Kecoak Daya Beli
Sebutan "overdosis (English : Overdose)" umumnya dikaitkan dengan penggunaan NAPZA (Narkoba, Psikotropika dan Zat Adiktif), jenis obat-obatan yang dapat berimplikasi pada kesehatan dan kejiwaan tubuh yang mengkonsumsinya; sebagai akibat dari penggunaan yang tidak tepat atau berlebihan (over consumption). "Kecoak" selalu dianggap hewan yang menjijikan dan muncul di tempat kotor dan jorok; akan selalu muncul kembali walaupun telah diusir dan dibasmi apabila kondisinya kembali kotor alias tidak bersih.
Bagi dunia usaha, pinjaman dipandang sebagai penambah daya demi meningkatkan kapasitas dan hasil usaha. Minat penambahan kapasitas didorong adanya harapan peningkatan imbalan (return) pada masa depan; tetapi sering faktor resiko dan ketidakpastian (risk & uncertainty) tidak diperhatikan.
Pasca pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) tentang pertumbuhan ekonomi Triwulan-II 2017, masalah daya beli jadi pembahasan dan perdebatan. Penurunan daya beli merupakan implikasi dari berbagai kondisi dan keadaan sebelumnya yang "kotor dan jorok'; ibarat kecoak yang kembali akan muncul dan berlanjut (Lihat artikel : Anomali Para Pembantu Presiden). Walaupun demikian, dalam kondisi moneter yang mengesankan, Bank Indonesia masih optimis dengan pertumbuhan ekonomi 2017 pada kisaran 5,2%. Berdasarkan penjelasan BPS, pendukung utama pertumbuhan Triwulan-II adalah faktor peningkatan investasi pemerintah dan ekspor. Pada sisi lain, investasi non pemerintah (sektor private) memberikan gambaran yang tidak selaras mendukung pertumbuhan ekonomi bahkan kondisinya cenderung turun. Apakah hanya daya beli semata yang menjadi kecoak pertumbuhan rendah ?
Faktor Input
Investasi merupakan faktor input utama dalam pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan langgeng. Investasi akan memberikan perluasan lapangan kerja baru dan tentunya menyerap tenaga kerja; yang selanjutnya berimplikasi pada pendapatan. Peningkatan pendapatan akan menaikkan permintaan dan dampaknya pada perbaikan kinerja dunia usaha (sektor private) serta kenaikan penerimaan pajak pemerintah.
Gambaran kondisi investasi sektor private diberikan pada beberapa peraga berikut ini.
Peraga-1 : Aliran Masuk Dana Penanaman Modal Asing (PMA - Inflow FDI)
Aliran masuk dana PMA pada masa 2011 hingga 2015 (Triwulan-III hingga Triwulan-II tahun berikutnya) berada pada rentang USD 17 Miliar hingga USD 26.5 Miliar atau secara rerata USD 22,8 Miliar selama 4 tahun; sementara untuk masa 2015 - 2017 trend-nya turun dengan catatan bahwa pada Triwulan-IV 2016 terjadi aliran balik atau keluar.Â
Peraga-2 : Pinjaman Eksternal dalam Valuta Asing (Valas)
Aliran masuk pinjaman modal kerja dan investasi sektor private pada masa 2010 hingga 2014 (Mei hingga April tahun berikutnya) bertumbuh positif. Tetapi pada 2015 dan 2016 keadaan berbalik dan cenderung terjadi pembayaran utang sehingga tidak ada tambahan "penambahan input" untuk investasi.
Peraga-3 : Pertumbuhan Kredit Investasi Perbankan
Kredit investasi pada masa 2010 - 2014 (Mei hingga April tahun berikutnya) bertumbuh "double digit" (di atas 10%, secara tahunan); sementara pada 2015 dan 2016 pertumbuhannya "single digit" (di bawah 10%). Pertumbuhan rendah kredit investasi sering dikaitkan dengan suku bunga pinjaman yang masih di atas 10%; tetapi alasan tersebut tidak tepat (lihat artikel : Stimulus dalam Pasungan dan Ancaman Resesi Neraca).Â
Berdasarkan gambaran di atas, minat berinvestasi sektor non pemerintah rendah dan lebih berupaya meringankan beban usaha dengan membayar pinjaman.
Godaan dan Pepesan Kosong
Alasan lebih mengutamakan pembayaran pinjaman berkaitan dengan "Syarat & Ketentuan" (Term & Condition) pinjaman tersebut; umumnya pada suku bunga rendah (low interest rate) dan jangka waktu pinjaman pendek.Â
Gambaran besaran pinjaman yang jatuh tempo dalam waktu 12 bulan ke depan diberikan pada peraga berikut ini.
Peraga-4 : Pinjaman berdasarkan Jatuh Tempo
Suku bunga rendah tetapi jangka waktu singkat berkaitan dengan kebijakan stimulus moneter Bank Sentral negara maju pasca Krisis Keuangan 2008. Sebagai contoh di US, The Fed memasang suku bunga acuan hingga hampir 0%; sementara di kawasan European Union, European Central Bank melakukan hal yang serupa, juga Bank of Japan. Godaan suku bunga rendah tersebut dipandang sebagai kesempatan. Pinjaman langsung "disambar" demi meningkatkan kapasitas dan mendorong pertumbuhan usaha tanpa memperhatikan kondisi global yang mulai mengalami deflasi (penurunan harga) komoditas; dan kondisi "overdosisis" menjadi tuaian pada kemudian hari.
Struktur Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia secara umum gambarannya 60% konsumsi, 35% investasi, dan kurang dari 5% pada perdagangan global. Belanja pemerintah secara rerata kurang dari 20% PDB; tetapi faktor investasi pemerintah yang utamanya pada sektor infrastruktur, memberikan dorongan bagi pertumbuhan mengindikasikan peningkatan hasil dan daya guna anggaran sehingga layak mendapat apresiasi. Berharap akan peningkatan pertumbuhan tanpa partisipasi non pemerintah atau sektor private ibarat sebuah pepesan kosong. Dengan kondisi sektor private yang masih berupaya membayar pinjaman maka pilihannya kembali pada investasi pemerintah.
Masalah penurunan daya beli dan minat investasi bukan hal baru dalam perekonomian; penyelesaiannya perlu memperhatikan Prinsip Ekonomi. Ahli ekonomi John Maynard Keynes memberikan resep dan kutipannya : "In recessions the aggregate demand of economies falls. In other words, businesses and people tighten their belts and spend less money. Lower spending results in demand falling further and a vicious circle ensues of job losses and further falls in spending. Keynes's solution to the problem was that governments should borrow money and boost demand by pushing the money into the economy. Once the economy recovered, and was expanding again, governments should pay back the loans."
Resepnya tersedia tanpa perlu mencari dengan "trial-error" kecuali ingin kecoak tekanan pertumbuhan muncul kembali.Â
Arnold Mamesah - 10 Agustus 2017
Catatan. Modifikasi (14/08/2017) pada aliran masuk penanaman modal asing hingga Triwulan-II 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H