Brexit Fever
Ibarat virus penyebar flu, Brexit dapat memicu niatan baru untuk keluar suatu kelompok regional berbasis perekonomian, politik (negara). Suara yang bergaung usai jajak pendapat 23 Juni 2016, muncul dari area Scotland dan North Ireland yang ingin lepas dari ikatan "United Kingdom" atau Inggris Raya. Sulit diduga kelanjutan niatan yang mungkin muncul secara emosional tersebut. Pilihan "LEAVE" merupakan sikap 51,9% peserta jajak pendapat Brexit yang tidak sepaham dengan dominasi European Union (EU) dalam hal kebijakan perekonomian, tenaga kerja, penanganan pengungsi yang pada intinya mengurangi kedaulatan dan kemandirian UK. Tetapi apakah memang demikian yang menjadi "underlying justification" dalam menentukan pilihan atau sekedar ikutan alias terdampak "bandwagon effect" (sikap ikut-ikutan arus).Â
Layak menjadi perhatian bahwa Brexit Fever merupakan wujud gugatan terhadap fenomena globalisasi dengan variasi Regional Economic Partnership seperti EU yang menggunakan Single Currency (Euro) pada 19 negara anggotanya atau Eurozone (Lihat artikel : Perdagangan dan Nilai Tukar Pasca Brexit).Â
Jarak area EU dan ASEAN sangat jauh dan butuh sekitar 14 (empat belas) jam dalam penerbangan untuk mencapai kota Brussel (EU Head Quarter) dari Jakarta (ASEAN Head Quarter); tetapi cukup menarik membandingkan EU dengan ASEAN yang lahir hampir bersamaan.
Peraga-1 menggambarkan pertumbuhan ekonomi "Core Countries" (negara inti) EU.
Pertumbuhan ASEAN, ditambahkan dengan anggota TPP (Trans-Pacific Partnership - initial dan new member) diberikan pada Peraga-2.
Gambaran populasi dan GDP ASEAN diberikan pada Peraga-3.