Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Sekadar Pesan, "Pak Presiden Jangan Sesat Paham Soal Perdagangan Global"

2 Februari 2018   23:40 Diperbarui: 2 Februari 2018   23:52 1552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber informasi : BPS Ekspor - Impor (dengan pengolahan)

Saat berbicara dalam pembukaan rapat kerja Kementerian Perdagangan di Istana Negara, Jakarta, Rabu 31 Januari 2018, Presiden Jokowi mengekspresikan kekesalannya terhadap kinerja perdagangan global Indonesia yang kalah dibandingkan dengan nilai ekspor dari negara-negara tetangga. Mengutip pernyataan Presiden Jokowi : ""Ini fakta, dan angka itu ada. Dengan Thailand, Vietnam, Malaysia. Kalau kita terus begini bisa kalah dengan Kamboja dan Laos". Bagaimana selayaknya memahami kinerja dibalik angka perdagangan tersebut ?

Pada Peraga-1 diberikan gambaran nilai ekspor Indonesia pasca "commodity boom" 2012.

Sumber informasi : BPS Ekspor - Impor (dengan pengolahan)
Sumber informasi : BPS Ekspor - Impor (dengan pengolahan)
Setelah defisit pada masa 2012 - 2014, perdagangan Indonesia berbalik mengalami surplus sejak 2015 dan terus meningkat hingga 2017 nilainya mencapai USD 11.885 Juta. Nilai ekspor tahunan memang turun dari 2012 sebesar USD 190.031 Juta dan pada 2016 mencapai USD 145.186 Juta; tetapi kemudian meningkat pada 2017 mencapai besaran USD 168.810 Juta. Sementara impor pada 2012 mencapai USD 191.691 turun hingga mencapai USD 135.652 tetapi pada masa 2017 naik menjadi USD 156.925 Juta.

Dibalik angka ekspor, impor, dan surplus tersebut dapat dilihat indikator kinerja seperti pada Peraga-2.

Indonesia Trade Key Indicators - koleksi Arnold M.
Indonesia Trade Key Indicators - koleksi Arnold M.
Setelah selalu turun dalam masa 2012 - 2016, pada 2017 terjadi peningkatan 16.3% untuk ekspor dan 15.7% untuk impor, dibandingkan dengan masa sebelumnya; sedangkan rasio nilai surplus terhadap ekspor terjadi peningkatan sejak 2015 sebesar 5.1% menjadi 7% pada 2017. 

Sebagai pembanding, Peraga-3 memberikan gambaran kondisi Vietnam.

Sumber informasi : WTO - Vietnam (dengan pengolahan).
Sumber informasi : WTO - Vietnam (dengan pengolahan).
Dalam perdagangan barang (merchandise), kinerja ekspor Vietnam meningkat; demikian juga kinerja impor. Tetapi jika dicermati kondisi surplus yang terjadi pada 2016 dan 2017, rasionya terhadap nilai ekspor di bawah 1.5% (2016 : 1.4% dan 2017 : 1.2%).

Dengan melihat rasio surplus terhadap nilai ekspor dan perbandingannya antara Indonesia dan Vietnam, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa peningkatan nilai dalam proses produksi barang ekspor Indonesia yang lebih baik daripada Vietnam.

Salah satu mitra utama perdagangan Indonesia adalah Amerika Serikat (USA); gambaran surplus perdagangan Indonesia terhadap USA diberikan pada Peraga-4.

Indonesia US Trade Surplus - koleksi Arnold M.
Indonesia US Trade Surplus - koleksi Arnold M.
Sumber informasi : US Census Bureau, tanda (*) : estimasi

Berdasarkan nilai surplus perdagangan terhadap US selama 2016, Indonesia pada peringkat-15. Gambaran Top-20 negara yang mengalami surplus terhadap US diberikan pada Peraga-4.

list-of-us-deficited-countries-5a748be8dd0fa813a125b4e5.jpg
list-of-us-deficited-countries-5a748be8dd0fa813a125b4e5.jpg
Pada awal pemerintahan, Presiden US Donald Trump mengancam akan memerangi defisit perdagangan US; terutama terhadap negara-negara yang menikmati surplus; namun kenyataannya Indonesia berdasarkan estimasi akan mengalami peningkatan surplus sekitar 2.5%.

Jika dicermati, surplus sejak 2015 hingga 2017 disebabkan penurunan impor yang lebih besar daripada penurunan ekspor. Sementara sejalan dengan ekspansi investasi infrastruktur, selayaknya terjadi peningkatan impor barang modal selaras dengan pertumbuhan investasi baik asing maupun domestik yang justru akan mengakibatkan defisit dalam perdagangan. 

Peningkatan impor barang modal diperlukan demi pengembangan industri yang kelak mendukung peningkatan pertumbuhan perekonomian pada masa mendatang. Memperhatikan tren perdagangan global yang pertumbuhan tahunannya lebih rendah daripada pertumbuhan ekonomi global berdasarkan PDB (Produk Domestik Bruto), sulit berharap untuk peningkatan ekspor dalam jumlah besar; sementara Kementerian Perdagangan menetapkan target peningkatan ekspor 2018 sebesar 11% yang berimplikasi menambah surplus. 

Dengan wawasan jangka pendek, mendapatkan surplus merupakan target; tetapi untuk pertumbuhan yang berkelanjutan dan langgeng defisit perdagangan merupakan kondisi yang tidak dapat dielakkan. Inilah dilematika perdagangan.

Arnold Mamesah - 1 Februari 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun