Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

SMI Abaikan Sinyal demi Tax Amnesty, Buahnya Kontraksi

6 Februari 2017   20:47 Diperbarui: 4 April 2017   18:10 1733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : Harian Terbit

Konsumsi dan Investasi

Senin pertama Februari 2017, BPS (Badan Pusat Statistik) mengumumkan : "Ekonomi Indonesia Tahun 2016 Tumbuh 5,02 Persen Lebih Tinggi Dibanding Capaian Tahun 2015 Sebesar 4,88 Persen". Dengan pertumbuhan tersebut, Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp12.406,8 triliun dan PDB perkapita mencapai Rp47,96 juta atau US$3.605,1.

Angka pertumbuhan ini tidak jauh berbeda dengan perhitungan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) pada awal Januari 2017. Penerimaan pajak secara keseluruhan per 31 Desember 2016 mencapai Rp 1.105 triliun, atau 81,54% dari target penerimaan di APBNP 2016 sebesar Rp 1.355 triliun, tumbuh sekitar 4,13% dibanding 2015. Dari jumlah penerimaan pajak tersebut, sekitar 107 Triliun Rupiah (IDR) merupakan dana tebusan Tax Amnesty yang disetor masyarakat atau individu serta perusahaan (korporasi).

Dari berita BPS tersebut dikutip penjelasan : "Ekonomi Indonesia triwulan IV-2016 bila dibandingkan triwulan sebelumnya (q-to-q) mengalami kontraksi sebesar 1,77 persen." Berdasarkan penjelasan tersebut, seandainya tidak mengalami kontraksi, PDB bertambah sekitar IDR 54.9 Triliun (1,77% dari rerata PDB per triwulan sebesar IDR 4.100 Triliun) dan mencapai angka 12.460 Triliun. Dengan angka PDB tersebut pertumbuhan 2016 menjadi 5,48% bukan 5,02%.

Kontraksi pada Triwulan-4 2016 tidak mengejutkan dan sinyalnya sudah disampaikan SMI pada pekan ketiga Agustus 2016. (lihat berita : Sri Mulyani: Masyarakat Kurangi Belanja karena Tax Amnesty). Dalam masa September - Desember 2016, sejumlah IDR 107 Triliun tersedot dari masyarakat dan dunia usaha sebagai "upeti" Tax Amnesty; tentu akan sangat berpengaruh pada peredaran uang. Dampak langsung dirasakan pada sektor konsumsi yang memberikan kontribusi sekitar 60% pada PDB. Sementara, penurunan inflasi triwulan-IV khususnya pada akhir tahun merupakan indikasi lain terhadap turunnya minat dan daya beli masyarakat.

Dalam kondisi penurunan konsumsi, realisasi penanaman modal tidak memberikan dampak ungkitan karena pertambahan realisasinya rendah (lihat Peraga-1 dan Peraga-2).

Peraga-1 : Laporan Kegiatan Penanaman Modal BKPM

Sumber informasi : BKPM via Twitter
Sumber informasi : BKPM via Twitter
Berdasarkan Peraga-1, pertambahan realisasi penanaman modal triwulanan 2016 (hasil olahan) diberikan pada peraga berikut ini.

Peraga-2 : Pertambahan realisasi investasi triwulanan dan akumulasi tahunan

Sumber: BKPM
Sumber: BKPM
Secara akumulasi dibandingkan posisi 2015, realisasi penanaman modal dalam negeri bertambah IDR 11,9 Triliun dan penanaman modal asing bertambah IDR 2,1 Triliun; sehingga secara total selama 2016 bertambah IDR 14 Triliun.

Dana Repatriasi dan Ekspansi Fiskal

Selain mengupayakan tambahan penerimaan pajak, Tax Amnesty diharapkan memberikan manfaat dari "dana balik kandang" (repatriasi) untuk digunakan dalam investasi produktif. Kenyataannya dana yang telah balik kandang banyak yang mengendap dan berimplikasi kenaikan beban bunga yang ditanggung perbankan. (lihat berita : OJK: 71 Persen Dana Repatriasi Mengendap di Perbankan). 

Pada sisi lain, perbankan diharapkan dapat menurunkan bunga pinjaman yang masih "double digit"; sementara tidak bisa disangkal perbankan harus mencadangkan tambahan dana akibat ancaman kenaikan NPL (Non Performing Loan); indikasinya pada kondisi terkini tentang lonjakan restrukturisasi kredit.  

Rendahnya minat dapat dilihat dari pertumbuhan kredit perbankan selama 2016 (lihat berita : BI Catat 2016 Kredit Tumbuh 9%); Dengan indikasi demikian berarti pertumbuhan permintaan barang konsumsi rendah dan menyurutkan minat investasi yang kembali berimplikasi pada faktor dorongan pertumbuhan. Secara umum, penurunan minat investasi ini merupakan wujud sikap dunia usaha khususnya korporasi dalam menyelesaikan Problem Resesi Neraca (Balance Sheet Recession); dalam kondisi seperti ini stimulus berupa belanja pemerintah menjadi faktor penting untuk memacu investasi (1).

Langkah Antisipasi

Kontraksi pertumbuhan perlu ditanggulangi agar tidak berulang; walaupun berdasarkan pola sebelumnya pertumbuhan triwulan-1 akan lebih rendah daripada triwulan-4 tahun sebelumnya. Berharap pada pertumbuhan dari perdagangan masih sulit dalam kondisi gejolak global; sehingga "strategi mengembangkan pasar domestik" (2) menjadi pilihan utama. 

Mungkin saja SMI masih tetap optimis dan terobsesi untuk kejar setoran dana tebusan Tax Amnesty sebesar IDR 165 Triliun. Tetapi perlu memperhatikan berbagai implikasi terhadap pertumbuhan (3). Sedangkan dalam hal penerimaan pajak, bukan sekedar reformasi perpajakan tetapi ada sasaran lain yang perlu ditangani secara cerdas yaitu : "Dirty Money & Underground Economy" yang konon mewakili 30%-40% PDB (4).

 

Arnold Mamesah

Masyarakat Infrastruktur Indonesia - 6 Februari 2017

Rujukan artikel Arnold M. 

(1) Artikel : Ekspansi Fiskal Atasi Dampak Berantai Resesi Neraca

(2) Artikel : Strategi Fokus Domestik

(3) Artikel : Menggugat Optimisme, Pencapaian Tax Amnesty dan Pemahaman tentang Utang

(4) Artikel : Bukan Tax Amnesty, tetapi Dirty Money & Underground Economy!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun