oktober 2013 melaksanakan peletakan batu pertama (Ground Breaking); peresmiannya dilakukan Presiden Joko Widodo pada 24 Maret 2019. Kehadiran MRT kemudian dilengkapi dengan LRT Jabodetabek (Light Rapit Transit) yang diresmikan pada 28 Agustus 2023. Pada era Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan hadir JakLingko pada November 2018 dengan tujuan melengkapi sistem transportasi BRT, LRT dan MRT serta sistem pembayarannya. 

Sejalan dengan pertumbuhan transportasi BRT dan MRT, muncul layanan transpotasi on line roda dua dan roda empat yang berbasis aplikasi online dan melekat dengan sebutan transportasi daring (on line) dengan operator seperti GoJek, Grab, Maxim. Layanan daring tersebut merupakan pelengkap. Sementara untuk mobilitas dari luar Jakarta (Jabodetabek) tersedia layanan dari Kereta Api Indonesia melalui KRL/KCI yang dikenal sebagai Kereta Commuter Indonesia.

Ketersediaan berbagai layanan transportasi jenis transportasi tersebut berimplikasi pada permasalahan baru karena meningkatnya jumlah pemakai sehingga fenomena sesak dan waktu perjalanan muncul sebagai tantangan. Dengan menggunakan transportasi pribadi (roda dua atau empat) atau transportasi publik (BRT, MRT, LRT) perjalanan menuju tempat kerja membutuhkan waktu antara 90 menit hingga dua jam.  Kondisi ini jelas berdampak pada produktivitas dan keletihan sehingga memunculkan keinginan agar dapat menjangkau tempat kerja dalam waktu satu jam dari pintu rumah hingga pintu tempat kerja (door t0 door). Kondisi ini melahirkan kebutuhan akan permukiman yang berwawasan transit (TOD : Transit Oriented Development) atau secara sederhana dekat dengan akses transportasi publik (terutama yang berbasil rel) dan terkoneksi dengan jenis transportasi lainnya sehingga perjalanan berlangsung mulus serta lancar secara Asal hingga Tujuan (Origin - Destination). 

Memahami perkembangan kebutuhan akan permukiman berbasis TOD, pemerintah DKI Jakarta merespon dan menugaskan PT. MRTJ (Moda Raya Terpadu) Jakarta untuk mengembangkannya dengan strategi memanfaatkan lokasi pada lingkungan atau kawasan sekitar stasiun MRT. Berbagai langkah dan upaya yang telah dilakukan MRT untuk mengembangkan permukiman berwawasan TOD terkesan belum berlangsung lancar dan mulus sehingga diperlukan transformasi dalam strategi dan pendekatan sejalan dengan perluasan layanan MRT sebagai kelanjutan MRT Lebak Bulus - Bundaran HI hingga Kampung Bandan dan MRT lintas Timur Barat.

Pengembangan Permukiman TOD dalam Perspektif Korporasi

Dalam Sesi Working Session yang diselenggarakan The HUD Institute bersama Kementerian PUPR, Direktorat Jenderal Perumahan khususnya Direktorat Rumah Umum dan Komersil, telah dibahas hal pengembangan TOD pada kawasan Lebak Bulus Jakarta Selatan sebagai objek telaah dan bahasan. Pihak MRTJ sebagai pemantik diskusi telah menyampaikan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan kendala yang dihadapai walaupun menyadari bahwa diperlukan mitra investasi dalam pengembangan permukiman TOD. Dari pihak private developer yang memunculkan pertanyaan berkaitan dengan otoritas penyelenggaraan TOD. Pada sesi yang melibatkan Satuan Kerja Pemerintah Daerah DKI Jakarta diberikan gambaran tentang arah pengembangan permukiman TOD dan ihwal partisipasi mitra non pemerintah melalui berbagai bentuk KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha) serta peluang memanfaatkan aset berupa BMN/BMD (Barang Milik Negara / Barang Milik Daerah).

Saat sesi berlangsung muncul pandangan berlandaskan pemahaman Corporate Strategic yang meragukan kemampuan dan kompetensi MRTJ untuk mengembangkan dan mengelola permukiman TOD karena sebagai korporasi usia MRTJ masih sangat muda dan tidak memiliki pengalaman dalam property serta keterbatasan kemampuan financial dan lebih fokus pada layanan MRT. 

Untuk mendapatkan jawaban terhadap tantangan pengembangan permukiman TOD perlu telaah berdasarkan SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat) dengan gambaran seperti pada Peraga-2 di bawah ini.

Arnold M : Analisis SWOT TOD
Arnold M : Analisis SWOT TOD

Dengan memperhatikan butir-butir pada SWOT terhadap pengembangan dan penyelenggaraan TOD ada beberapa opsi yang dapat dipilih antara lain :

1. Pengembangan kemitraan berdasarkan pemahaman KPBU dengan dua bentuk pendekatan yaitu Prakarsa Badan Usaha dengan inisiatif dan study kelayakannya dilakukan Badan Usaha dan Prakarsa Pemda. Dari opsi tersebut akan dapat dipilih mitra yang membawa kapasitas dan kompetensi dalam pengelolaan kawasan TOD serta tentunya dukungan finansial.

2. Pembentukan Konsorsium Usaha, dalam konsorsium ini Pemda akan berinisiatif dan mengajak Badan Usaha yang memiliki kapasitas dan kompetensi yang yang dibutuhkan serta dukungan finansial serta mempunyai keselarasan visi dalam pengembangan permukiman berwawasan TOD untuk beroperasi dalam waktu panjang berdasarkan kesepakatan bersama pada visi.

3. Pengembangan usaha berbentuk Aliansi Strategis, dalam bentuk ini dibuka peluang dan pihak non pemerintah (private) untuk membentuk aliansi dengan bentuk Badan Usaha dengan misi mengembangkan kawasan permukiman TOD dalam batas waktu tertentu yang umumnya panjang (rentang waktu di atas 25 tahun). Badan Usaha ini jika berkembang dapat menggalang dana dengan menjual saham kepada publik yang kelak digunakan untuk pengembangan usaha.

Pada opsi pertama Pemda DKI Jakarta akan terlibat langsung sedangkan pada opsi kedua dan ketiga Pemda DKI Jakarta dapat menunjuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagai representasi atau perwakilan. 

Dengan memperhatikan 3 (tiga) opsi yang tersedia, maka pilihan yang tepat pada opsi 3 dengan mengundang korporasi yang memiliki kapasitas dan kompetensi yang dibutuhkan serta dukungan finansial yang mampu dalam melaksanakan pengembangan kawasan TOD - dalam hal aliansi ini dapat dilakukan dengan lebih dari satu korporasi sedangkan representasi Pemda DKI Jakarta juga dapat dilakukan MRTJ dan atau dengan BUMD yang berpengalaman dalam pengelolaan sarana seperti Jakpro atau Sarana Jaya dan  tentunya Tujuan serta Arah (Purpose & Target) ditetapkan secara bersama sejak awal dengan milestone pencapaiannya. Bentuk Aliansi Strategis ini akan lebih reliable tetapi agile (fleksibel) dalam menghadapi tantangan usaha.

Tulisan ini sebagai gugahan untuk memicu diskusi & pembahasan lanjutan demi pengembangan kawasan berbasis transit atau TOD pada Greater Jakarta demi memenuhi kebutuhan permukiman dan kelayakhidupan bagi masyarakat.

Arnold Mamesah

10 Desember 2023.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun