China Forex Reserve MythMitos Cadangan Devisa
Dalam pemahamannya, cadangan devisa (Cadev) resmi Indonesia (Indonesian official reserve assets) merupakan hak milik (aset) eksternal yang dapat langsung tersedia bagi dan berada di bawah kendali Bank Sentral (Bank Indonesia) selaku otoritas moneter; yang dcadangkan dalam membiayai ketidakseimbangan neraca pembayaran (defisit), melakukan intervensi di pasar agar nilai tukar stabil, dan beberapa tujuan lain demi ketahanan perekonomian dan nilai tukar serta sebagai bantalan terhadap kewajiban bersih Indonesia.Â
Cadev disimpan dalam berbagai mata uang asing (valas = valuta asing; tunai ataupun surat berharga), cadangan wajib dan Special Drawing Right (SDR) di IMF (International Monetary Fund), cadangan emas (kurang lebih 3% dari cadev), dan berbagai bentuk instrumen keuangan (Lihat : Indonesia International Reserves and Foreign Currency Liquidity). Posisi cadev Indonesia per 31 Maret 2016 sebesar USD 107.543 Juta.
Untuk besaran nilai, share cadev China sekitar 25% dari seluruh cadev global, meperti pada Peraga-1 di bawah ini.
Â
Sumber Informasi : CIA - World Fact Book (Status Akhir Februari 2016). Jumlah cadev global USD 12.800 Miliar. Secara akumulasi, 22 negara secara berurutan akumulasi cadevnya mewakili sekitar 80% jumlah global.
Dari cadev yang dimiliki, China secara langsung memegang US Treasury Securities (status akhir February 2016) sebesar USD 1.252 Miliar. (Lihat : US Treasury Securities Foreign Holders; Indonesia juga memegang US Treasury Securities sejumlah USD 19,3 Miliar). Sebagai gambaran, jumlah kepemilikan asing atas US Treasury Securities USD 6.200 Miliar, merupakan 33,4 % Â dari keseluruhan; dan share China sekitar 20%. Apakah dengan jumlah cadev besar menjamin ketahanan dan stabilitas perekonomian ?
Transformasi China dan Krisis Global
Walaupun memiliki cadev dalam jumlah besar, perekonomian China menyimpan masalah. Dalam komposisi PDB (Produk Domestik Bruto), belanja konsumsi rendah sementara tingkat investasi tidak stabil; pertumbuhan sangat bergantung ekspor sementara kondisi global dalam tekanan. Upaya perubahan untuk meningkatkan belanja konsumsi belum menunjukkan hasil sementara untuk meningkatkan pertumbuhan investasi terus didorong dengan ekspansi kredit. (Lihat : Paul Krugman - The 8 A.M. Call). Demi mempertahankan nilai tukar mata uang, China harus melakukan intervensi; sementara pertumbuhan yang terus turun menyebabkan keluarnya modal (Capital Flight) dari China. (Lihat : China's Incompatible Goals).Â
Dengan posisi China sebagai pasar terbesar kedua, penurunan pertumbuhan ini berdampak pada negara mitra dagang. Â Kondisi ini lantas membuat IMF merevisi prediksi pertumbuhan global dan memberi warning jika kondisi China terus menurun akan memicu krisis finansial. (Lihat : IMF warns of fresh financial crisis).
Warning China
"Historical trend" cadev China dalam 3 tahun terakhir diberikan pada Peraga-2.
Dari Peraga-2 dapat dilihat bahwa sejak Juni 2014 saat cadev China mencapai USD 3.993 Miliar, pertumbuhannya terus turun dan hingga Maret 2016 jumlahnya berkurang USD 781 Miliar atau 20%. Sejak Januari 2015 terjadi pertumbuhan negatif dan pada Maret 2016 telah menjadi negatif 14%. Sementara pada perdagangan global, China selalu mencatat Surplus yang seharusnya meningkatkan cadev.
Berkurangnya cadev akibat intervensi Bank Sentral China (People's Bank of China) menjaga gejolak nilai tukar; juga akibat Capital Flight atau keluarnya modal. China perlu menjadi stablitas nilai tukar agar harga barang ekspornya dapat bersaing. Sementara fenomena modal keluar dari China menyebabkan timbulnya aliran dana ke negara lain yang berrtumbuh seperti India, Indonesia, Thailand; berdampak penguatan pada mata uang negara masing-masing.
Jika fenomena capital flight dari China ini terus berlangsung, cadev China akan terus tergerus sehingga semakin melemahkan perekonomian. Implikasinya pada penurunan demand China yang membuat tekanan pada negara mitra dagang. Sementara pada pasar saham dan pasar uang di China, kondisi demikian menimbulkan sentimen dan tindakan spekulasi serta berpotensi menimbulkan kepanikan pasar.Â
Panik pasar China akan menular pada regional berlanjut pada pasar utama yang berdampak Krisis Global.
Arnold Mamesah - Laskar Initiatives
28 April 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H