[caption caption="https://magarcia.wordpress.com/2010/08/25/nonsense-1-everyday-nonsense/"][/caption]Demam Panama
Sebelumnya jika menyebut Panama mungkin teringat Terusan Panama; lintasan sepanjang 82 km yang melewati tanah genting Panama, membelah Amerika bagian Utara dan Selatan. Terusan Panama bak pintasan pendek (short-cut) antara Samudera Pasifik dan Atlantik; namun pasti melewati laut Karibia khususnya area yang populer dengan sebutan Segitiga Bermuda (Bermuda Triangle) nan sarat misteri. Ada juga walaupun dalam jumlah yang sangat kecil, sebutan Panama mengingatkan palindrome (ungkapan yang dibaca dari muka atau dari belakang sama maknanya) yaitu "A man a plan a canal Panama";Â mirip dengan ungkapan"Kasur rusak".Â
Bagai tersentak dentang Big Ben, sejak awal pekan ini, 4 April 2016, sebutan Panama menjadi populer berkaitan dengan Panama Papers. Berbagai tanggapan dan kajian muncul dipermukaan yang dikaitkan dengan istilah shell corporation dan special purpose vehicles, tax evasion (penggelapan atau pengelabuan pajak), peretasan dan pembocoran informasi (hacking and leaking of information), serta firma hukum. Bahkan terikut kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) yang rancangan undang-undangnya sedang dibahas Dewan Perwakilan Rakyat. Konon, kebijakan pengampunan pajak akan menambah penerimaan dan juga perluasan pajak. Tidak dapat disangkal, Panama Papers ibarat flu yang menyebar secara global termasuk memunculkan berbagai isu, gugatan, hinaan, serta"caci maki" terhadap nama-nama yang muncul dalam dokumen.
Tantangan Global dan Dokumen Swiss
Jika menyebutkan tantangan global dalam perekonomian, maka yang akan muncul antara lain stagnasi dan trend penurunan pertumbuhan, deflasi harga komoditas termasuk energi, tekanan utang yang dialami negara berkembang. Permasalahan tersebut berkaitan dengan 3 (tiga) pokok yaitu : Korupsi, Money Laudering, dan Penggelapan Pajak (Tax Evasion); yang lantas berbuah "uang kotor" (Dirty Money), berimplikasi pada kesenjangan kesejahteraan atau "inequalty" serta penderitaan yang berkepanjangan yang dialami negara-negara di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. (Baca artikel Sri Mulyani Indrawati : Dirty Money and Development).Â
[caption caption="http://quoteur.com/corruption-money-laundering-and-tax-evasion-are-global-problems-not-just-challenges-for-developing-countries/#hrgi6Hy1v8QH7Vxh.97"]
Penghujung Maret 2016, ada pemberitaan yang tidak terlalu menyolok tentang kunjungan wakil presiden Swiss yang bertemu dengan Presiden Jokowi dengan materi pembicaraan seputar investasi Swiss dan hubungan bilateral. Tetapi kemudian menjadi menarik jika dirujuk pertemuan pada 16 Maret 2015 antara Menteri Luar Negeri RI dan menteri luar negeri Swiss dalam kaitannya dengan penandatanganan kesepakatan Bantuan Hukum Timbal Balik (Mutual Legal Assistance). Pada sisi lain, Menteri Keuangan memberikan pernyataan  yang menyebut ada setidaknya 84 WNI memiliki rekening gendut di bank Swiss dengan nilai mencapai kurang lebih US$ 195 miliar atau sekitar Rp 2.535 triliun (kurs Rp 13.000 per US$); jumlah ini jauh di atas belanja negara dalam APBN 2016 sebesar Rp 2.095,7 triliun. Kesahihan pernyataan Menteri Keuangan tersebut sangat dapat dipertanggungjawabkan mengingat bahwa pemerintah Swiss telah membuang "tabu" rahasia dan akan membuka informasi, atas permintaan, akan orang asing (khususnya WNI : Warga Negara Indonesia) pembayar di Swiss (lihat artikel : Foreign taxpayers named by Switzerland). Konklusi sederhana akan mengatakan bahwa dokumen sahih nama-nama tersebut secara jelas dan rinci diserahkan pemerintah Swiss kepada pemerintah Indonesia. Wajar jika kemudian muncul pemberitaan dalam harian Kompas, 7 April 2016 dengan judul : "Data Kemenkeu Lebih Lengkap".
Tax Haven, Hacking & Leaking
Pemahaman Tax Haven Area (atau Countries) dalam pembahasan ini adalah tempat yang "nyaman" untuk menyimpan kekayaan karena jaminan kerahasiaan dan pembebanan pajak yang rendah. Sulit untuk mendapatkan informasi yang sahih tentang skala kekayaan yang dipendam pada Tax Haven Area. Tetapi sebagai panduan dapat dilihat pada peraga berikut ini dengan merujuk pada peringkat Indeks Kerahasiaan Keuangan (FSI : Financial Secrecy Inddex).
Peraga-1 : Top Financial Secrecy Index (FSI) - 2015
[caption caption="http://taxprof.typepad.com/taxprof_blog/2015/11/united-states-is-third-biggest-tax-haven-above-cayman-islands.html"]
Peretasan dan pembocoran informasi dan dokumen (hacking & leaking) bukan hal baru. Sebelumnya ada hiruk pikuk Edward Snowden dan "digital library" Wikileaks. Berkaitan dengan masa lalu, pernah juga tersebar bocoran dokumen "Green Hilton Agreement" yang dibuat Presiden USA, JF. Kennedy dan proklamator Bung Karno. Pusaran "Panama Papers" sepertinya sekedar "pintasan" yang membawa pada suatu misteri tanpa kenyataan, yang dibolak-balik tetap sama tanpa makna.
Lantas apakah manfaat bocoran informasi Panama Papers tersebut? Jawabannya sangat sederhana: Non Sense!
Â
Arnold Mamesah - Laskar Initiatives
7 April 2016Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H