Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Indonesia "Lokomotif Pemulihan Global" Ibarat Ripley's Believe It or Not!

17 Juni 2016   16:08 Diperbarui: 17 Juni 2016   16:15 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemacu Pertumbuhan

Pada penghujung Mei 2016, gambar di atas muncul dari salah satu media digital dengan tajuk berita : Presiden Jokowi di Tengah Pemimpin Ekonomi Dunia. Isinya tidak terlalu menarik walaupun diberikan gambaran seperti kutipan berikut ini : "Jokowi duduk diapit oleh Kanselir Jerman Angela Merkel dan juga tuan rumah Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe. Gestur ini tentunya biasa dianggap spesial, mengingat Indonesia bukanlah negara anggota G7. Presiden Jokowi mendapat undangan langsung dari PM Abe untuk menjadi pembicara di outreach tersebut. Presiden Jokowi akan membahas dua tema besar yaitu stabilitas dan kesejahteraan Asia juga pembangunan berkelanjutan 2030." Waktu berlalu saat membaca artikel Kompas 16 Juni 2016 tulisan mantan Menteri Keuangan masa 2012-2014 dengan judul : "Memacu Pertumbuhan Ekonomi". Sementara banyak pihak mempertanyakan manfaat dan efektivitas dari rangkaian paket kebijakan perekonomian yang diterbitkan pemerintah; ditambah berbagai komentar seputar defisit anggaran dalam APBNP 2016 dengan bumbu penerimaan pajak yang tidak sesuai target, dan peningkatan utang pemerintah. Mari bicara berdasarkan angka dan fakta agar tidak berdebat sia-sia.

Memahami Posisi Indonesia

Peraga-1 memberikan gambaran posisi Indonesia pada Top-10 peringkat berdasarkan jumlah penduduk dan proyeksi pertumbuhan ekonomi dengan merujuk pada World Economic Outlook IMF.

Top-10 by Population and GDP Growth - Prepared by Arnold M
Top-10 by Population and GDP Growth - Prepared by Arnold M
Dengan memasukkan European Union (EU), Indonesia berada pada peringkat-5 dari Top-10 berdasarkan populasi penduduk. Dari daftar tersebut, jika melihat pertumbuhan ekonomi berdasarkan PDB (Produk Domestik Bruto - nominal, konstan), tiga negara yaitu India, China, dan Indonesia  berada di atas rerata global (satu lagi Bangladesh, tetapi ukurannya USD 205 Miliar pada 2015). Berdasarkan trendnya, China turun; India bertumbuh fluktuatif dengan defisit anggaran mencapai 7% dan rasio utang publik terhdap PDB sebesar 67% (2015). Trend pertumbuhan Indonesia naik dengan defisit anggaran di bawah 3% dan rasio utang terhadap PDB (Debt Service Ratio) pada kisaran 28% (ambang batas defisit : 3% dan DSR : 60%, keduanya terhadap PDB). Gambaran perbandingan kinerja ekonomi India, China dan Indonesia dapat dilihat dalam artikel : Potret Perekonomian China, India dan Indonesia. Dari populasi penduduk, China, India, dan Indonesia secara bersama mewakili hampir 62% dari Top-10 atau 40% populasi dunia. Sementara populasi Indonesia terbesar di kawasan ASEAN (47%); demikian juga PDB Indonesia merupakan yang terbesar di atas anggota ASEAN lainnya. (Perekonomian ASEAN berada pada peringkat-7 dalam perekonomian global). Memperhatikan posisi India, China, dan Indonesia maka wajar jika stablitas dan perekonomian tiga negara ini menjadi perhatian karena gejolak yang terjadi pada negara tersebut dengan dampak tularannya dapat menimbulkan gejolak ekonomi dan finansial global. Sering diposisikan bahwa penurunan pertumbuhan ekonomi China akan berdampak pada perekonomian Indonesia, Dengan memperhatikan trend pertumbuhan China yang turun, pertumbuhan Indonesia mengalami trend sebaliknya, berarti dugaan ketergantungan tersebut tidak tepat. (TInjauan terhadap pengaruh pertumbuhan China pada perekonomian Indonesia diberikan dalam artikel di sini). Memahami kondisi ini, berarti Indonesia dituntut konsisten bertumbuh dan memenuhi "Global Hope" yang menstimulasi perekonomian global.

Lokomotif Pertumbuhan

Indonesia menjadi "lokomotif" berarti menjadi penarik rangkaian gerbong. Hal ini mungkin akan menjadi cemoohan banyak orang terlebih jika hanya melihat "snapshoot" kinerja perekonomian tanpa mencermati trend pertumbuhan. Dengan trend naik pertumbuhan maka perlu peningkatan investasi khususnya pada sektor infrastruktur yang dapat menyerap tenaga kerja; sehingga dengan pendapatan akan menambah daya beli masyarakat serta meningkatkan permintaan. Memang dampak infrastruktur tidak langsung dirasakan dan butuh waktu hingga 3(tiga) tahun termasuk waktu pembangunan infrastruktur tersebut. Sebagai contoh, untuk pembangunan jalan tol di Jawa dan Sumatera yang dimulai 2015 atau 2016 baru akan dapat dinikmati pada 2018; demikian juga dampak perekonomian pada peningkatan transportasi masyarakat dan aliran barang.

Dari kajian World Bank, menyarankan peningkatan investasi insfratruktur sebesar 10% dalam jangka panjang (setidaknya tiga tahun) menjanjikan peningkatan PDB sebesar 1%. Sementara kajian IMF (International Monetary Fund) menunjukkan peningkatan belanja infrastruktur berdampak langsung pada output, peningkatan permintaan, dan peningkatan kapasitas dan produktivitas sektor industri dan kelak berimplikasi pada perbaikan Rasio Utang Terhadap PDB. Peningkatan investasi infrastruktur dalam kondisi penerimaan negara (pajak) tidak mencapai target pasti mengakibatkan peningkatan defisit anggaran yang pada APBNP 2016 besarnya pada kisaran 2,5%, dan berakibat penambahan utang. Lantas bagaimana melihat dampak penambahan utang untuk investasi infrastruktur pada perbaikan rasio Utang terhadap PDB ? Dalam tabel Peraga-2 berikut ini diberikan gambaran dengan asumsi defisit anggaran hingga 3% dan asumsi PDB 2015 pada USD 900 Miliar dan APBN secara rerata sekitar 15% PDB.

Model Defisit dan Utang Gandakan PDB - Prepared by Arnold M
Model Defisit dan Utang Gandakan PDB - Prepared by Arnold M
Peraga-2 menunjukkan skenario dengan defisit maksimum yang berdampak peningkatan utang, pada akhir 2025 akan menggandakan PDB menjadi USD 1820 atau dua kali dari PDB 2015 yang besarnya USD 900 Miliar. Sebaliknya, Rasio Utang terhadap PDB turun dari 27% pada akhir 2015 menjadi 21%.

Dengan peningkatan PDB tentu akan meningkatkan ekspor dan impor Indonesia dalam perdagangan global yang selanjutnya memicu pertumbuhan perekonomian dari negara lain yang merupakan mitra dagang Indonesia. Mungkin skenario defisit maksimum dan utang untuk gandakan pertumbuhan ini dianggap terlalu naif;i tetapi Peraga-2 telah menunjukkan berdasarkan angka. Skenario ini akan memotivasi dan menjadi contoh bagi pertumbuhan di negara lain dan inilah peran Indonesia sebagai lokomotif pemulihan perekonomian global.

Ibarat pertunjukan dalam televisi : Ripley's Believe It or Not ... but I do !

Arnold Mamesah - 17 Juni 2016

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun