Tidak dapat diingkari bahwa "kasta" Indonesia sudah berbeda dengan masuk dalam kelompok elite perekonomian global yaitu G20 (Group of Twenty); kelompok negara negara yang secara agregasi PDB (Produk Domesti Bruto - Nominal 2016) berada sedikit di atas 80% PDB global.Â
Peraga-1 : PDB G20
European Union meliputi negara-negara seperti Jerman, United Kingdom, Perancis, Itali, Spanyol, Belanda, dan anggota yang lain. Kelompok "Others" mencakup India, Indonesia, Brazil, Korea Selatan, Kanada, Mexico, Australia, Rusia, Turki, Saudi Arabia. Total PDB global 2016 adalah sebesar USD 75,2 Triliun.
Dalam tiga tahun terakhir (2014 - 2016) gambaran pertumbuhan PDB dalam lingkup G20 diberikan pada chart berikut.
Peraga-2 : Pertumbuhan PDB G20
Secara rerata pertumbuhan PDB G20 di bawah pertumbuhan global; pertumbuhan PDB EU (European Union) dan USA lebih rendah dari G20; 3 (tiga) perekonomian, India, Tiongkok (China), dan Indonesia berada di atas pertumbuhan global. Dari tiga perekonomian tersebut, trend Tiongkok turun; India dan Indonesia naik.Â
Lantas dimanakah letak pesona Indonesia ? Tabel berikut memberikan gambaran pertumbuhan PDB, defisit anggaran, dan posisi utang.
Peraga-3 : Pertumbuhan - Defisit - Rasio Utang
Dari Peraga-3 ditunjukkan bahwa 5 (lima) perekonomian tumbuh di atas 3% yaitu India, Tiongkok, Indonesia, Turki dan Spanyol; sedangkan lainnya di bawah 3% dengan catatan Rusia dan Brazil mengalami pertumbuhan negatif. Untuk anggaran, hanya Korea Selatan dan Jerman yang surplus sedangkan lainnya defisit.
Ambang batas rasio utang terhadap PDB yang umum digunakan besarnya 60%; dengan demikian Jepang, Itali, USA, Spanyol, Kanada, UK, Perancis, Brazil, India, Jerman, dan Belanda (Netherland) telah melibihi ambang batas. Sedangkan empat negara, Turki, Indonesia, Rusia, dan Arab Saudi rasio utang rendah di bawah 30%.
Demi mencapai pertumbuhan di atas 3%, Spanyol membutuhkan defisit hingga 4.3%, Turki mencapai defisit 3,4%, Tiongkok mencapai 3,7%, India harus mengalami defisit hingga 6,7%; sedangkan Indonesia cukup dengan rerata defisit 2.57%. Dalam kondisi surplus anggaran, Korea Selatan mencapai rerata pertumbuhan 2,7% sedangkan Jerman mencapai angka 1,6%.Â
Tidak dapat disangkal bahwa perekonomian global saat ini mengalami "Secular Stagnation". Dalam kondisi ini, pertumbuhan dengan mengandalkan kekuatan pasar tidak terwujud sehingga membutuhkan "intervensi". Melalui intervensi stimulus moneter, kebijakan yang digunakan Bank Sentral umumnya dengan menurunkan suku bunga acuan, tidak berhasil mendorong konsumsi, investasi, dan inflasi sehingga peningkatan pertumbuhan tidak tercapai. Pilihan lain adalah intervensi stimulus fiscal yang berdampak peningkatan defisit anggaran. Dalam pengertian ini, perekonomian Indonesia menampilkan pesona; karena dengan defisit yang hanya pada kisaran 2,57% dan rasio utang di bawah 30% tetapi dapat mencapai pertumbuhan 5%.
Lantas akan muncul pertanyaan : "Kenapa tidak memaksimalkan defisit agar dapat mendorong pertumbuhan menjadi lebih tinggi ?" Hal ini selayaknya menjadi tantangan bagi para pembantu presiden di bidang perekonomian.
Arnold Mamesah - 15 Juli 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H