Pemacu Pertumbuhan
Pada penghujung Mei 2016, gambar di atas muncul dari salah satu media digital dengan tajuk berita : Presiden Jokowi di Tengah Pemimpin Ekonomi Dunia. Isinya tidak terlalu menarik walaupun diberikan gambaran seperti kutipan berikut ini : "Jokowi duduk diapit oleh Kanselir Jerman Angela Merkel dan juga tuan rumah Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe. Gestur ini tentunya biasa dianggap spesial, mengingat Indonesia bukanlah negara anggota G7. Presiden Jokowi mendapat undangan langsung dari PM Abe untuk menjadi pembicara di outreach tersebut. Presiden Jokowi akan membahas dua tema besar yaitu stabilitas dan kesejahteraan Asia juga pembangunan berkelanjutan 2030." Waktu berlalu saat membaca artikel Kompas 16 Juni 2016 tulisan mantan Menteri Keuangan masa 2012-2014 dengan judul : "Memacu Pertumbuhan Ekonomi". Sementara banyak pihak mempertanyakan manfaat dan efektivitas dari rangkaian paket kebijakan perekonomian yang diterbitkan pemerintah; ditambah berbagai komentar seputar defisit anggaran dalam APBNP 2016 dengan bumbu penerimaan pajak yang tidak sesuai target, dan peningkatan utang pemerintah. Mari bicara berdasarkan angka dan fakta agar tidak berdebat sia-sia.
Memahami Posisi Indonesia
Peraga-1 memberikan gambaran posisi Indonesia pada Top-10 peringkat berdasarkan jumlah penduduk dan proyeksi pertumbuhan ekonomi dengan merujuk pada World Economic Outlook IMF.
Lokomotif Pertumbuhan
Indonesia menjadi "lokomotif" berarti menjadi penarik rangkaian gerbong. Hal ini mungkin akan menjadi cemoohan banyak orang terlebih jika hanya melihat "snapshoot" kinerja perekonomian tanpa mencermati trend pertumbuhan. Dengan trend naik pertumbuhan maka perlu peningkatan investasi khususnya pada sektor infrastruktur yang dapat menyerap tenaga kerja; sehingga dengan pendapatan akan menambah daya beli masyarakat serta meningkatkan permintaan. Memang dampak infrastruktur tidak langsung dirasakan dan butuh waktu hingga 3(tiga) tahun termasuk waktu pembangunan infrastruktur tersebut. Sebagai contoh, untuk pembangunan jalan tol di Jawa dan Sumatera yang dimulai 2015 atau 2016 baru akan dapat dinikmati pada 2018; demikian juga dampak perekonomian pada peningkatan transportasi masyarakat dan aliran barang.
Dari kajian World Bank, menyarankan peningkatan investasi insfratruktur sebesar 10% dalam jangka panjang (setidaknya tiga tahun) menjanjikan peningkatan PDB sebesar 1%. Sementara kajian IMF (International Monetary Fund) menunjukkan peningkatan belanja infrastruktur berdampak langsung pada output, peningkatan permintaan, dan peningkatan kapasitas dan produktivitas sektor industri dan kelak berimplikasi pada perbaikan Rasio Utang Terhadap PDB. Peningkatan investasi infrastruktur dalam kondisi penerimaan negara (pajak) tidak mencapai target pasti mengakibatkan peningkatan defisit anggaran yang pada APBNP 2016 besarnya pada kisaran 2,5%, dan berakibat penambahan utang. Lantas bagaimana melihat dampak penambahan utang untuk investasi infrastruktur pada perbaikan rasio Utang terhadap PDB ? Dalam tabel Peraga-2 berikut ini diberikan gambaran dengan asumsi defisit anggaran hingga 3% dan asumsi PDB 2015 pada USD 900 Miliar dan APBN secara rerata sekitar 15% PDB.
Dengan peningkatan PDB tentu akan meningkatkan ekspor dan impor Indonesia dalam perdagangan global yang selanjutnya memicu pertumbuhan perekonomian dari negara lain yang merupakan mitra dagang Indonesia. Mungkin skenario defisit maksimum dan utang untuk gandakan pertumbuhan ini dianggap terlalu naif;i tetapi Peraga-2 telah menunjukkan berdasarkan angka. Skenario ini akan memotivasi dan menjadi contoh bagi pertumbuhan di negara lain dan inilah peran Indonesia sebagai lokomotif pemulihan perekonomian global.
Ibarat pertunjukan dalam televisi : Ripley's Believe It or Not ... but I do !
Arnold Mamesah - 17 Juni 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H