Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Bukan Rapor Presiden

2 Januari 2017   01:14 Diperbarui: 3 Januari 2017   10:32 1071
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
REER Index Comparison - Koleksi Arnold M.

Trend REER Index : India - Australia - EU - USA - Indonesia - Japan, koleksi : Arnold M.
Trend REER Index : India - Australia - EU - USA - Indonesia - Japan, koleksi : Arnold M.
Sumber Informasi : BIS

Dari Peraga-3, indeks REER Yen dan Rupiah kembali pada posisi triwulan-1 2013; USD memang terus meningkat seperti juga India. Sementara indeks Dolar Australia dan Euro masih belum pulih seperti posisi pada triwulan-1 2013.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah aliran dana investasi langsung (FDI : Foreign Direct Investment) seperti pada Peraga-4.

koleksi Arnold M.
koleksi Arnold M.
Sumber Informasi : OECD Statistics; masa 2013-2014 mencakup Triwulan-3 dan Triwulan-4 2013 dan Triwulan-1 dan Triwulan-2 2014; demikian seterusnya.

Peraga-4 menunjukkan bahwa aliran dana masuk FDI di India meningkat sementara aliran ke Indonesia dan Australia turun. Dengan gambaran turun aliran investasi (FDI) dapat disimpulkan bahwa penguatan nilai tukar Rupiah lebih disebabkan aliran dana investasi portofolio (FPI : Foreign Portfolio Investment). Sementara dana FPI sangat rentan gejolak dan dapat dengan seketika mengalir keluar. (Lihat artikel : Jangan Terbuai Indeks Saham dan Kurs Tukar, "Hot Money" Tidak Betah!).

Infrastruktur dengan Kemitraan dan Paket Ekonomi

Tidak dapat disangkal dan sudah merupakan pemahaman mendasar bahwa infrastruktur merupakan tulang punggung setiap kegiatan kehidupan; terutama perekonomian. Teori ekonomi dan berbagai kajian saling memperkuat pernyataan bahwa peningkatan investasi publik pada sektor infrastruktur dalam waktu singkat akan mendorong permintaaan; dan dalam rentang waktu panjang akan meningkatkan kapasitas produksi. Pada kondisi kemampuan dana publik (anggaran pemerintah atau fiscal) terbatas, diperlukan dukungan dan partisipasi serta kerjasama dengan pihak non publik atau swasta dan badan usaha; domestik serta (domestik atau asing). Secara umum, pola kerjasama yang dimaksudkan dikenal sebagai KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha) atau PPP (Public Private Partnership). 

Sejak awal pemerintahan Kabinet Kerja yang kental dengan semboyan atau motto "Kerja - Kerja - Kerja" dan mengusung semangat Nawacita, menggunakan pembangunan infrastruktur sebagai tema utama dengan mendorong pola KPBU termasuk memberikan penjaminan dan pemanfaatan pinjaman luar negeri secara selektif. Sejumlah proyek infrastruktur strategis telah ditetapkan sesuai Perpres Nomor 3 2016 yang juga mencakup 30 (Tiga Puluh) proyek infrastruktur prioritas; tetapi hingga Desember 2016 pencapaiannya masih rendah. (Lihat pencapaian di sini). Dengan fakta pencapaian rendah berimplikasi dorongan atau peningkatan permintaan (demand) sulit terwujud dan implikasi selanjutnya peningkatan kapasitas produksi akan terhambat. Hal ini menunjukkan telah terjadi perbedaan akan pemahaman teori tentang infrastruktur dan manfaatnya dengan implementasi atau pelaksanaannya (lihat gambar paling atas).

Praduga sementara menunjuk pada resistensi dan keengganan birokrasi; serta sebaliknya tersirat keraguan atau kecemasan pihak badan usaha (domestik dan asing) terhadap keseriusan serta komitmen pemerintah dalam implementasi KPBU secara utuh dan konsisten. Tidak jauh berbeda dengan berbagai Paket Ekonomi yang diluncurkan sejak September 2015, hingga Desember 2016 mencapai 14 (empat belas) paket; jumlahnya sangat ambisius tetapi efektivitasnya diragukan sehingga perlu diuji.

Berdasarkan analisis seputar kinerja nilai tukar dengan berbagai permasalahan berkaitan dengan inflasi, perdagangan (ekspor-impor), faktor "hot money" dan fakta penurunan nilai investasi langsung (FDI); yang dibutuhkan bukan rapor presiden. Lebih penting dan genting "masukan kritis dan pemikiran jernih" untuk menghilangkan keengganan (resistancy) serta menghapus keraguan (hesitancy) agar pembangunan infrastruktur dengan skema KPBU dapat berjalan secara cermat, cepat, dan berkualitas; juga implementasi paket ekonomi berjalan mulus sehingga berimplikasi peningkatan investasi dan kegiatan usaha.

Arnold Mamesah - awal Januari 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun