Penerimaan Negara dan Pertumbuhan
Kecoak bukan saja sangat menjijikkan jika dipandang tetapi juga menyebarkan berbagai bakteri dan parasit; berkembang pesat serta sulit dibasmi.
Saat ini perkara yang sangat mencemaskan pemerintah, khususnya pasangan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, adalah Penerimaan Negara yang utamanya bersumber dari pajak. Sebagai gambaran, realisasi pendapatan negara 2015 mencapai Rp1.504,5 triliun atau sebesar 85,4 persen dari target APBN-P 2015 (Rp1.761,6 triliun). Penerimaan perpajakan meliputi pajak dan bea cukai sebesar Rp1.240,4 triliun (83,3 persen dari target); sementara Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp253,7 triliun (94,3 persen dari target). Hingga awal Agustus 2016, penerimaan perpajakan mencapai Rp618,3 triliun atau 40,2 persen dari target APBN-P 2016; bandingkan dengan  pencapaian masa yang sama pada tahun lalu sejumlah Rp626,7 triliun atau 42,1 persen. Kinerja penerimaan perpajakan ini kontradiksi dengan pertumbuhan perekonomian yang pada Triwulan-1 dan Triwulan- 2 2016 lebih baik daripada periode yang sama 2015. Tetapi apakah pertumbuhan perekonomian akan selalu berimplikasi pada peningkatan penerimaan pajak ?
Peraga-1 memberikan gambaran Penerimaan Negara (Revenue) dan Pertumbuhan PDB (GDP Growth).
Dari Peraga-1 ditunjukkan bahwa trend penerimaan meningkat walaupun pertumbuhan PDB turun (secara uji statistik, faktor korelasi : -3). Dengan rerata tingkat pertumbuhan 5.8% dalam masa 10 tahun (2006-2015), rerata penerimaan per tahun tumbuh hampir 10%. Trend turun pertumbuhan PDB berlangsung sejak 2011 dan pada 2015 mencapai 4,8%. Kondisi ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi global.
Tax Coverage dan Tax Ratio
Bicara kinerja perpajakan, dua indikator yang sering digunakan adalah tax ratio (perbandingan penerimaan terhadap PDB) dan tax coverage (kemampuan petugas DJP "menjangkau dan melayani wajib pajak). Berdasarkan catatan, tax coverage 2015 mencapai 55%( standar : 70) dengan pencapaian tax ratio 10,47% (bandingkan dengan Malaysia : 15%; Phillipina : 14,4%; Mexico : 19,7%). Selayaknya dengan tax coverage mencapai 70%, secara proporsional tax ratio akan meningkat 1,5% dari PDB. Dengan PDB 2015 sebesar USD 860 Miliar, berarti bisa menambah penerimaan negara sekitar USD 12.9 Miliar (1,5% dari USD 860 Miliar); atau pada kurs tukar 13.500 setara hampir IDR 174 Triliun.
Prinsip Pareto dan Reformasi
Dalam pengelolaan fiskal (penerimaan dan belanja negara), pemerintah menetapkan 3(tiga) strategi yaitu (1) Memperkuat stimulus yang diarahkan untuk meningkatkan kapasitas produksi dan penguatan daya saing; (2) Meningkatkan ketahanan fiskal dan menjaga terlaksananya program-program prioritas di tengah tantangan perekonomian global; (3) Mengendalikan risiko dan menjaga kesinambungan fiskal dalam jangka menengah dan panjang.
Dari sisi penerimaan, gambaran APBN Perubahan 2016 diberikan pada Peraga-2.
Demi pencapaian target penerimaan pajak, telah disusun program seperti pada Peraga-3.
Bagaimana menggunakan Prinsip Pareto dalam mengoptimalkan penerimaan negara ? Untuk membantu memahami Prinsip Pareto, diberikan ilustrasi menggunakan besaran PDB (GDP) untuk 100 negara yang diurut menurun; seperti digambarkan pada Peraga-4.
Dengan Prinsip Pareto dalam penerimaan pajak, 80% penerimaan akan bersumber dari 20% wajib pajak. Pada saat ini Jumlah pemegang NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) sudah mencapai 27 Juta; berarti 80% penerimaan pajak akan bersumber dari 20% pemegang NPWP atau sebesar 5.4 juta. Berdasarkan laporan tahun (SPT) 2015 yang diterima hingga tenggat waktu (30 April 2016), jumlah wajib pajak yang menyampaikan SPT sebanyak 11,6 Juta.
Mencermati target dan porsi penerimaan PPh dan PPN, peningkatan pernerimaan negara terjadi karena dorongan atau bangkitan kebijakan stimulus anggaran. Hal ini akan berimplikasi pada peningkatan penghasilan dan jumlah transaksi dagang. Sementara dengan Prinsip Pareto akan dapat difokuskan pelayanan dan pengawasan yang bermuara pada efektivitas penanganan dan peningkatan penerimaan.Â
Lantas dimanakah sang kecoak itu berada ? Transaksi dunia usaha dan mekanisme pelaporan secara "manual" serta interaksi "petugas pelayanan pajak" dengan wajib pajak secara "tatap muka empat mata" merupakan "sarang kecoak" yang menggerogoti penerimaan pajak. Sistem perpajakan yang terintegrasi dengan dukungan TIK akan membasmi kecoak hingga sarangnya; mendorong transparansi, pemantauan, dan pengendalian penerimaan termasuk upaya pencegahan dan penindakan terhadap berbagai bentuk tindakan pengelabuan pajak (tax evasion) serta tindak kriminal pajak (tax fraud). Sistem perpajakan tersebut merupakan jangkar dalam PINTAR (Project for Indonesia Tax Administration Reform).
Arnold Mamesah - Pekan terakhir Agustus 2016
Masyarakat Infrastruktur Indonesia - Laskar InitiativesÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H