Optimistik terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Sikap optimistik terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia selalu diungkapkan Presiden Jokowi dalam setiap kesempatan berbicara.Â
Untuk memahami pertumbuhan ekonomi Indonesia dan proyeksinya, Peraga-1 memberikan gambaran dengan perbandingan Asean, rerata Emerging Market, dan pertumbuhan global.
Berdasarkan proyeksi, pertumbuhan ekonomi Indosia berada di atas rerata Asean, Emerging Market & Developing Economies (EM&DE), dan Global.Â
Sebagai tambahan, gambaran Populasi Penduduk dan Produk Domestik Bruto (PDB) nagara anggota ASEAN diberikan pada Peraga-2.
Dengan tren pertumbuhan ekonomi, populasi serta PDB dalam lingkup ASEAN maka posisi Indonesia selayaknya menjadi lokomotif pertumbuhan, setidaknya dalam kawasan.
Pada lingkup Emerging Market & Developing Economies dengan mempertimbangkan populasi penduduk, tiga negara merupakan pemain kunci yaitu China (Ekonomi Panda), India (Ekonomi Gajah) dan Indonesia (Ekonomi Garuda). Memperhatikan beberapa indikator perekonomian, kondisi Indonesia memang mendukung sikap optimistis (Lihat artikel : Benarkah Perekonomian Indonesia Masih Jauh Lebih Baik?). Demikian juga jika melihat kinerja mata uang masing masing yaitu Rupee (India), Renminbi (China) dan Rupiah (Lihat artikel : Wajarkah Presiden Optimistis Saat Nilai Tukar Rupiah Bergejolak?).
Namun tidak cukup dengan melihat catatan indikator tersebut tanpa memahami faktor dalam pertumbuhan. Secara teori, Produk Domestik Bruto mencakup tiga hal yaitu Konsumsi (C dengan porsi 60%), Investasi yang merupakan Pembentukan Modal Tetap Domestik (I - dengan porsi 35%), dan Perdagangan Global atau Ekspor dan Impor (M - porsi 5%). Dalam situasi global yang mengalami tekanan khususnya Spiral Deflasi Komoditas, sulit berharap akan kontribusi pertumbuhan ekonomi melalui perdagangan.
Sementara pertumbuhan sisi konsumsi tertekan akibat stagnasi pendapatan masyarakat dan bahkan berkurang sejalan dengan upaya penghematan atau efisiensi yang dilakukan dunia usaha. Sehingga ekspansi investasi merupakan harapan untuk mendorong pertumbuhan (Invetment Way atau I-Way); dengan selalu ingat adagium atau kata-kata bijak : "The Now Investment will harvest Future Growth" (Investasi sekarang memberikan tuaian pertumbuhan pada masa mendatang).Â
Secara keseluruhan porsi pemerintah terhadap keseluruhan investasi yang dibutuhkan berada pada kisaran 40%; sisanya pada swasta dan penanaman modal asing (FDI). Pada kenyataannya, pertumbuhan berdasarkan indikator kredit, peningkatan investasi rendah dan hanya berada pada kisaran 8% hingga Triwulan-III 2016. Demikian juga pertumbuhan investasi 2015 yang hanya single digit alias di bawah 10%; sementara aliran modal asing (FDI) masih lamban. Dalam realitas rendahnya pertumbuhan kredit investasi dan aliran dana FDI yang belum memenuhi harapan maka optimisme peningkatan pertumbuhan ekonomi masa mendatang berubah menjadi keraguan.
Pencapaian Tax Amnesty : Buaian atau Bualan
Pencapaian Tax Amnesty hingga Tahap Pertama sering diungkapkan Presiden Jokowi sebagai sesuatu yang luar biasa (Lihat Dashboard Tax Amnesty). Dana tebusan yang terkumpul hingga Selasa, 29 November 2016 besarnya Rupiah (IDR) 98.8 Triliun; sementara dana Repatriasi yang dijanjikan sebesar hampir IDR 140 Triliun, yang sudah mendarat di Bank domestik baru sejumlah IDR 41.1 Triliun dan pada kenyataannya belum mengalir ke sektor riil. Dampak dari sedotan dana untuk tebusan Tax Amnesty dan belum mengalirnya dana repatriasi ke sektor ril dapat dilihat dari indikator yang diterbitkan Bank Indonesia seperti pada Peraga-3.
Dengan menurunnya pertumbuhan M1 dan M2 (uang yang berada dalam kendali masyarakat dan dunia usaha) berarti menekan dan mengurangi jumlah transaksi komersil atau perdagangan. Kondisi ini akan berdampak pada penerimaan pajak dan selanjutnya menekan pertumbuhan. Apakah kondisi ini sudah diantisipasi saat akan menjalankan progran Tax Amnesty termasuk berbagai implikasinya ?
Saat memberikan kuliah di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia pada 28 November 2016, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) memberikan penjelasan kondisi utang Indonesia. Gambaran utang pemerintah diberikan pada Peraga-4.
Posisi utang pemerintah berdasarkan Peraga-4 besarnya 27,7% dari PDB, masih di bawah ketentuan dalam UU Keuangan Negara No. 17/2003; khususnya jika merujuk pada penjelasan Pasal-12 Ayat 3 : "Defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Domestik Bruto."
Lantas bagaimana memanfaatkan posisi utang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi infrastruktur ? Cara yang terbaik dengan meningkatkan defisit anggaran yang ditutup dengan penambahan utang, sejalan dengan kebijakan Stimulus Ekonomi. serta diarahkan pada pembangunan infrastruktur.
Dampak peningkatan utang tersebut akan dapat dieliminasi sejalan dengan pertumbuhan ekonomi seperti digambarkan pada Peraga-5.
Peraga-5 memberikan gambaran peningkatan defisit anggaran demi investasi khususnya sektor infrastruktur yang dipenuhi melalui peningkatan utang. Sejalan dengan kondisi defisit tersebut, upaya peningkatan penerimaan pajak perlu dilakukan secara tuntas  dan tidak semata berkutat pada kelanjutan Tax Amnesty. (Lihat : Keliru dalam Kebijakan, Keuangan Negara Bukan Korporasi) termasuk peningkatan Tax Coverage dan membuka tingkap dan hambatan pada "Underground Economy".
Memang pada masa awal, defist yang dipenuhi dengan penambahan utang akan meningkatkan rasio utang terhadap PDB. Tetapi pada masa mendatang (kurang dari 10 tahun) akan rasio tersebut akan tereliminasi (turun) sejalan dengan peningkatan PDB. Pada gambaran Peraga-5, rasio utang terhadap PDB turun dari di atas 30% menjadi sekitar 20%.Â
Sikap optimistik ala Presiden Jokowi memang perlu disampaikan tetapi para pembantu presiden harus jeli memahami implikasi secara utuh dari kebijakan yang diambil; bukan berupaya mendapatkan hasil yang cepat alias "instant" tetapi tidak berkelanjutan dan tidak langgeng.
Arnold Mamesah - Masyarakat Infrastruktur Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H