Dua Sisi Koin
Dalam persidangan Mahkamah Konstitusi menghadapi gugatan terhadap UU Tax Amnesty (TA), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) menyampaikan penjelasan menggunakan metafora dua sisi koin dengan sisi hak dan tanggung jawab, manfaat TA dengan aliran dana yang menyebabkan penguatan mata uang Rupiah serta peningkatan indeks harga saham gabungan, dan pembelajaran dari pengalaman negara lain seperti Italy, South Africa, dan India.
Dari sisi pemerintah, satu sisi koin tersebut adalah melaksanakan sepenuhnya tanggung jawab dalam pelayanan publik bagi segenap masyarakat; dan sebaliknya berhak mendapatkan penerimaan terutama melalui pajak. Bagi masyarakat yang berlaku berlawanan yaitu menikmati pelayanan secara utuh serta memenuhi kewajiban membayar pajak. Dengan pola pikir demikian, segenap penduduk merupakan wajib pajak; walaupun kemudian pemerintah mempunyai hak untuk memilah dan membebaskan serta memberikan pengecualian dengan pertimbangan tertentu. Pemahaman ini memberikan alasan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi perorangan tidak diperlukan (kecuali bagi non perorangan atau perusahaan); cukup menggunakan Nomor Penduduk yang merupakan landasan perwujudan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (eKTP). Secara kesisteman yang utuh, dua sisi peran pemerintah dapat diwujudkan melalui sistem pelayanan publik (sebut : eLayanan Publik) dan sistem penerimaan dan belanja (sebut : eFiskal yang mencakup ePajak dan penerimaan lain seperti cukai serta eAnggaran yang mengelola perencanaan dan pengendalian belanja). Dalam satu kesatuan yang holistik, utuh, dan terintegrasi sistem tersebut menjadi jangkar eGovernment (Lihat penjelasan dal am artikel : Integrasi Informasi dan Dua Sisi Mata Uang).
Manfaat dan Aliran Dana
Salah satu tujuan UU Tax Amnesty adalah perluasan cakupan Wajib Pajak. Hal ini wajar mengingat hingga 2015 cakupan pajak (Tax Coverage) baru mencapai 55% dari setidaknya 70%. Memang untuk mencapai cakupan maksimum 100%, butuh persiapan dan tahapan implementasi termasuk internalisasi (bukan sosialisasi) akan pajak bagi masyarakat agar dipahami dan dihayati secara utuh, taat, dan tanggung jawab yang berkelanjutan. Sehingga masyarakat memenuhi kewajiban pajak tanpa harus merasa terancam. Hal ini selaras dengan prinsip "Self Assessment" sementara petugas melaksanakan tanggung jawab sesuai semangat pelayanan bagi masyarakat. (Tentang Tax Coverage dan manfaatnya lihat artikel : Keliru dalam Kebijakan, Keuangan Negara Bukan Korporasi).
Tentang aliran dana yang memperkuat nilai tukar dan indeks harga saham gabung; hal ini perlu dilihat secara utuh dengan memperhatikan kondisi finansial global, kebijakan Quantitative Easing ECB (Euro Central Bank) dan juga Bank of Japan, serta fenomena Capital Flight yang terjadi di China. Aliran investasi portofolio sifatnya tidak langgeng dan bukan berorientasi jangka panjang seperti FDI atau Foreign Direct Investment. (Lihat : Jangan Terbuai Indeks Saham dan Kurs Tukar, "Hot Money" Tidak Betah!). Upaya menarik minat FDI membutuhkan konsistensi dalam kebijakan yang bukan semata insentif dan pembebasan pajak tetapi juga pada dalam menciptakan iklim usaha yang mendukung pertumbuhan dan peningkatan daya beli masyarakat.
Underground Economy, Reformasi dan Ekonomi Digital
Undeground Economy dapat dipahami sebagai kegiatan ekonomi yang tidak tercatat sehingga tidak dapat dijangkau dan dikenakan pajak; jika dilihat dari segi pencatatan maka usaha non formal akan juga termasuk. Justru underground economy dengan "dirty money" menjadi sasaran SMI dalam upaya peningkatan penerimaan pajak. (Lihat : Target SMI Bukan Tax Amnesty, tetapi Dirty Money & Underground Economy !).
Dalam memberantas "Dirty Money", perlu diupayakan minimalisasi transaksi tunai, mengurangi atau bahkan meniadakan penggunaan uang kertas dengan denominasi besar (misalnya Rp. 100.000,- atau Rp. 50.000,-). Hal ini ditujukan untuk membatasi atau menghindari transaksi "underground" atau yang erat dengan tindakan kriminal termasuk Fraud (secara sederhana dapat dipahami sebagai kecurangan atau pemalsuan).
Dalam kondisi global penuh gejolak, memberikan kesempatan untuk melakukan upaya reformasi perpajakan yang sejalan dengan pemahaman dua sisi koin dan peningkatan cakupan pajak. Perlu juga segera memfasilitasi Ekonomi Digital yang berkembang pesat sejalan dengan pertumbuhan "Internet Industri" yang mendukung transaksi digital. Secara umum, ekonomi digital melibatkan para pelaku (actors) dalam satu tatanan "ecosystem"; berinteraksi dan bertransaksi pada "platform" yang memfasilitasi kegiatan tersebut; dan yang berkaitan dengan keuangan dilakukan secara tercatat melalui "intermediary" atau perbankan atau menggunakan "uang digital" (digital currency). Melalui mekanisme ini, seluruh aktivitas akan dapat dicatat dan ditelusuri termasuk pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut. Tatanan sistem transaksi finansial ini disebut : Blockchain. Melalui pendekatan kesisteman seperti ini, kasus kesulitan menagih pajak yang dihadapi pemerintah terhadap Google dapat dengan mudah diselesaikan.
Memahami hal-hal yang disebut SMI dengan tahapan reformasi serta perubahan yang perlu dilakukan, sesungguhnya Tax Amnesty bukan yang utama.Â