Perkembangan Jakarta menuju Greater Jakarta bersama wilayah Sekitarnya
Sebutan Jakarta Kota Metropolitan erat dengan mantan Gubernur Ali Sadikin yang layak disebut sebagai Game Changer Jakarta yang pada era penjajahan disebut sebagai Batavia.Â
Pada Metropolitan Jakarta, area yang sering disebut sebagai Segitiga Emas yaitu hamparan sekitar Jalan Sudirman, Jalan Gatot Subroto diposisikan sebagai Central Business District (CBD). Sementara sentra permukimannya dengan populasi yang besar adalah hamparan yang merupakan terusan atau perluasan dari area Kebayoran Baru yang mencakup area Cipete, Cilandak, Kebayoran Lama, Ciputat, Cirendeu, Cinere. Berkembangnya Jakarta sebagai dampak urbanisasi dengan area yang berdekatan lantas melahirkan pengembangan area yang dikenal sebagai Jabotabek (Jakarta Bogor Tangerang Bekasi) yang berlanjut menjadi Jabodetabek dengan menambahkan Depok. Berjalannya waktu area tersebut kemudian diperluas mencakup Jabodetabek Punjur sesuai Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur.Â
Area Jabodetabek Pinjur untuk selanjutnya disebut sebagai Greater Jakarta dengan populasi (2023) diprakirakan 40 Juta menjadi lebih besar daripada Greater Tokyo sehingga merupakan area urban terbesar di dunia seperti diberikan pada Peraga-1.
Kota inti Jakarta meliputi Pusat Selatan Barat Utara Timur dan Kepulauan Seribu populasinya (2022) sekitar 10,7 juta; sejalan dengan rencana pindahnya Ibu Kota Negara, Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebutannya akan berubah menjadi Daerah Khusus Jakarta. Ditinjau dari ukuran PDB, maka ceruk Greater Jakarta hampir 1/3 PDB Indonesia sehingga sangat berperan sebagai pembangkit perekonomian nasional.
Tantangan Mobilitas Metropolitan Jakarta
Sejalan dengan berkembangnya metropolitan Jakarta dan meluasnya permukiman masyarakat yang menyebar ke pinggiran bahkan ke perkotaan yang berbatasan dengan Jakarta seperti Bogor, Tangerang, Bekasi maka diperlukan transportasi yang mendukung mobilitas masyarakat baik pada kota inti maupun pergerakan dari luar menuju Jakarta terutama menuju CBD.Â
Jalan tol (berbayar dan menjanjikan bebas hambatan) hadir sejak akhir dekade 1970an dengan Jalan Tol Jagorawi yang hubungkan Jakarta dengan Bogor dan Ciawi; berlanjut Jalan Tol Jakarta Cikampek yang melewati Bekasi dan Karawang, serta Jalan Tol Jakarta Tangerang yang berlanjut hingga Merak. Pada bagian dalam metropolitan hadir Jalan Tol Dalam Kota (DalKot) dilengkapi Jalan Tol menuju Bandara yang kemudian berlanjut dengan Jalan Tol yang bak cincin melingkari Jakarta (JORR : Jakarta Outer Ring Road).Â
Kebutuhan layanan transportasi darat yang terus berkembang tersebut sejak medio dekade 1980an telah menjadi perhatian dan nama Menteri Riset dan Teknologi saat itu alm B.J. Habibie dipandang sebagai pencetus Mass Rapit Transit (MRT) sebagai sarana transportasi masal. Menurut catatan ada 4 (empat) study yang menjadi landasan bagi pengembangan MRT yaitu :