Rentang Waktu dan Cermat Data serta Fakta
Dalam mencermati perekonomian Indonesia yang menganut sistem terbuka (Open System), penilaian terhadap kondisi dan kinerjanya selayaknya tidak dilakukan secara "snapshot" dan sporadis; tetapi pada rentang waktu serta memperhatikan siklus (cycle), kecenderungan (trend), dan pola perubahan (pattern).
Situasi dan kondisi domestik dan serta global yang sarat dengan CURVAS (Complexity, Uncertainty, Rush, Volatility, Ambiguity, Scare) akan sangat berpengaruh ditambah dengan aliran banjir informasi (flooding of information) melalui media cetak, elektronik, dan digital yang berbaur antara fakta, sesatan atau bias, dan anomali.
Kondisi Defisit Transaksi Berjalan, Depresiasi Nilai Tukar mata uang Rupiah (IDR) terhadap Dolar Amerika (USD), dan Posisi Cadangan Devisa sering ditanggapi secara sporadis tanpa mencermati data dan fakta; yang selanjutnya menimbulkan kecemasan yang berlebihan.
Badan Pusat Statistik (BPS) pada 6 Agustus 2018 mengumumkan angka pertumbuhan Produk Domestik Bruto Triwulan II 2018 secara tahunan yang mencapai 5,27%. Sementara pada 15 Agustus 2018 diterbitkan Neraca Perdagangan Juli 2018 (Klik di sini) yang menunjukkan defisit hingga USD 2,03 Miliar.
Agar dapat memahami kinerja perekonomian Indonesia secara utuh dan jernih serta kritis, Peraga-1 memberikan gambaran pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB atau GDP : Gross Domestic Product), Transaksi Berjalan (Current Account), dan Posisi Cadangan Devisa (Forex Reserve) pada rentang waktu Triwulan-I 2015 hingga Triwulan-II 2018.
Dalam rentang waktu tersebut, kecenderungan atau trend pertumbuhan PDB naik secara konsisten seperti juga Cadangan Devisa; sementara Defisit Transaksi Berjalan indikasinya bertambah. Jelas kinerja dan pencapaian ini bukan anomali; tetapi perlu juga merujuk dan mengelaborasi defisit pada neraca perdagangan Juli 2018, dan unsur dalam ekspor serta impor.
Ekspor dan Impor serta Aliran Dana Investasi
Gambaran ekspor dan impor non migas dalam rentang waktu 2015 hingga 2018 secara semesteran (tengah tahun) diberikan pada Peraga-2.
Berdasarkan gambaran di atas, kinerja perdagangan (ekspor dan impor) non migas per semester, digabungkan dengan gambaran kinerja Juli 2018, selalu mengalami surplus dengan kecenderungan (trend) naik.
Kinerja ekspor Juli 2018 dibandingkan Juni 2018 naik 25,19% sedangkan dibandingkan dengan Juli 2017 (Year on Year : YoY) naik sebesar 19.33%. Bandingkan kinerja ekspor ini dengan dengan kondisi global trade, seperti diberikan pada Peraga-3, dengan prediksi kenaikan ekspor goods (YoY) hanya "single digit" atau kurang dari 10%.
Perlu dipahami bahwa perdagangan Indonesia sudah erat terkait dengan Global Value Chain (Rantai Nilai Global); dengan faktor partisipasi 44% (lihat report di sini); sehingga kenaikan ekspor selalu akan berimplikasi pada kenaikan impor (bahan mentah atau setengah jadi).
Hal lain penyebab kenaikan pada nilai impor Juli 2018 adalah impor barang modal yang tercatat sebesar US$ 2,88 miliar; naik 71,95% secara bulanan dan tumbuh 24,81% dibandingkan Juli 2017 (YoY). Fakta ini bagus karena mengindikasikan peningkatan investasi; hal yang lama ditunggu.Â
Gambaran peningkatan investasi non domestik (Foreign Direct Investment : FDI) diberikan pada Peraga-4.
Kenaikan aliran masuk investasi asing (FDI) yang terjadi dalam 3 (tiga) semester terakhir akan selalu berimplikasi pada peningkatan impor barang modal. Secara umum, pada setiap aliran dana masuk sebesar USD 100, akan berimplikasi kebutuhan impor barang modal pada rentang USD 45-USD 50. Tetapi patut diingat bahwa investasi saat ini akan memberikan imbalan (return) serta dorongan pertumbuhan pada 2-3 tahun mendatang.
Masalah Laten : Migas
Kinerja defisit perdagangan selalu dikaitkan dengan migas dan gambarannya diberikan pada Peraga-5 di bawah ini.
Defisit yang timbul pada migas terjadi akibat penurunan produksi minyak nasional yang saat ini berada pada kisaran 780 ribu barel minyak per hari (Barrel Oil Per Day : BOPD) dengan trend turun. Pada sisi konsumsi kebutuhan BBM (Bahan Bakar Minyak) pada kisaran setara 1,6 Juta barel per hari dengan kecenderungan meningkat; sehingga perlu kebijakan yang bersifat disinsentif untuk mengendalikan konsumsi (lihat kebutuhan BBM di sini).
Dalam infografis ESDM digambarkan jumlah penerimaan negara yang berbalik lebih besar daripada Cost Recovery, seperti pada Peraga-5.Â
Fakta defisit migas dan infografis pada Peraga-5, menampilkan dilematika migas. Pada satu sisi Penerimaan Negara jadi lebih besar daripada Cost Recovery; tetapi pada sisi lain produksi turun dan defisit migas bertambah. Lintasan dan pilihan mana yang akan diambil atau tetap dengan kondisi yang ada tanpa penanggulangan terhadap defisit.
Fakta dan kinerja yang ditampilkan di atas memberikan asa untuk tetap optimis juga wawasan sekalian gugahan agar senantiasa jeli serta cermat dalam melihat permasalahan termasuk dalam penyusunan kebijakan perekonomian.
Arnold Mamesah - 24 Agustus 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H