Sumber Gambar : Kompas - Ekonomi / Makro
Faktor Eksternal dan Perdagangan Global
Awal 2017 Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) sering menyebut 3 (tiga) faktor global atau eksternal yang mengancam pertumbuhan perekonomian Indonesiayaitu : Trump Effect, Pasca Brexit, dan Tiongkok Rebalancing. Namun hal tersebut sudah disanggah melalui artikel : "Brexit, Efek Trump, "Rebalancing" Tiongkok Berdampak Negatif?" (Klik di sini untuk membaca artikel). Faktanya perekonomian United Kingdom bertumbuh pasca Brexit seperti juga Tiongkok yang tumbuh 6,9% pada Triwulan-I 2017; sedangkan USA pertumbuhannya turun pasca Presiden Donald Trump memegang kendali di White House, Washington. (Lihat artikel : "Kritis dan Jernih terhadap Ekonomi Garuda" di sini).
Sebagai gambaran atas perekonomian USA, Peraga-1 menunjukkan pergerakan nilai tukar Dolar Amerika (USD) terhadap mata uang mitra dagang USA (broad, di luar China, European Union, UK, dan Jepang) dan peningkatan upah (earning) tenaga kerja.
Dari Peraga-1 dapat dilihat bahwa indeks nilai tukar USD (garis biru; berdasarkan Trade Weighted Currency Exchange) turun; sementara pertumbuhan upah tenaga kerja di USA (garis merah - Average Hourly Earning of Production and Supervisory) turun atau "stagnant" pada masa Januari - April 2017.
Khusus untuk China, perlu dicermati dengan mengkaji posisi Cadangan Devisa dan Surplus Perdagangan serta pergerakan indeks mata uang berdasarkan (Real Effective Exchange Rate). Gambarannya diberikan pada Peraga-2.
Dengan neraca perdagangan global selalu surplus (kecuali Februari 2017), jumlah cadangan devisa China seharusnya bertambah dan indeks mata uang naik. Yang terjadi trend cadangan devisa turun dan indeks REER juga turun. Dengan kondisi demikian, walaupun pada Triwulan-I 2017 pertumbuhan China naik, tetapi menyimpan "bahaya laten"; diprakirakan berkaitan dengan tekanan utang korporasi serta "capital outflow" dari China. Sekedar tambahan, posisi cadangan devisa China akhir April 2017 naik ke USD 3.030 Miliar.
Salah satu faktor pendorong tingkat pertumbuhan Triwulan I 2017 adalah perdagangan global khususnya ekspor. Pada artikel : "Surplus Perdagangan Surplus Perdagangan dalam Percaturan "Tularan Tiongkok" dan "Trump Effect"" (Klik di sini untuk membaca artikel lengkap) telah diprediksi lanjutan kondisi surplus khususnya terhadap mitra dagang utama seperti USA, European Union, dan Jepang; sedangkan defisit terhadap China seharusnya mendapatkan perhatian terutama dampak praktek perdagangan yang "tidak layak" (ingat kasus penyelundupan tekstil, dumping harga baja, counter trade atau barter terselubung).
Gejolak Global dan DomestikÂ
Selain masalah Secular Stagnation (pertumbuhan tertekan walaupun telah diberikan stimulus; untuk penjelasan lengkap klik di sini), perekonomian global dihadapkan dengan kondisi New Normal yang gambarannya diberikan pada Peraga-3.
Memperhatikan gejolak global dan domestik yang terjadi dan kondisi New Normal, dan menggunakan "Important & Urgent Matrix" (Matriks Penting dan Genting) serta memperhatikan tingkatannya (rendah hingga tinggi) dapat dipetakan permasalahan sebagaimana diberikan pada Peraga-4.
Untuk permasalahan yang tingkat kepentingannya rendah dari sisi perekonomian, tidak akan dibahas dalam artikel (mencakup isu paham, mahzab, serta riak sosial politik).
Dalam lingkup domestik, masalah kritikal yang perlu dikelola dengan cermat, berkaitan dengan pembangunan infrastruktur dan peningkatan investasi yang berimplikasi pada peningkatan daya beli masyarakat dan peningkatan pertumbuhan yang berkelanjutan. Dengan perekonomian yang mengalami kondisi keterbatasan dan memilih kebijakan stimulus anggaran (bukan pengetatan atau austerity), dampak defisit anggaran pasti akan terjadi dan perlu ditutup dengan penambahan utang.
Sementara untuk jangka waktu panjang, diperlukan fokus dalam penanganan hal-hal yang berkaitan dengan reformasi birokrasi, peningkatan penerimaan negara melalui pajak, dan upaya pemerataan dengan pemberdayaan pada sektor usaha masyarakat. Berkaitan dengan hal ini akan mencakup akses pada sumber daya dan pendidikan serta dukungan untuk bertumbuh. Selain itu perlu wawasan dan perspektif terhadap masa depan yang berkaitan dengan perkembangan Ekonomi Digital serta kepedulian terhadap masalah Pangan, Energi, serta Air (Food, Energy, Water) dan memperhatikan Tujuan Pertumbuhan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals).
Situasi Dilematis
Untuk membangun infrastruktur, pemerintah menghadapi keterbatasan fiskal sehingga mendorong partisipasi publik melalui skema PPP (Public Private Partnerhip) dengan berbagai dukungan dan penjaminan. Beberapa proyek stratejik dengan atribut prioritas yang ditawarkan pemerintah sayangnya tidak dipersiapkan secara utuh dan komprehensif sehingga minat untuk pihak swasta berpartisipasi rendah. Selayaknya pada tahapan pertama yang dimajukan bukan "mega proyek' tetapi proyek berukuran kecil atau sedang dengan tingkat kompleksitas tidak tinggi serta memberi dapak langsung pada pertumbuhan perekonomian dengan orientasi "Small is Beautiful".
Dalam berbagai kesempatan menyampaikan permasalahan seputar pertumbuhan ekonomi, SMI selalu menyebut investasi swasta sebagai faktor penting. Kondisi ini memang ideal tetapi pada kenyataannya swasta enggan berinvestasi karena mengalami "Resesi Neraca" (Balance Sheet Recession); sedangkan dukungan kredit perbankan masih sulit diharapkan akibat deraan masalah Non Performing Loan (lihat artikel : "Stimulus dalam Pasungan dan Ancaman Resesi Neraca", klik di sini untuk at membaca artikel).
Pihak swasta domestik dan asing adalah pihak yang tidak dapat dikendalikan pemerintah; pengambilan keputusan untuk berinvestasi akan dilakukan dengan mempertimbangkan kapasitas serta kemampuan. Dengan demikian tinggal bergantung pada sikap pemerintah sebagai pemegang kendali fiskal apakah tetap memperhatikan situasi dilematis dengan pertumbuhan investasi rendah atau bersedia untuk meningkatkan defisit yang berimplikasi pada peningkatan utang. Pertimbangan untuk situasi ini pun sudah pernah dibahas dan ditulis dalam artikel : "Saatnya Berutang" (klik di sini untuk membaca artikel).Â
Ternyata bukan faktor global yang mempengaruhi pertumbuhan perekonomian Indonesia tetapi masalah domestik !
Arnold Mamesah - pekan ke dua Mei 2017
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI