Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Dolar Amerika Menguat Lantas Rupiah Melorot ?

31 Mei 2016   10:38 Diperbarui: 1 Juni 2016   15:51 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbagai sentimen dimunculkan agar timbul gejolak dalam pasar valas. Pernyataan Chairwoman US The Fed yang memberikan signal kenaikan The Fed Fund Rate (Fed Rate) saat pertemuan FOMC (Federal Open Market Committee) pertengahan Juni 2016 konon akan berdampak nilai tukar Rupiah (IDR) terhadap Dolar Amerika (USD) tertekan atau bahkan melorot. Fenomena USD yang "kuat" terhadap mata uang utama lain (USD Strong) selalu menjadi godaan untuk berspekulasi. Tetapi layak untuk memahami dampak menguatnya USD (USD Strong) terhadap perekonomian US sebagaimana diberikan pada Peraga-1.

Peraga-1 : Trend USD dan Neraca Perdagangan US

Sumber Informasi : US Census Bureau
Sumber Informasi : US Census Bureau
Sumber Informasi : FRED - The Fed St. Louis Economic Research

Peraga-1 menunjukkan trend naik indeks nilai tukar (garis putus merah - menguatnya USD) berdampak kenaikan defisit perdagangan (garis putus biru).

Dampak lain fenomena menguatnya USD terjadi pada pendapatan (Earning) tenaga kerja dan dapat dilihat pada Peraga-2.

Peraga-2 : Perubahan Indeks Nilai Tukar USD dan Pendapatan (Tahunan - YoY)

Sumber Informasi dan Grafik : Fred - St. Louis Economic Research
Sumber Informasi dan Grafik : Fred - St. Louis Economic Research
Sumber Chart : FRED - The Fed St. Louis Economic Research

Peraga-2 menunjukkan trend pendapatan tenaga kerja meningkat saat indeks USD turun terhadap mata uang utama (Euro, Pound Sterling, Yen Jepang, Dolar Canada, China Renminbi); sehingga penguatan USD bukan hal positif.

Menguatnya USD juga berdampak pada tingkat inflasi (berdasarkan Consumer Price Index) seperti pada Peraga-3.

Peraga-3 : US Consumer Price Index Change - YoY

Sumber Informasi : FRED - St. Louis Economic Research
Sumber Informasi : FRED - St. Louis Economic Research
Sumber Chart : Fred - The Fed St. Louis Economic Research

Peraga-3 menunjukkan trend inflasi turun. Penurunan tingkat inflasi dan tekanan bagi produk korporasi US pada pasar global berdampak pada pertumbuhan korporasi. Kondisi ini selanjutnya mengakibatkan turunnya penerimaan pajak dan menambah defisit anggaran (US Fiscal Deficit).

Kondisi yang terjadi pada saat ini pada negara maju misalnya EU (European Uni) dan Jepang adalah Zero Lower Bound (ZLB : interest rate mendekati nol) atau bahkan negative interest rate. Kebijakan ZLB atau negative interest rate dilakukan otoritas moneter (Bank Sentral) demi mendorong loan untuk investasi dan konsumsi agar dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. 

Pada kenyataannya, peningkatan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan negara maju (EU, Japan, China, US) tidak terjadi. Turunnya permintaan berdampak pada "Spiral Deflasi Komoditas" yang terus berlanjut dan menjalar pada tekanan pertumbuhan ekonomi "Emerging Markets" dan "Developing Economies". Hal ini menunjukkan kemandulan kebijakan moneter melalui Quantitative Easing dan Low Interest Rate dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.

Bagaimana dengan perekonomian Indonesia ? Upaya Bank Sentral dan pemerintah melakukan persuasi kepada perbankan demi penurunan suku bunga kredit masih belum berjalan sesuai harapan; bahkan minat investasi private masih rendah. Dalam kondisi investasi rendah, inisiatif pemerintah berinvestasi atau sering disebut sebagai ekspansi fiskal (Fiscal Expansion) merupakan jalan keluar; dan implikasinya pada peningkatan defisit anggaran. (Lihat artikel : Moneter Mandul dalam Jebakan Likuiditas).

Bagaimana dengan "gejala" kenaikan Fed Fund Rate yang dihembuskan akan diputuskan pada pertengahan Juni 2016 ? FOMC akan melihat kondisi internal US yang belum mendukung dan juga gejala global. Sehingga kemungkinan besar menunda keputusan kenaikan suku bunga Fed Fund Rate dari 50 basis poin  atau 0,5 % menjadi 0,75 %.

Setiap akhir triwulan, nilai tukar IDR terhadap USD akan mengalami tekanan akibat peningkatan kebutuhan valas (terutama USD) demi pemenuhan kewajiban utang "private sector". Kondisi ini dikombinasikan dengan dengan sentimen kenaikan Fed Fund Rate hanya akan membuat "riak sesaat" (gejolak kecil) pada nilai tukar dan dimanfaatkan untuk berspekulasi demi mendapatkan "gain" atau keuntungan singkat.

Sangat tidak beralasan mengatakan bahwa Dolar Amerika Menguat Lantas Rupiah Pasti Melorot.

Arnold Mamesah - akhir Mei 2016

Masyarakat Infrastruktur Indonesia & Laskar Initiative

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun