Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kehati-hatian Kini Merupakan Kepandiran Saat Krisis Menerpa

21 Juli 2017   17:12 Diperbarui: 21 Juli 2017   19:30 1022
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia FDI FPI Inflow - koleksi Arnold M.

Krisis dan Pembelajaran

Dalam dua puluh tahun terakhir, terjadi dua krisis finansial global masing-masing Krisis Finansial Asia 1997 dan Krisis Finansial Global 2008. Pada krisis Finansial Asia 1997, diawali letupan dari Thailand (Thom Yum Gung Crisis), tularannya merambat ke kawasan ASEAN dan negara-negara Asia Timur. Ibarat "Black Swan" yang muncul secara tiba-tiba, kejadian ini mengejutkan karena sebelumnya kinerja perekonomian negara-negara ASEAN dan Asia Timur sangat erat dengan sebutan "Asian Tigers" atau "Economic Miracles".

Peraga-1 : South East Asia & East Asia Miracle

asian-miracle-597060684fc4aa1d603306d2.png
asian-miracle-597060684fc4aa1d603306d2.png
Peraga-2 : Pertumbuhan PDB Pre & Post Asian Financial Crisis

ASEAN & East Asia GDP Growth Pre and Post Crisis - koleksi Arnold M.
ASEAN & East Asia GDP Growth Pre and Post Crisis - koleksi Arnold M.
Potret pertumbuhan ekonomi Indonesia diukur dalam Produk Domestik Bruto (PDB) pada 1995 dan 1996 berada di atas 7%, turun menjadi 4,7% pada 1997 dan negatif 13,1% pada 1998. Demikian juga negara-negara ASEAN pada 1997 berada pada kisaran 5% dan menjadi negatif 8,3% pada 1998. Kawasan Asia Timur (East Asia) mengalami penurunan pertumbuhan sekitar 3,5% menjadi 2,5%. Dalam badai krisis Finansial Asia tersebut, pertumbuhan negara maju pada kisaran 3% dan US pada kisaran 4% sementara pertumbuhan PDB global sedikit di atas 4%.

Kurang dari 5 (lima) tahun, pertumbuhan perekonomian Indonesia kembali pada kisaran 5%, demikian juga kawasan ASEAN dan kawasan Asia Timur melaju di atas 5%.

Pasca Dotcom Bubble pada awal abad XXI, regulator sektor finansial US melakukan perbaikan dan pengetatan yang mencakup perbankan, bank investasi, dan lembaga keuangan non bank; demi mencegah perilaku spekulasi dalam pasar saham dan keuangan. Dalam penilaian kinerja dan kesehatan lembaga keuangan, dikenal tiga firma penilai yaitu : Fitch, Moody, dan Standard & Poor (S&P). Merujuk pada catatan, korporasi dan lembaga keuangan yang bangkrut atau harus mendapatkan "suntikan" (bail out) pada saat Krisis Finansial 2008; pada pra krisis umumnya mendapatkan rating "high grade" dari tiga firma penilai tersebut.

Peraga-3 : Pertumbuhan PDB Pre & Post Global Financial Crisis

GDP Growth Pre & Post Global Financial Crisis 2008 - koleksi Arnold M.
GDP Growth Pre & Post Global Financial Crisis 2008 - koleksi Arnold M.
Pra krisis pertumbuhan PDB US pada kisaran 3% dan rerata negara maju (G7 dan European Union) di atas 2,5%. Pasca krisis hingga 2016 rerata pertumbuhan PDB US hanya mencapai 2% sedangkan negara maju pada kisaran 1,75%; sehingga dapat dikatakan belum sepenuhnya pulih. Sementara kawasan Asia Tenggara (South East Asia) yang mencakup ASEAN dan Indonesia serta kawasan Asia Timur (East Asia) hanya mengalami tekanan pertumbuhan pada dua tahun pertama pasca krisis.

Dengan memperhatikan kondisi pertumbuhan pasca krisis, dampak krisis finansial 2008 jauh lebih besar daripada krisis Asia 1997. Pada sisi lain penilaian terhadap kawasan ASEAN dan Asia Timur pra krisis 1997 atau 'rating" yang diberikankan firma penilai pra krisis 2008 tidak memberikan makna atau jaminan terhadap ketangguhan perekonomian suatu negara atau korporasi. Catatan lain adalah unsur spekulasi dan sentimen dalam pasar uang dan pasar modal serta "bandwagon effect" (efek ikutan) besar pengaruhnya dalam eskalasi krisis.

Data dan Fakta Kritikal

Sejak Mei 2017 berbagai indikator positif diberikan kepada Indonesia. Pada pertengahan Mei 2017 lalu firma Standard & Poor's menyematkan peringkat "Investment Grade" bagi Indonesia. Awal Juni 2017 UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development) dalam World Investment Report 2017 menunjukkan bahwa Indonesia berada dalam peringkat-3 tujuan investasi di kawasan Asia setelah Tiongkok dan India (lihat World Investment Report 2017 di sini). Pada pertengahan Juli 2017 hasil Gallup World Pool melaporkan Indonesia pada peringkat pertama dalam "Tingkat Kepercayaan Masyarakat terhadap Pemerintah". Mengutip penjelasan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI), faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan tersebut antara lain bahwa masyarakat menganggap pemerintah dapat diandalkan, cepat, tanggap, adil serta mampu melindungi masyarakat dari risiko sekaligus memberikan pelayanan publik secara efektif(lihat rujukan di sini). Terhadap penilaian yang direpresentasikan indikator serta peringkat tersebut tentunya diterima dengan rasa syukur; tetapi perlu melihat fakta berdasarkan data.

Untuk menjamin pertumbuhan yang berkelanjutan, faktor input dalam perekonomian berbentuk investasi sangat penting; data dalam peraga-peraga berikut ini patut menjadi perhatian.

Peraga-4 : Aliran Penanaman Modal Asing (FDI)

Indonesia FDI FPI Inflow - koleksi Arnold M.
Indonesia FDI FPI Inflow - koleksi Arnold M.
Sumber informasi : Bank Indonesia - SDDS (dengan pengolahan); Masa perbandingan mencakup 4 triwulan; dari Triwulan-2 hingga Triwulan-1 tahun berikutnya. Nilai dalam Juta Dolar Amerika (USD). 

Dalam hal dana dari eksternal (asing), aliran masuk penanaman modal langsung asing (Foreign Direct Investment) pada 2015 dan 2016 turun; sedangkan aliran portofolio naik pada 2016 dibandingkan 2015.

Peraga-5 : Pertumbuhan Pinjaman Eksternal Swasta

Posisi Pinjaman Eksternal Swasta - koleksi Arnold M.
Posisi Pinjaman Eksternal Swasta - koleksi Arnold M.
Sumber informasi : Bank Indonesia - SULNI (dengan pengolahan)

Pinjaman investasi sektor swasta dalam valuta asing turun; kenaikan terjadi pada "Refinancing" yang maknanya bukan investasi baru dan mengindikasikan upaya restrukturisasi terhadap pinjaman yang telah ada.

Peraga-6 : Pertumbuhan Kredit Investasi Perbankan

Pertumbuhan Kredit Investasi Perbankan - koleksi Arnold M.
Pertumbuhan Kredit Investasi Perbankan - koleksi Arnold M.
Sumber informasi : Bank Indonesia - SEKI (dengan pengolahan) 

Dalam hal ekspansi kredit investasi melalui perbankan nasional, pertumbuhan 2016 di bawah 10%. Jika pertumbuhan tahunan kredit investasi 2017 sebesar 12% (pertumbuhan pada triwulan-1 2017 hanya 8,5%); rasio peningkatan kredit investasi hanya 1% dari PDB. Dengan pencapaian demikian dorongan investasi terhadap pertumbuhan akan rendah dan serupa dengan masa 2014 dan 2015.

Peraga-7 : Penerimaan Pajak Penghasilan (PPH) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Gambaran PDB PPH PPN dan Rasio - koleksi Arnold M.
Gambaran PDB PPH PPN dan Rasio - koleksi Arnold M.
Sumber informasi : Laporan Keuangan Pemerintah Pusat - Kementerian Keuangan R.I. (dengan pengolahan)

Memperhatikan rasio terhadap PDB, penerimaan PPH mencapai 5,5% pada 2011; sedangkan PPN mencapai 4% pada 2013. Jika kinerja tersebut dicapai pada 2016, ditambah dengan penerimaan lainnya maka rasio pajak terhadap PDB dapat mencapai 13% (bandingkan dengan realisasi pencapaian rasio penerimaan pajak terhadap PDB 2016 : 10,5%). 

Dari penurunan rasio PPN terhadap PDB memberikan indikasi penurunan daya beli masyarakat serta peningkatan "underground transaction" yang maknanya transaksi yang tidak terjangkau pajak (fiscus) atau dengan sengaja menghindari pajak.

Ancaman Nyata Pertumbuhan dan Krisis

Faktor investasi merupakan kunci bagi pertumbuhan yang berkelanjutan. Fakta penurunan aliran penanaman modal asing (FDI) dan rendahnya ekspansi kredit investasi akan menekan pertumbuhan ekonomi pada tahun-tahun mendatang. Stimulus pemerintah melalui investasi infrastruktur semata sulit untuk mendongkrak pertumbuhan karena porsi belanja pemerintah kurang dari 20% PDB.

Aliran masuk investasi portofolio memang dapat membantu mengurangi defisit transaksi berjalan ditambah neraca perdagangan yang surplus. Tetapi investasi portofolio dapat berbalik menjadi tekanan saat kondisi yang dianggap ancaman yang akan berimplikasi penarikan modal serta ke luar dari pasar dan menimbulkan goncangan dan krisis.

Dalam menghadapi situasi ini, pemerintah khususnya jajaran kementerian bidang perekonomian selalu mengatakan : "Mencermati kondisi global dan bersikap hati-hati dalam mengelola keuangan terutama menyangkut defisit serta utang". 

Kelak saat krisis menerpa kehati-hatian dianggap sebagai kepandiran dalam mengantisipasi tekanan pertumbuhan dan gejolak.

Arnold Mamesah - 21 Juli 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun