Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money

Hadapi Gejolak Global Harus Berani Tampil Beda

29 Desember 2016   14:42 Diperbarui: 29 Desember 2016   19:48 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.pinterest.com/

Tekanan Pertumbuhan

Perjalanan memasuki 2017 ditandai dengan perekonomian global yang masih dalam tekanan termasuk spiral deflasi yang dialami negara-negara yang mengandalkan ekspor komoditas. Implikasi dari deflasi komoditas tersebut pada ekspor negara maju seperti China, European Union (EU), USA, Jepang, dan Korea Selatan (5 Pemain Utama) yang secara bersama pangsanya dalam perdagangan global sedikit di atas 50% (ekspor dan impor).

Gambaran pertumbuhan ekonomi dalam ukuran Produk Domestik Bruto (PDB atau GDP : Gross Domestic Bruto) diberikan pada Peraga-1.

GDP Growth - Global Players : Koleksi Arnold M.
GDP Growth - Global Players : Koleksi Arnold M.
Sumber informasi : IMF

Melihat proyeksi pertumbuhan 2017 - 2021, perekonomian negara maju yang merupakan pemain utama perdagangan dunia, tidak lebih baik dibandingkan masa sebelum Krisis Finansial Global 2008. Pertumbuhan China yang mencapai "double digit" akan menjadi separuhnya walaupun diprakirakan masih di atas 5%; kecuali Korea Selatan yang diprakirakan mencapai 3%, European Union (EU), USA, dan Jepang akan berada di bawah 2%. Dengan tingkat pertumbuhan rendah, sulit berharap banyak pada 5 Pemain Utama tersebut.

Trumponomics Berbuah Resesi

Kehadiran presiden Donald Trump (DT) di Gedung Putih pada 2017 diprakirakan akan menimbulkan kontroversi dan konflik baru global dengan kebijakan Trumponomics yang akan diusung (Lihat artikel : "Outlook" Perekonomian tetapi "Overlook"!). Kebijakan DT yang sarat nuansa "proteksi pasar USA", akan mendapatkan respon dalam bentuk tentangan dari mitra utama USA seperti China, EU, dan Jepang yang akan menimbulkan "Trade Wars". Dengan sudah saling terkaitnya sistem perdagangan global (Global Supply Chain), kebijakan proteksi DT dapat mengakibatkan USA tersisihkan dan memunculkan rantai supply baru dari 5 Pemain Utama tanpa USA ditambah dengan India, Brazil, South Africa, serta kawasan ASEAN dengan Indonesia sebagai pemain utama. Indikasi kebijakan normalisasi Fed Fund Rate berupa tiga kali kenaikan pada 2017 makin memunculkan fenomena USD Strong (nilai tukar mata uang Dolar Amerika terhadap mata uang lain menguat). Dampaknya pada perekonomian USA adalah penurunan ekspor serta peningkatan defisit perdagangan, seperti pada Peraga-2.

USD Strong and Trade Deficit - Koleksi Arnold M.
USD Strong and Trade Deficit - Koleksi Arnold M.
Sumber Informasi : US Fred

Dari grafik pada Peraga-2, trend naik USD (Dolar Amerika) yang ditunjukkan garis putus biru berhubungan dan berimplikasi pada trend naik defisit perdagangan US (garis putus kuning).

Peningkatan defisit yang disebabkan penurunan ekspor, akan menekan pertumbuhan korporasi USA; yang mengancam pendapatan tenaga kerja bahkan menyebabkan pengurangan lapangan kerja. Resesi ekonomi USA pada masa mendatang akan menjadi buah dari Trumponomics.

Pertarungan Kapital, Inovasi Teknologi, dan Kemiskinan Global

Pasca Krisis Financial global 2008, muncul fenomena yang tidak lain berupa pertarungan antar negara maju. Berbagai Bank Sentral  negara maju (The Fed, European Central Bank, Bank of Japan, Public Bank of China) memilih kebijakan stimulus moneter dengan menetapkan suku bunga rujukan (sangat) rendah. Dengan kebijakan demikian terjadi Limpahan Dana (Glut of Fund) yang menimbulkan pertarungan kapital global. Stimulus yang diharapkan akan mendorong investasi dan konsumsi serta peningkatan permintaan (demand) pada kenyataan hasilnya tidak sesuai harapan. Peningkatan konsumsi tidak terjadi; demikian juga inflasi tidak naik sehingga gagal meningkatkan pertumbuhan dunia usaha serta perekonomian secara keseluruhan. Sebaliknya, limpahan dana tersebut berkeliaran secara liar pada pasar finansial global. Hal ini dapat dilihat pada perputaran dana (foreign exchange) global seperti digambarkan pada Peraga-3.

Sumber Informasio : BIS Survey

Dengan besarnya pangsa transaksi swaps, berarti penggunaannya bukan untuk transansaksi perdagangan tetapi keperluan lain (non traded goods transaction) yang rentan spekulasi dan kerap menimbulkan gejolak.

Pada sisi lain terjadi pertarungan dalam inovasi teknologi yang kerap dikenal sebagai fenomena "Technology Distruption". Kenyataannya, "Distruption Technology" sekedar memperbaiki atau mengubah proses tetapi secara umum tidak berhasil menaikkan output; bahkan menjadi pemangsa atau predator sektor usaha yang ada dan sifatnya tidak langgeng.

Berbagai upaya yang dilakukan demi peningkatan pertumbuhan perekonomian malah menghasilkan kesenjangan (Gap) dalam kesejahteraan. Bahkan yang lebih memprihatinkan, upaya global untuk mengurangi kemiskinan dan kemelaratan (poverty & starvation) berjalan lamban. Bank Dunia (World Bank) yang mengusung tagline : “Our Dream is a World Free of Poverty”(Impian membebaskan masyarakat dunia dari kemiskinan") dalam surveynya menghasilkan konklusi : "The work to end extreme poverty is far from over, and a number of challenges remain" (Upaya mengakhiri kemiskinan nan parah masih jauh dari usai dan masih menghadapi berbagai tantangan).

Berani Tampil Beda

Tekanan pertumbuhan pada negara maju seperti digambarkan pada Peraga-1, prediksi outcome dari Trumponomics, serta pertarungan kapital, inovasi global, dan tantangan dalam upaya mengurangi kesenjangan dan kemiskinan merupakan kenyataan yang akan dihadapi pada tahun-tahun mendatang.

Perdagangan Indonesia memang masih berkaitan erat dengan 5 Pemain Utama global (USA, EU, China, Jepang, Korea Selatan); tetapi tidak berarti harus ikut dalam "Trade Wars" yang mungkin timbul akibat kebijakan Trumponomics. Juga, ancaman kenaikan Fed Fund Rate sudah dapat dijinakkan seperti yang terjadi pada Desember 2015 dan 2016. 

Limpahan dana global seharusnya dimanfaatkan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dan penguatan sektor industri yang sudah diprioritaskan seperti pangan, energi, maritim, pariwisata, dan kawasan industri. Kegiatan pembangunan infrastruktur merupakan bagian utama dari strategi stimulus perekonomian karena memperluas lapangan kerja dan menyerap tenaga kerja yang selanjutnya akan mendorong konsumsi dan permintaan serta menggairahkan dunia usaha.

Pemanfaatan limpahan dana dilakukan dengan menggunakan berbagai instrumen finansial baik oleh pemerintah maupun mendukung pihak swasta untuk mendapatkannya. Dalam skenario ini, selalu masalah fluktuasi (gejolak) nilai tukar dianggap sebagai ancaman besar. Pola pikir demikian tidak tepat karena semua mata uang utama (USD, Euro, Yen Jepang, Renminbi China, Pound Sterling UK) tidak ingin nilai tukarnya menguat karena akan sangat berdampak pada kinerja perdagangan. Sementara, penyerapan dana forex yang berkeliaran di pasar finansial global akan meredakan gejolak dan mengurangi spekulasi. Memang pengalaman masa lalu selalu menjadi "mimpi buruk"; tetapi ibarat kata peribahasa : "Bahkan Keledai pun Tidak Akan Jatuh Di Lubang yang Sama" akan memotivasi untuk berani tampil beda demi mendapatkan jalan keluar yang elegan dalam mencegah dan mengatasi gejolak

Beginilah cara berpikir kreatif dan inovatif untuk masa depan yang jauh lebih baik !

 

Arnold Mamesah - Jelang akhir 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun