Potret Inflasi dan Kurs
Bicara inflasi dan kurs tukar ibarat bermain "ular tangga" dengan undi dadu yang menentukan jumlah langka kemuka. Jika inflasi bermakna kenaikan yang dikaitkan dengan Indeks Harga Konsumen (IHK), sebalik dis-inflasi atau secara sederhana disebut deflasi merupakan kebalikannya yaitu penurunan indeks.
Pada 2 Mei 2016 diumumkan angka inflasi yang terjadi pada masa April 2016 sebesar minus 0,45% yang berarti deflasi. Sementara merujuk pada sumber informasi kurs dari Bank Indonesia, kecenderungan terjadi penguatan kurs tukar Rupiah (IDR) terhadap Dolar Amerika (USD). Gambaran pergerakan inflasi dan kurs tukar dalam satu tahun terakhir diberikan pada Peraga-1.
Â
Sumber Informasi : 1. Biro Pusat Statistik; 2. Bank Indonesia (Kalkulator Kurs); 3. BIS (Real Effective Exchange Rate)
Dari Peraga-1 ditunjukkan bahwa trend inflasi (garis putus biru) turun, kurs tukar USD-IDR (garis putus merah) turun yang dipahami sebagai penguatan IDR. Sementara indeks Real Effective Exchange Rate (REER) menunjukkan penguatan. Secara umum, indeks REER IDR merepresentasikan kondisi perdagangan (ekspor - impor) dan IHK; sehingga kenaikan indeks REER mengindikasikan penurunan inflasi dan surplus perdagangan.
Terjadinya dis-inflasi mengindikasikan perbaikan dari sisi supply (persediaan) dan penyaluran barang konsumsi (distribusi); tetapi perlu dicermati juga kondisi ini dapat terjadi akibat penurunan daya beli masyarakat. Pengaruh deflasi global tidak dapat dihindari akibat tekanan ekspor barang dari China ataupun kawasan lainnya. Des-inflasi atau dalam waktu panjang menjadi deflasi bukan kondisi yang baik bagi dunia usaha karena akan menekan penerimaan yang berdampak pada penurunan belanja dan minat investasi. Jika kondisi ini terus berlangsung maka akan menurunkan permintaan (demand) secara agregasi.
Fenomena Glut of Fund
Peningkatan nilai tukar IDR terhadap USD (apresiasi) dipengaruhi kondisi global antara lain upaya US menekan defisit perdagangan dengan "melemahkan USD" (counter cyclis USD Strong Phenomena); "Capital Flight" dari China; dampak Quantitative Easing ECB.
Kondisi anti siklis USD Strong diberikan pada Peraga-2.Â
Sumber Informasi : Federal Reserve - St. Louis (Economic Research Research)
Terhadap mata uang utama (Euro, GBP, Yen) dan mitra dagang lain (termasuk Indonesia), tren indeks USD turun sejak awal 2016. Hal ini diupayakan US untuk menekan defisit perdagangan yang terus meningkat.
Faktor "Capital Flight" China tidak lepas dari tren turun pertumbuhan ekonomi dan transformasi yang terjadi dalam perekonomian China (Lihat artikel : Mitos Cadangan Devisa dan Efek China). Sementara upaya European Central Bank untuk meningkatkan pertumbuhan area Euro dilakukan dengan program Asset Purchase Program (Quantitative Easing). Limpahan dana ex Capital Flight China dan QE ECB menimbulkan fenomena "Glut of Fund" alias pasokan dana pada pasar finansial global. Dalam situasi demikian, Indonesia yang trend pertumbuhan ekonominya naik menjadi target yang menjanjikan imbalan. Perilaku "Glut of Fund" ini sifatnya jangka pendek dan "easy come and easy go", berbiak pada pasar saham dan pasar uang (investasi portifolio); bukan dalam bentuk investasi jangka panjang yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Pesona Rupiah
Melihat kinerja IDR akan lebih lengkap jika membandingkan indeks REER dengan negara lainnya yang setara seperti pada Peraga-3.
[caption caption="Prepared by Arnold M."]
Sumber Informasi : BIS - REER (lihat Peraga-1).
Ada sebuah kebetulan pada mata uang negara-negara yang bersepakat dalam kebersamaan BRICS (Brazil, Russia, India, China, South Africa); semua diawali huruf "R" yang secara berurutan : Real, Rubel, Rupee, Renminbi, Rand). Dilengkapi dengan mata uang Philipine - Peso, Thailand - Baht, Turkey - Lira.
Dari trend index, Rupiah meningkat; jika indeks Maret 2016 dibandingkan dengan indeks Maret 2015 dan indeks Desember 2015 menunjukkan kenaikan masing-masing 1% dan 3%. Dibandingkan mata uang yang lain tidak bisa disangkal kinerja Rupiah mempesona. Tetapi mengatakan "Rupiah Tahan Banting" tentu terlalu gegabah dan tetap waspada.
Rentang waktu (time horizon) dalam kajian ini hanya satu tahun tetapi dari catatan inflasi, nilai tukar, dan indeks mata uang, memberikan indikasi positif untuk optimistik. Bukan seperti menapaki langkah permainan ular tangga yang naik namun seketika turun atau sebaliknya; dan sering disebut gonjang-ganjing !
Â
Arnold Mamesah - Laskar Initiatives
3 Mei 2016