Tulisan yang merupakan buah karya pribadi ini dengan mengadopsi gagasan dalam Financial Stability Surveillance Framework dari FSB (Financial System Board), dan mengacu pemahaman stabilitas dari BIS (Banking for International Settlement), juga  IMF (International Monetary Fund) berhubungan dengan Stabilitas Sistem Finansial Global serta disiplin Data Science berkaitan integrasi dan konsolidasi data juga gagasan orisinil dari pemahaman dan pengalaman dalam pemanfaatan Data Warehouse & Business Intelligence untuk sistem Surveillence.
Wawasan Hijrah Sektor Jasa Keuangan Menuju Indonesia Emas
Agar lolos perangkap pendapatan menengah diharapakan sebelum 2045 Indonesia melelewati ambang atas Pendapatan per Kapita Menengah USD 12.695 (rujukan World Bank 2022); status 2022 adalah Pendapatan Menengah dengan per kapita USD 4.783 (BPS 2023). Demi mendongkrak pertumbuhan dalam bingkai Endogenous Growth Theory (Paul Romer), investasi pada infrastruktur dan sumber daya manusia juga inovasi menjadi utama serta sektor konsumsi yang berkontribusi sekitar 58%-60% dari PDB (Produk Domestik Bruto). Sektor jasa keuangan sebagai pendukung pembiayaan dan penggalangan dana membutuhkan penguatan peran dan institusi. Belajar dari Asian Financial Crisis dan Krismon 1998 Â dan Great Recession2008 yang dipicu sektor finansial; krisis berimplikasi tekanan pertumbuhan dan butuh waktu panjang untuk pemulihan. Upaya preventif (pencegahan) serta pre-emptive (antisipasi) diperlukan untuk menghadapai gejolak dan krisis dengan memantau dan memeliharan sektor jasa keuangan agar senantiasa stabil juga dinamis; dan tangkas (agile)
Menggunakan model dengan pertumbuhan PDB di atas 6% dan pertumbuhan populasi yang terkendali, ambang Pendapatan Menengah akan dilewati pada sekitar tahun 2042 seperti pada Peraga-1.
Dengan agilitas akan mampu meredam gejolak perubahan domestik serta global yang kental dengan kondisi VUCA (Volatility Uncertainty Complexity Ambiguity) serta kejadian tak terduga dikenal sebagai Black Swan. Indonesia yang menganut sistem perekonomian terbuka, pada dunia yang terhubung (connected world), sektor jasa keuangan akan hadapi gejolak  tantangan  yang dikenal dalam Impossible Trinity
Hal mobilitas aliran dana masuk / keluar, kebijakan domestik Bank Indonesia yang independen, kebijakan nilai tukar dengan mata uang Rupiah (IDR) perlu dukungan karena kondisi mancanegara berdampak tularan terhadap Indonesia dan memicu krisis seperti pada 1997 dipicu krisis nilai tukar di Thailand.
Dalam menghadapi dan menangani krisis di Indonesia sudah memiliki Protokol Krisis (Undang-Undang No.9 tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan dan UU No. 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan) dalam koordinasi KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) yang mencakup Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan, (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Diksi Hijrah dipahami sebagai transformasi dalam tahapan dalam bingkai Perencanaan Berskenario (Scenario Planning) yang memperhatikan Tatapan Masa Depan (Foresight) dengan aspek STEMPEL (Sosial -- Teknologi -- Ekonomi -- Mobilital -- Politik -- Ekologi / Lingkungan Hidup -- Legal).
Pemahaman STEMPEL pada berikut ini dan akan digunakan pada bagian selanjutnya.
1.